Lusiana tiba di sebuah gedung tinggi 56 lantai yang dia miliki. "Selamat pagi, Bu Lusiana," sapa beberapa karyawan yang mengenali Lusiana sebagai pemilik gedung tersebut menyapa Lusiana dengan sopan.
"Selamat pagi juga," jawab Lusiana atas sapaan mereka. Lusiana pun berbicara beberapa hal mengenai pekerjaan mereka. Setelahnya dia segera kembali ke ruangannya sendiri.
Banyak dokumen yang harus dia tandatangani terletak di meja kerja. Dia pun membaca beberapa dokumen itu. Saat dia merasa cukup puas atas tulisan di atas dokumen maka dia akan membubuhi tanda tangan di atasnya.
Tapi saat dia merasa bahwa proposal itu tidak meyakinkan dia akan memanggil beberapa manager yang bertanggung jawab dan menanyai beberapa hal pada mereka.
Terkadang dia juga akan bertanya beberapa pertanyaan dan meminta manager untuk mengganti isi dari dokumen.
Brak!
Pintu ruangan Direktur Utama didorong dengan kencang oleh seseorang hingga membentur ke dinding di sebelahnya. Seorang pria dengan perawakan yang tampan dan menggunakan kacamata. Dia memiliki tinggi badan 185cm. Cukup tinggi untuk seorang pria dengan wajah yang terlihat agak oriental berusia 28 tahun.
Wajahnya memerah karena menahan Emosi. Dia segera menutup pintu dengan suara yang tak kalah kerasnya sama seperti dia membuka pintu tadi.
Lusiana melepaskan kacamata yang dia gunakan dan duduk tenang melihat Haris Antony suaminya yang marah dan semakin mendekat.
Brak!
Haris melempar beberapa dokumen pada Lusiana. "Kenapa kau tidak mau tanda tangan pada dokumen ini, hah?" Lusiana berdiri dari tempat duduknya dan mendekati Haris yang tengah marah.
"Sayang, dokumen itu sampah. Banyak kerugian yang akan kita peroleh jika kita menyetujui semuanya. Beberapa ratus milyar itu bukan jumlah yang kecil." Lusiana masih bisa bicara dengan tenang setelah perlakuan suaminya yang cukup kasar dan tidak sopan.
Pandangan Haris pada Lusiana terkesan agak jijik walau itu hanya sekilas. Wajah kusam dengan rambut keriting yang jelek. Kalau bukan karena uangnya banyak Haris tak mungkin akan menikahi wanita seperti itu.
Lusiana berusaha memegang tangan Haris tapi pria itu menepis nya dengan keras. "Kau pikir hanya karena kau adalah seorang direktur kau bisa mengatur segalanya? Proyek itu bisa membuat kita mendapatkan keuntungan yang besar. Kenapa tidak kau tanda tangani saja?"
Lusiana duduk menyender pada meja kerjanya dan menyilangkan tangan serta mendesah untuk menenangkan diri. "Kau pikir aku sudah berapa lama berada di dunia bisnis? Dokumen sampah dan banyak kebohongan itu apa bisa semudah itu membohongi aku?"
Lusiana telah membaca semua dokumen yang dilemparkan Haris. Beberapa kecacatan itu berupa biaya produksi yang terlalu besar. Ada juga penyelewengan harga harga bahan produksi yang jika ditotal itu akan memakan biaya milyaran. Orang bodoh mana yang akan menandatangani dokumen itu?
Lusiana memberikan penjelasan pada setiap dokumen yang memiliki cacat dan air muka Haris pun perlahan berubah dan dia jadi tenang.
"Ah, maafkan aku sepertinya aku menjadi agak tempramen karena stres bekerja." Haris langsung memegang bahu Lusiana dan berkata lagi.
"Kau juga, bukankah sebaiknya kau istirahat di rumah daripada terus bekerja? Kau masih bisa menandatangani dokumen di rumah sembari melihat Raymond dan menemani ibuku."
Tatapan Haris melembut dan berusaha meyakinkan Lusiana untuk tidak bekerja di perusahaan.
"Jadi maksudmu aku harus berada terus dirumah? Bagaimana dengan biaya rumah sakit anak kita? Apa kau yang akan membayarnya?"
"Lalu dengan semua kejadian barusan apa kau yakin bisa menangani perusahaan ini?"
"Bagaimana aku bisa meninggalkan perusahaan jika kecerobohanmu bisa membawa perusahaan kita dalam kebangkrutan?"
Semua ucapan Lusiana membuat Haris kembali marah. "Apa? Jadi kau menganggap aku tidak kompeten?"
"Apa kau tidak melihat semua perusahaan yang aku bangun? Bagaimana kau bisa berkata bahwa aku akan membawa kebangkrutan pada perusahaan kita?" Teriak Haris pada Lusiana.
"Kau harusnya sadar, wajah burukmu ini sangat membuatku muak. Kau berkeliaran di kantor dan memamerkan kejelekanmu itu pada semua orang di kantor dengan membawa identitas sebagai istriku."
"Kau lihat semua orang istrinya sangat cantik dan aku? Aku memiliki istri buruk rupa sepertimu bagai kutukan untukku. Tidak bisakah kau hanya di rumah dan menyembunyikan kejelekanmu itu sehingga aku tidak malu?"
Mata Lusiana bergetar melihat wajah bengis dan amarah serta kata-kata penghinaan yang terlintar dari mulut suaminya.
Bahkan pada saat seperti itu pun Lusiana masih bisa tenang. "Sebaiknya kau menenangkan pikiran. Pergilah dari ruanganku!" Di usir demikian Haris pun langsung pergi dengan menghempaskan pintu keluar sama seperti sebelumnya.
Lusiana terduduk di kursi memegangi dadanya yang terasa nyeri. "Aku tidak menyangka kau beranggapan seperti itu karena wajahku yang buruk rupa."
"Dulu saat aku diusir, kau meraih tanganku dan membawaku pergi. Kau bilang akan membahagiakan aku dan juga anak kita."
"Kau berkata kau bisa menerima aku apa adanya tapi ternyata sama saja. Kau seperti lelaki lain yang hanya melihat bentuk fisik wanita."
"Selama ini aku telah bersabar melayanimu dan keluargamu. Meski mereka kasar dan seenaknya tapi aku menganggap mereka sebagai keluarga."
"Apakah cintamu itu berubah atau memang dari awal kau tak pernah jatuh cinta padaku? Apa benar kata ayah bahwa kau hanya ingin mengincar hartaku?"
Haris selama dua tahun ini berusaha menyingkirkan Lusiana dari perusahaan dan memintanya bekerja dirumah. Tapi Lusiana menolaknya karena dia tak terbiasa hanya berada di rumah. Dia harus berada di perusahaan untuk lebih mudah memantau semua pekerjaan dan memastikan keadaan dengan baik.
Lusiana mulai berpikir perubahan Haris terjadi dimulai saat dia menjadi CEO dari perusahaan ini. Semakin lama dia semakin ingin berkuasa.
Awalnya CEO perusahaan adalah Lusiana. Tapi karena Lusiana merasa dirinya akan jauh lebih sibuk karena penyakit yang dimiliki Raymond, Lusiana memutuskan untuk mengajari Haris menjadi CEO dan pebisnis yang handal.
Akhirnya dalam pantauan Lusiana, Haris pun mengembangkan sayapnya dan telah memiliki banyak perusahaan yang menambah pundi-pundi kekayaannya semakin banyak.
Sempat tepikir oleh Lusiana untuk bekerja di rumah dan membiarkan Perusahaan diawasi oleh suaminya. Tetapi sikap suaminya yang kian hari tidak masuk akal membuat Lusiana mengubur isi pikirannya untuk bekerja di rumah.
Ketidakpedulian Haris pada Raymond pun menjadi tolak ukur yang sangat penting atas setiap keputusan yang diambil Lusiana.
Seperti sekarang dia akan bertahan di perusahaan apa pun yang terjadi karena anaknya butuh biaya untuk menyembuhkan penyakit jantung yang di milikinya.
Lusiana berpikir jauh kedepan dan mempersiapkan semua hal atas kemungkinan yang bisa terjadi.
Kring!
Telepon milik Lusiana berbunyi dan dia segera melihat di layar bahwa putranya Raymond sedang melakukan panggilan Video.
"Mama!" Sapa anak manis itu dengan senyumannya. Saat itu Raymond sedang ada di kamar tidur dan sepertinya baru saja bangun.
"Anak mama sudah bangun tidur? Ini kan baru jam 3 sore, biasanya Raymond bangun saat mama pulang kerja."
"Raymond gak ngantuk lagi ma, Raymond mau baca buku aja. Mama pulang jam berapa?" Tanya bocah kecil di layar handphone.
"Mama pulang jam 5 sore," jawab Lusiana.
"Yaudah, aku nunggu mama pulang aja ya sambil main game di hape."
"Iya boleh tapi jangan lama-lama ya main game nya nanti mata Raymond sakit." Setelah beberapa obrolan singkat Lusiana pun menutup panggilan dan melanjutkan kembali menganalisa dokumen yang akan dia tandatangani.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 53 Episodes
Comments