"Aduh, mama lama sekali. Aku udah kebelet." Raymond meninggalkan ruang tunggu karena sudah tidak tahan ingin buang air kecil.
Sementara itu di tempat lain nampak seorang pria tampan berkacamata hitam dengan pakaian formal dan jas hitam sedang berjalan terburu-buru masuk ke rumah sakit. Seorang pria berkemeja berlari mengejar pria tersebut.
Langkah kaki pria berkacamata hitam itu terhenti. Dia membuka kacamatanya sehingga beberapa orang mulai memperhatikan pria tersebut. Wajah yang begitu tampan dengan tubuh yang tinggi dan atletis. Garis rahangnya tegas dengan hidung kecil yang mancung, khas wajah eropa dan sedikit campuran asia timur.
Pria di belakangnya tidak mampu berhenti sehingga menabrak pria tampan itu. Tapi meski ditabrak, bukannya terjatuh, pria tampan itu masih berdiri kokoh dan malah pria ceroboh tadi yang terjatuh ke lantai.
"Apa kau buta? Aku sudah berhenti kenapa kau masih menabrakku? Apa gajimu bulan ini mau dikurangi setengah?" Ancaman pria tampan bernama Xavier itu sanggup membuat wajah asistennya sedikit takut.
Dia berdiri dan mulai mengeluh. "Bos, tega sekali mau mengurangi gajiku, inikan perintah Bos Besar agar mengawasimu untuk pergi ke dokter. Bos ingatlah aku ini juga salah satu teman terdekatmu, apa salahnya aku... Eh bos, bos tunggu aku." Xavier langsung meninggalkan asistennya yang masih terus mengoceh di belakang.
Xavier Fernandio harus menjalani pemeriksaan setiap bulan di rumah sakit Kayana. Walau dia sudah menjalani operasi jantung lima tahun yang lalu, ayahnya selalu khawatir dan ingin kesehatan putranya selalu terpantau.
Setengah jam kemudian pemeriksaan selesai. Xavier langsung menyerahkan berkas pemeriksaan pada Hendri asistennya yang ceroboh.
"Ini! Bawa pada ayahku!" Xavier menyodorkan itu dengan cepat dan Hendri hampir menjatuhkan berkasnya. "Hah..." Xavier hanya menghela napas karena kecerobohan Hendri.
"Kau sudah bekerja selama 10 tahun tapi masih sedikit ceroboh. Bagaimana kalau kau diturunkan jadi karyawan biasa saja?" Hendri tentu saja tidak mau dan mulai mengeluh lagi. Kepala Xavier terasa semakin pusing mendengar ocehan Hendri.
"Berhenti mengikuti ku, apa kau juga mau ke toilet atau memang kau memiliki niat lain padaku?" Xavier menatap pintu toilet tapi kemudian menatap tajam Hendri. Pria canggung itu hanya tersenyum dan menggaruk tengkuknya yang gatal. Dia pun memutuskan tidak mengikuti bosnya masuk ke dalam toilet.
Setelah selesai dia mencuci tangan di wastafel. Tapi perhatian Xavier tertuju pada bocah kecil yang sedang cuci tangan juga di sebelah kirinya. Bocah kecil itu menaiki tangga berwarna kuning yang memang disiapkan rumah sakit pada setiap wastafel di kamar mandi untuk mempermudah anak kecil mencuci tangan.
Apa yang membuat Xavier memperhatikan bocah kecil itu adalah karena wajah itu mengingatkan dirinya saat masih kecil. Xavier mulai berpikir, "apakah wajahku memang pasaran ya?"
Bahkan cara mencuci tangan mereka pun sama. Kemudian mereka merapikan rambut secara bersamaan. Hal kebetulan ini membuat Xavier dan bocah kecil itu saling pandang.
Bocah kecil itu tidak lain adalah Raymond. Dia mengambil tissue untuk dirinya sendiri dan pria dewasa di sebelahnya. "Ini!" Raymond menyodorkan tissue dan langsung pergi meninggalkan Xavier tanpa mengatakan apa-apa lagi.
Bisa-bisanya Xavier bertemu dengan bocah kecil yang sangat mirip dengan dirinya. "Tunggu sebentar, apa jangan-jangan papa selingkuh? Setelah pulang aku akan menanyainya," batin Xavier.
Xavier pun keluar dari toilet. Hendri yang telah menunggu pun langsung berdiri dan mengikuti langkah kaki bos nya. Mereka tiba di depan rumah sakit dan Xavier melihat bocah kecil tadi dengan wajah penuh penyesalan memeluk seorang wanita yang sedang berlutut. Sayup-sayup terdengar percakapan mereka di telinga Xavier.
"Kamu kemana saja, nak? Mama dan Dokter Arya mencari-cari Raymond kemana-mana. Jangan diulangi lagi ya!"
"Iya mama maafkan Raymond. Raymond tidak akan mengulanginya lagi." Raymond langsung memeluk Lusiana untuk menenangkan hati mamanya.
Xavier ingin mendekati bocah itu karena mengira dia sedang kesulitan tapi dia ternyata bersama ibunya Xavier pun langsung pergi.
Pada awalnya Lusiana mencari-cari Raymond kemana mana. Lusiana takut terjadi sesuatu yang buruk seperti 5 bulan lalu. Saat itu Raymond juga menghilang seperti ini dan ditemukan pingsan karena serangan jantung di taman belakang rumah sakit.
Lusiana baru ingat bahwa Raymond mengenakan smartwatch dan langsung meneleponnya. Raymond kemudian memberitahukan bahwa dia sedang berada di taman depan rumah sakit. Dia juga berkata bahwa sebelumnya dia kebelet ingin ke toilet. Dia kembali ke ruangan Dokter Arya tapi tidak melihat siapa pun. Jadi dia memutuskan untuk menunggu di depan rumah sakit. Raymond ingin menelepon ibunya dengan smartwatch tapi karena tidak ada no telepon ibunya di dalam jam tangan itu dia hanya bisa menunggu di depan rumah sakit.
Lusiana berpamitan dengan Dokter Arya untuk pulang. "Dokter Arya, Terima kasih sudah menemani saya mencari Raymond." Lusiana mengelus puncak kepala Raymond. "Syukurlah tidak terjadi seperti lima bulan lalu. Kalau begitu aku dan Raymond akan pulang."
Dokter Arya membalas ucapan Lusiana dan mendoakan agar Raymond segera sembuh. Dia juga tidak lupa menggosok kepala Raymond sehingga rambutnya sedikit berantakan. Dalam hati Raymond merasa senang tapi sekaligus sedih karena ayahnya tidak pernah memperlakukan dia seperti yang dilakukan oleh Dokter Arya.
Raymond berpikir malah Dokter Arya seperti ayah kandungnya dibanding Haris. Hati bocah kecil itu terasa getir. Dia seharusnya dikuatkan oleh ibu dan Ayahnya tapi sang ayah malah tidak peduli.
Setibanya mereka di rumah mereka disambut dengan suara ketus dari ibu mertua Lusiana. "Aduh, udah jam 11 ini tapi menantu belum masak. Benar-benar menantu tidak berguna.
"Sabar ibu, aku akan mengantar Raymond sebentar ke kamar setelah itu aku akan langsung masak." Lusiana langsung meninggalkan ibu mertuanya dan menemani Raymond naik ke kamarnya di lantai 2.
Padahal Lusiana belum beristirahat sedikit pun tapi dia langsung di sambut oleh kemarahan begitu pintu masuk rumahnya terbuka. Lusiana merasa sedikit kesulitan untuk menjadi menantu yang baik.
Setelah mengganti baju Raymond dan berpesan pada anaknya untuk turun makan siang pada pukul 12, Lusiana pun langsung turun menuju ke dapur.
Dia membuka kulkas dan mengambil beberapa bahan makanan untuk santap siang. Ada ayam, kentang, wortel, buncis, otak-otak, tempe dan tahu. Sementara Lusiana sibuk di dapur ibu mertuanya tengah asyik memainkan handphone dan beberapa kali terlihat menonton video tiktok.
Lusiana memutuskan untuk membuat makanan yang simpel dan cepat tapi tetap terasa lezat. Untuk menu utama dia membuat Ayam kecap tahu lalu dia membuat sup berisi kentang, wortel dan buncis. Untuk otak-otak dan tempe dia lebih memilih menggorengnya.
Lusiana menyiapkan alat dan bahan untuk memasak. Pertama-tama dia mencuci ayam kemudian merebus dan memberinya bumbu/ungkep. Sembari menunggu bumbu meresap Lusiana memotong kentang, wortel, dan buncis lalu menyisihkannya.
Tahu di bersihkan dan di goreng. Sementara itu ayam yang sudah di ungkep tadi juga di goreng sampai kuning. Lusia kemudian menumis bawang merah dan putih, cabe, kemiri, dan jahe yang sudah di haluskan.
Setelah tercium aroma yang wangi dari bumbu masukkan daun salam dan lengkuas yang sudah digeprek. Tambahkan juga penyedap rasa dan kecap manis sesuai selera kemudian masukkan air dan biarkan agak mendidih baru masukkan ayam dan tahu yang sudah digoreng tadi. Biarkan air menyusut dan tes rasa. Jika dirasa sudah sesuai dengan selera ayam kecap tahu bisa segera disajikan.
Dia juga menggoreng tempe dan Otak-otak sembari memasak ayam. Setelah itu dia merebus air dan memasukkan kentang, wortel, dan buncis yang sudah di potong kecil-kecil. Beberapa saat kemudian baru menambahkan penyedap rasa dan taburkan daun sop.
Ibu mertua mulai terganggu dengan masakan Lusiana yang mengeluarkan aroma yang sedap. Perutnya berbunyi. Dia pun menuju dapur dan melihat masakan Lusiana tersaji di meja makan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 53 Episodes
Comments