Penghuni Ruang Lab

Arif membuka matanya perlahan, kepalanya terasa pusing sekali. Suara lelaki yang terdengar serak memanggil manggil namanya.

"Pak Arif, bangun! Bapak kenapa?"

Arif berusaha fokus dan menajamkan penglihatannya yang kabur.

"Ini dipake dulu kacamatanya!" Lelaki yang berjongkok di depannya itu membantu memakaikan kacamata.

"Aduh, kepalaku! Saya kenapa pak?" Arif bertanya sambil memegangi kepalanya yang mengeluarkan darah.

"Saya mau tanya, bapak kenapa? Kok tau-tau ada dilantai begini, mana kepala bonyok begitu?"

Pak Broto membantu Arif untuk berdiri, ia memapah Arif keluar ruangan.

"Saya juga nggak tahu pak, seingat saya tadi itu saya …,"

Arif menghentikan kalimatnya, mana mungkin dia berkata jujur pada pak Broto jika tadi ada sosok hantu seram yang mengganggunya. Bisa-bisa Arif ditertawakan dan diejek sebagai guru penakut.

"Saya kenapa pak? Nungguin ini saya lanjutannya!" Pak Broto jadi semakin penasaran.

"Saya … lupa pak!"

"Yee, udah ditungguin ceritanya malah lupa! Ya udahlah kita ke ruang ruang UKS, nanti bapak tunggu disana biar saya panggilan tuh bidan Siti di depan sekolahan buat periksa luka bapak!"

"Eeh, jangan! Langsung ke ruang guru aja, yang rame!" cegah Arif cepat pada pak Broto yang hendak membuka ruang UKS.

"Iya deh pak, duh sabar ya pak bentar lagi nyampe ini!" Pak Broto terlihat ngeri dengan luka Arif yang terus mengeluarkan darah.

Ruang guru mendadak geger melihat kedatangan Arif yang terluka dan darah bercucuran. Bu Suyati yang kebetulan hendak ke kelas pun mengurungkan niatnya. Bu Jaskun, guru olah raga yang terlihat garang pun ikut dibuat panik, ia berlari kesana kemari meminta bantuan guru lain.

"Ya ampun mas, kenapa bisa jadi begini ceritanya pie?" Bu Jaskun segera membantu pak Broto untuk memapah Arif.

"Pak Broto, ada apa ini?" Bu yati ikut menimpali, panik dan cukup terkejut dengan kondisi Arif.

Wajah pucat Arif terlihat mengkhawatirkan, ia duduk lemas dan berusaha mengingat apa yang terjadi. Mengabaikan hiruk pikuk orang yang terus bertanya tentang apa dan kenapa dirinya bisa terluka.

Seingat ku tadi, ada sosok seram yang menempel di punggung … tapi kenapa aku bisa terjatuh di lantai dan terluka begini?

Memori Arif kacau, ia mencoba mengingat tapi yang terjadi kepalanya semakin nyeri. Pandangannya mulai kabur dan memutar, akibat banyaknya darah yang keluar. Setiap ia memejamkan mata, kilas balik adegan dalam slide hitam putih terus berkelebat samar. Bayangan seseorang membawa tongkat … atau sejenisnya terus muncul.

Seseorang ada disana tapi siapa dan kenapa aku dipukul? Aku yakin, aku terluka bukan karena terjatuh!

Bidan Siti datang tergopoh-gopoh bersama pak Broto. Ia segera memeriksa luka Arif dan membersihkan darah yang mulai mengering di wajah serta lehernya. Enam jahitan terpaksa diberikan bidan Siti pada luka menganga di bagian kepala kiri atas.

Pak Rus duduk tak jauh dari Arif yang sedang ditangani bidan Siti, memperhatikan dengan serius. Pria dengan garis rahang tegas itu tak bisa menyembunyikan rasa terkejutnya.

"Pak Arif lain kali hati-hati kalau bekerja, sampai terluka begitu kan yang rugi bapak sendiri!"

"Iya pak, tadi saya terpeleset dan mungkin terantuk sudut meja." jawab Arif menahan rasa sakit.

Pak Rus mengangguk sambil mengusap jenggot nya yang tak seberapa lebat. "Ya sudah kalau semua sudah bisa ditangani lebih baik semua kembali bekerja, kasian anak-anak!"

Satu persatu guru mulai meninggalkan ruangan dan kembali mengajar, tinggallah Arif, Bu Suyati, Pak Rus dan pak Broto.

"Pak Arif yakin mau nerusin mengajar atau mau istirahat dirumah dulu?" Pak Rus bertanya pada Arif.

"Kalau boleh saya disini aja dulu pak, jam ke lima nanti saya pulang. Nggak enak juga dilihat dengan pakaian berdarah-darah begini."

Pak Rus mengangguk tanda setuju, "Pak Broto nanti tolong pak Arif diantar pulang!"

"Siap pak!"

Setelah memastikan kondisi Arif baik-baik saja Pak Rus pun meninggalkan ruangan diikuti pak Broto. Arif mengamati situasi, ia lalu mendekati Bu Yati yang sibuk mengirim pesan.

"Bu … ibu kan senior disini? Saya mau tanya nih."

"Tanya apa?"

"Ruangan Laborat kita itu angker ya Bu?"

Bu Yati seketika berhenti mengetik, ia menoleh pada Arif sekilas sebelum mengedarkan pandangan ke sekeliling. "Pak Arif pernah diganggu? Atau kecelakaan ini karena pak Arif …,"

Arif mengangguk, "Mayang, apa ibu tahu nama siswa itu?"

Ekspresi Bu Yati berubah tegang, "Mayang?" Ia balik bertanya dengan terbata-bata.

Melihat hal itu Arif semakin yakin jika Bu Yati mengetahui sesuatu. "Ibu tahu kan? Apa sebenarnya yang terjadi?!"

"Eh, nggak! Saya nggak tahu apa-apa, dan sebaiknya pak Arif juga tidak perlu mencari tahu siapa dia?"

"Kenapa Bu? Apa ada masalah yang saya nggak tahu? Saya bagian dari sekolah ini dan saya berhak tahu apa yang terjadi di sekolah ini sebenarnya!" Arif menekankan kalimatnya agar Bu Yati mau berbicara.

Bu Yati ragu sejenak, ia kembali melihat situasi. "Tapi Pak Arif bisa jaga rahasia? Karena jika ini sampai bocor, sekolah kita nggak bakal dapat bantuan dari pemerintah."

"Lho, apa hubungannya Bu sama nama baik sekolah?" Arif semakin dibuat penasaran.

"Ya jelas ada hubungannya! Makanya kami selama ini menutupi semua dengan baik. Meski hal itu tidak akan pernah bisa merubah sejarah kelam sekolah ini."

"Hah, maksud ibu?"

Bu Yati menarik nafas dalam-dalam sebelum bercerita. "Pak Arif benar, ruangan di lantai dua memang terbilang angker. Selama ini kami selaku staf pendidik berusaha menutupi hal itu dari anak-anak tapi desas desus gosip diluar sana tidak bisa kami bendung."

"Tapi kenapa saya sendiri nggak tahu hal ini Bu?"

Bu Yati menatap wajah Arif dengan ekspresi rumit. "Apa bapak akan tetap melamar di sekolah ini dan mau bertahan jika tahu sekolah ini berhantu?"

Arif terpaku, itu pertanyaan sulit untuk dirinya yang penakut. "Ya setidaknya kan saya tahu tentang sekolah ini Bu!"

"Kan, sudah saya duga! Pasti pak Arif takut. Ini yang kami jaga, jika rumor ini dibiarkan berkembang maka tidak akan ada staf pengajar baru yang mau ditempatkan di sekolah kita."

Arif merasa bersalah, perkataan Bu Yati betul juga. Nama baik sekolah dipertaruhkan.

"Jadi siapa Mayang Bu?"

"Mayang, dulunya murid teladan disini dan selalu masuk peringkat sepuluh besar. Sayangnya takdir berkata lain, Mayang menghilang saat ujian akhir sekolah. Pihak keluarga dan sekolah berusaha mencarinya selama berhari hari."

"Terus gimana Bu?"

Bu Yati menggelengkan kepala, "Mayang ditemukan tewas di ruangan yang sekarang menjadi lab Biologi tujuh hari setelah dia menghilang. Mayang masih memakai seragam sekolah saat dia hilang. Kasihan anak itu, dia ... termasuk siswa kesayangan saya."

Kedua mata Bu Yati membayang mengingat siswa kesayangannya yang harus tewas mengenaskan.

Arif semakin lemas, jadi benar Mayang yang berbicara dengannya itu adalah hantu di ruang Laborat. Jantungnya berdebar kencang, mengingat kembali pertemuan perdananya pagi tadi.

Muncul pertanyaan baru di benak Arif, jika hantu Mayang berani menunjukkan eksistensinya lalu siapa sosok seram yang keluar dari lemari penyimpanan alat lab? Apakah itu Mayang atau ada sosok lain yang memang menghuni ruangan laboratorium?

Terpopuler

Comments

Ali B.U

Ali B.U

Pak Arif udah pnakut dan harus melihat penampakan

2024-02-20

1

💕𝘛𝘢𝘯𝘵𝘪 𝘒𝘪𝘵𝘢𝘯𝘢💕

💕𝘛𝘢𝘯𝘵𝘪 𝘒𝘪𝘵𝘢𝘯𝘢💕

serem jg ya kl sekolah ada hantunya😱😱😱

2023-10-09

2

anna maryanah

anna maryanah

welcome New horor kak lia ll be there wit mayang to sport kak lia cya yo semangat otooor

2023-09-24

2

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!