Manik tinggal di sebuah rumah bersama tiga kepala keluarga. Rumahnya terbilang luas, memanjang ke belakang. Manik adalah salah satu anak yang paling sering bermain di halaman rumah, dan ia bahkan lebih suka bermain di dalam rumah daripada di luar. Dia adalah anak perempuan yang inisiatif dan selalu siap membantu orang tuanya dengan tugas-tugas seperti menyapu halaman, mencuci piring, dan menyetrika pakaian.
Seringkali, Manik bermain sendirian di rumah karena orang tua dan anggota keluarga lainnya sibuk dengan kegiatan bersama Sesor. Para paman dan bibi Manik juga sibuk dengan pekerjaan mereka sebagai penjual pernak-pernik rumahan. Adik Manik, yang bernama Ade, sering dititipkan kepada saudara ibunya di wilayah Mandaya-adaya utara.
Untuk mengisi waktu luangnya, Manik kerap bermain di halaman rumah atau bahkan naik ke atas pohon untuk bersantai sambil membaca buku. Di sekitar halaman rumah Manik, terdapat pohon jambu yang sering digunakan untuk tempat bermain api atau berbincang dengan teman-temannya.
Ketika buah jambu sudah matang, Manik biasanya memberitahu teman-temannya untuk datang ke rumahnya. Biasanya, ia menjualnya seharga dua ribu rupiah per buah atau lima ribu rupiah dengan bumbu rujak jambu. Biasanya, semua buah jambu habis terjual dalam waktu singkat.
Namun, pamannya tidak senang dengan hal ini karena merasa bahwa keponakannya menjual buah jambu tanpa memberikan uang kepadanya. Sehingga di malam hari, paman Manik seringkali mengambil semua buah jambu yang akan dijual oleh Manik keesokan harinya. “Ah, mengapa buah jambunya kosong,” gumam Manik dalam hati. Walaupun Manik mengetahui tindakan pamannya, ia tetap merasa bingung dengan sikap yang dilakukan oleh pamannya.
“Baru saja aku ingin menjualnya kepada teman-teman,” kata Manik, memandangi buah jambu yang sudah hilang.
“Oh, saya kira kamu sudah mengambil buahnya,” kata Pak Ida.
“Belum, Pak,” kata Manik, dengan rasa kecewa.
“Tidak apa-apa, kamu bisa memberitahu teman-temanmu bahwa buah jambunya sudah habis,” kata Pak Ida, mencoba menenangkan Manik.
Perasaan Manik pasti terganggu karena pohon jambu yang ia rawat dengan baik hingga tumbuh subur seringkali dipetik oleh pamannya. Terutama ketika pohon jambu tersebut tidak berbuah dan hanya menghasilkan dedaunan yang gugur, paman Manik akan membuat keributan di rumah dan bahkan menyemprotkan pestisida ke pohon jambu. Namun, Manik selalu menyemprotkan air agar pohon jambu kesayangannya tidak mati.
Hari ini, Manik memberitahu teman-temannya bahwa buah jambunya sudah habis karena diborong oleh teman ayahnya. “Mohon maaf teman-teman, jangan datang ke rumahku siang ini ya, karena buah jambunya sudah habis,” kata Manik di depan kelas. Teman-temannya terkejut mendengar berita ini.
“Manik, tidak ada sisa buatku?” tanya Astrid. Pertanyaan serupa juga diajukan oleh yang lain.
“Hm, maaf ya teman-teman,” jawab Manik.
Malam Hari yang Menyedihkan
Lagi dan lagi, Manik menyendiri di rumah. Manik memutuskan untuk bermain di bawah pohon jambu hanya untuk mengisi waktu tanpa tujuan yang jelas. Ia membakar korek kayu, kelakuan yang agak aneh, tetapi Manik merasa bahwa dengan cara ini ia bisa menghibur dirinya sendiri. “Hm... sepertinya itu Paman Wesi sedang mencuci,” gumam Manik tanpa banyak memperhatikan pamannya.
Paman Wesi adalah kakak kandung ayah Manik. Silsilah keluarga mereka adalah Paman Wesi sebagai anak pertama, bapak Manik anak kedua, Tante Ami anak ketiga, dan Paman Siong anak keempat. Paman Wesi adalah tipe orang yang cukup egois dan jarang peduli dengan Manik dan Ade, adiknya Manik. Meskipun bapaknya Manik sering berusaha menjaga dan merawat anaknya dengan baik, hal itu tidak berlaku bagi Paman Wesi.
Manik memandang Paman Wesi yang sibuk membawa ember cucian dan hendak menggantungnya di tali di belakang rumah mereka. Manik berada di tengah-tengah, sementara Paman Wesi berada di belakang rumah. Paman Siong tinggal di depan rumah. Halaman tengah rumah Manik cukup luas untuk bermain.
Manik tahu bahwa Paman Wesi tidak terlalu peduli dengan mereka. Bahkan ketika bapak Manik mencoba menjalin kerjasama untuk menjaga dan mengasuh anak-anak mereka bersama-sama, Paman Wesi tidak menunjukkan rasa peduli yang sama.
Pohon jambu yang Manik lihat mengingatkannya pada saat dia ditinggalkan dan tidak diberi makan sepanjang hari hanya untuk membersihkan halaman dan membantu Paman Wesi membawa barang-barang ke toko. Itulah mengapa ibunya telah memberi tahu Manik untuk menjaga jarak dengan Paman Wesi.
Dari bawah pohon jambu, Manik sesekali melirik Paman Wesi yang sibuk dengan cucian. Meskipun ingin membantu, Manik memutuskan untuk tidak melakukannya malam ini. “Aku ingin membantu, tapi bukan malam ini,” gumam Manik dalam hatinya.
Tengah asyik bermain di bawah pohon jambu, Manik tersenyum dan berkata kepada Paman Wesi, “Jangan usil, Paman. Fokus pada pakaianmu saja!”
Paman Wesi hanya diam dan menoleh ke arah Manik. Manik merasa sedikit kesal melihat sikap acuh Paman Wesi. Manik pun melanjutkan menggambar di tanah, melampiaskan kekesalannya.
Tiba-tiba, Manik merasa ada yang mengetuk punggungnya. “Paman, kenapa kamu usil?” Manik bertanya, menoleh ke arah Paman Wesi yang berada agak jauh di utara, dekat dengan keran air.
Paman Wesi tetap diam.
Manik mencoba untuk mengabaikannya, tetapi lagi-lagi punggungnya terasa disentuh. Kali ini, Manik berpikir bahwa Paman Wesi mungkin saja yang bermain-main dengannya. Dia berputar untuk mengecek, tetapi tidak ada siapapun di dekatnya. Kemudian, dia berpikir bahwa Paman Wesi mungkin memiliki tangan yang sangat panjang dan mencapai punggungnya dari tempatnya berdiri di utara. “Mungkin itu mungkin,” gumam Manik sambil mencoba memahami cara Paman Wesi mencolek punggungnya sebanyak tiga kali.
Namun, Manik memutuskan untuk tidak terlalu memikirkannya dan melanjutkan bermain di bawah pohon jambu. Dia memilih untuk menghibur dirinya sendiri dan menerima kenyataan bahwa tidak ada buah jambu yang bisa dimakan, apalagi untuk dibagikan ke teman-temannya.
Paman Wesi dengan Wujud Menyeramkan
Asyik bermain di bawah pohon jambu, Manik merasa sebuah tangan mencolek punggungnya. Ia segera memandangi Paman Wesi yang berdiri dalam posisi tegak. Ini sudah yang keempat kalinya, tetapi setelah Manik memikirkannya, tidak mungkin seorang manusia memiliki tangan yang begitu panjang. Manik melihat lagi ke arah Paman Wesi, yang saat itu berada di dekat keran air, dan Paman Wesi sedikit menoleh ke arah Manik.
Manik seketika merasa ketakutan dan berlari menuju kamar tidurnya. Nafasnya tersengal-sengal dan tangannya gemetar oleh ketakutan. Wajah Paman Wesi terlihat menyeramkan dalam pandangan singkat Manik.
Di dalam kamar tidurnya, Manik mulai memikirkan, “Lalu, tangan siapa tadi yang mencolek punggungku?” Manik merenung dalam hati. Ia berusaha memejamkan matanya agar bisa tidur dengan cepat, menjaga dirinya tertutup selimut. Meskipun suasana panas di bawah selimut membuatnya sesak napas, Manik tetap takut untuk keluar dari selimutnya.
Dengan perasaan cemas, Manik bertanya-tanya tentang apa yang baru saja dialaminya. Ketika mencoba tertidur, ia merasa sangat takut untuk keluar dari kamar. Nafasnya tersengal-sengal karena panas di bawah selimut, tetapi Manik masih enggan untuk melepaskan selimutnya.
Manik juga merasa geram terhadap kedua orang tuanya karena belum juga pulang meskipun sudah larut malam, kira-kira pukul 10:00 malam.
~ Catatan ~
Setiap kisah dimulai dengan pembukaan, terbentuk perlahan menjadi sebuah makna. Tidak ada yang instan dalam keterbatasan manusia. Namun, tidak ada yang tidak mungkin jika Tuhan menghendakinya; siapapun dapat menjadi apa pun. Terlepas dari segala hal, semuanya akan berlalu perlahan-lahan menuju tujuan.
Kisah-kisah hidup kita adalah jalinan unik dari peristiwa-peristiwa, pengalaman, dan tindakan-tindakan kita sendiri. Semua bagian dari cerita ini terbentuk oleh setiap keputusan dan pilihan yang kita buat. Terlepas dari rintangan yang mungkin kita hadapi, ingatlah bahwa setiap langkah membawa kita lebih dekat ke arah tujuan kita. Tidak ada yang dapat menggantikan proses dan perjalanan ini. Hargailah setiap bab dalam kisah hidup Anda, karena itulah yang membuat Anda menjadi diri Anda yang seutuhnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 31 Episodes
Comments
Agas
Semuanya bahas Manik hahaha... keren thor. Baru baca nih thor🙂 semangat update lagi
2023-09-30
2
Vivi Z
pasti sedih sih kalau aku jadi Manik (:
2023-09-30
4
Vivi Z
kasihan Manik hmmm :(
2023-09-30
3