Manik merasakan emosi yang mendalam saat mengalami pengalaman aneh di Sekolah Mutiara, sebuah lembaga pendidikan untuk anak-anak di bawah usia 12 tahun. Di tempat ini, ia untuk pertama kalinya merasakan ketakutan yang tak terlukiskan ketika berhadapan dengan makhluk aneh. Sekolah ini berdekatan dengan sebuah tempat bernama Dieng, yang dijadikan tempat penyucian oleh Sesor dan masyarakat setempat.
Sekolah Mutiara telah menjadi favorit di wilayah Mandaya-adaya, menjangkau luas masyarakat di Mandaya-adaya Timur dan Mandaya-adaya Selatan. Beberapa bahkan menyeberangi sungai dari Mandaya-adaya Barat untuk bersekolah di Sekolah Mutiara di Mandaya-adaya Selatan.
Mengingat kembali momen emosional Manik, Sesor membawanya masuk ke dalam ingatannya. Saat ini, Manik berada di kelas empat di Sekolah Mutiara, persis sebelum ujian kenaikan kelas dimulai. Bersama teman-temannya, ia melakukan ritual penyucian di Dieng yang terletak di depan sekolah. Dalam hati, Manik berharap belajar semalam penuh akan berbuah hasil yang baik, sambil memohon kepada kekuatan suci yang maha dahsyat.
Manik dan teman-temannya berkonsentrasi pada persiapan ujian pertama yang akan segera dimulai. Pukul 06:00 pagi, mereka sudah berkumpul di halaman sekolah. Selagi menunggu sesi ujian dimulai, seluruh murid menjalani proses penyucian diri sebelum kembali memulai belajar.
Manik mengungkapkan kekhawatirannya kepada Panji, “Apakah kita akan bisa menjawab soal-soal ujian nanti?”
Panji memberikan semangat, “Yang terpenting, kita sudah belajar dengan sungguh-sungguh, Manik.”
Manik menutup wajahnya dengan buku, terlihat sangat lelah. Panji mencoba menghiburnya dengan memberikan permen manis. Tiba-tiba, terdengar suara ribut dari halaman belakang sekolah. Ternyata Bapak Wastika terkejut saat melihat bayangan makhluk aneh berbulu hitam berjalan cepat.
“Pak Wastika melihat makhluk aneh berkaki panjang berwarna hitam yang berlari cepat di sana,” ujar seorang murid yang membantu Pak Wastika berdiri.
Pak Wastika terpeleset hingga kakinya terluka akibat membawa besi tajam. Langit yang masih gelap mengganggu penglihatan manusia. “Mungkin hanya halusinasi, Pak,” celetuk Ibu Dina, salah satu guru, yang bahkan menganggap Pak Wastika lelah sehingga melihat bayangan itu sebagai ilusi.
Pak Wastika kemudian dibawa untuk perawatan medis dan selanjutnya ke rumah sakit terdekat. Kejadian ini menggemparkan semua orang. Namun, ketika mendengar ciri-ciri yang dijelaskan oleh Pak Wastika, Manik merasa bahwa ia juga pernah melihat sosok serupa beberapa hari sebelumnya. “Sosok yang sama seperti yang digambarkan oleh Pak Wastika, sepertinya pernah kulihat,” gumam Manik dalam hati.
Manik masih teringat perkataan Pak Wastika, dan ketakutan merayap saat ia menyadari bahwa sosok tersebut yang sebelumnya ia kira baik, ternyata berpotensi berbahaya.
Panji mengingatkan Manik, “Jangan melamun.”
Manik menjawab, “Aku pikir sosok yang dilihat oleh Pak Wastika itu benar-benar ada.”
Panji bertanya heran, “Apakah manusia dengan kaki panjang seperti itu nyata?”
Manik berpikir, “Mungkin, tapi mengapa dia masuk ke sekolah kita? Apakah mungkin dia memiliki niat jahat, mencoba mencuri sesuatu?”
Bel sekolah berdenting, menandakan dimulainya ujian. Manik menyelesaikan ujian dengan perasaan puas, namun meskipun semua soal sudah dijawab, keraguan tetap menghantuinya. “Apakah jawaban tadi benar, atau banyak yang salah...” gumam Manik dalam hatinya.
Setelah masa ujian berakhir, Manik melanjutkan dengan tugas piket bersih-bersih di sekolah. Pukul 05:00 pagi, para murid sudah berkumpul tepat di belakang patung di taman sekolah. Manik menunggu teman-temannya di dekat gerbang sekolah sambil berdiri di depan patung tersebut. Manik tiba-tiba merasa kepala patung itu bergerak, memicu rasa penasaran yang membuatnya menatap patung itu dengan intens.
Benar saja, kepala patung tersebut bergerak, membuat Manik terdiam, bingung, dan tak bisa berkata-kata. “Manik, ada apa?!” kata Panji yang baru saja tiba, melihat Manik berkeringat dan terpaku pada patung. Manik masih terdiam, membuat Panji semakin khawatir. Sambil menenangkan Manik, Panji menepuk pundaknya dan memberikan air minum yang dibawanya.
“Manik, kamu tadi kenapa?” tanya Panji dengan keprihatinan.
“Hm... Aku tidak tahu, Manik,” terbata-bata Manik menjawab, merasa seperti kepala patung ini bergerak.
“Ah?! Apa kamu yakin tidak salah lihat?” sahut Panji, bingung dan heran.
Manik yang masih terheran-heran dengan peristiwa yang baru saja dialaminya, mulai meragukan kebenaran apa yang telah dilihatnya. “Baru-baru ini, aku sering mengalami banyak kejadian aneh,” gumam Manik dalam hati. Ketika tiba di rumah, dia segera menceritakan kejadian itu kepada bapaknya.
“Pak, tadi di sekolah, Manik melihat sosok hitam yang tinggi dan besar,” ucapnya sambil mencoba menggambarkan sosok tersebut.
“Kapan kamu melihatnya?” tanya Pak Ida.
“Hari Jumat tadi, dan tadi pagi saat piket di sekolah, aku melihat kepala patung dekat pintu gerbang bergerak,” jawab Manik sambil duduk bersama bapaknya.
“Hari Dieng memang waktunya seperti itu, tapi jangan lupa selalu berdoa, agar tidak diganggu oleh makhluk seperti itu lagi,” kata Pak Ida.
“Apakah itu, Pa?” tanya Manik.
“Mungkin saja, itu mungkin makhluk dari dimensi lain yang menampakkan dirinya, tapi biasanya selama Hari Dieng, ada saja yang melihatnya,” jawab Pak Ida.
Wilayah selatan Mandaya-adaya memang terkenal sebagai wilayah yang sakral dan suci. Sebagai orang tua Manik, Pak Ida sering mengingatkan Manik agar tidak berada di luar rumah pada pukul 12:00 siang dan 06:00 sore. “Pastikan kamu tidak keluyuran saat dimensi Peteng, terutama jika tidak ada keperluan mendesak.”
Dimensi Peteng adalah waktu di siang hari dan menjelang malam. Masyarakat wilayah Mandaya-adaya sangat meyakini bahwa keluyuran di antara jam-jam tersebut sangat berbahaya dan bisa membawa musibah. Untuk menghindarinya, usahakan melakukan aktivitas sebelum pukul 12:00 siang dan 06:00 sore.
Untuk pertama kalinya, Manik menyadari bahwa ada dimensi bernama Peteng, tempat mungkin bernaung makhluk yang pernah dilihatnya. Rasa takut dan kecemasan menghantui dirinya ketika mengingat sosok-sosok tersebut, yang begitu menyeramkan dan membuat bulu kuduknya merinding.
Bapaknya telah memberikan peringatan yang tegas, mengingatkan Manik untuk tidak keluyuran pada waktu yang telah ditentukan kecuali ada kepentingan. Ketika Manik belajar kelompok di rumah temannya Astrid, hal yang sama berlaku untuk Panji. Manik memilih melewati gang sempit yang menghubungkan gang utara dengan gang tengah sebagai jalan pintas menuju rumah Astrid, dengan harapan dapat menghemat waktu.
Manik sudah terbiasa belajar bersama Astrid dan Panji, dan pertemanan erat mereka terbentuk di Sekolah Mutiara. Manik sering berbagi cerita dengan Astrid dan Panji saat perjalanan pulang ke rumah Astrid yang melewati gang sempit tadi. “Tadi, rasanya seperti ada seseorang yang mengikuti aku, loh,” ucap Manik, mengakibatkan rasa takut terlintas di hati Astrid dan Panji.
“Aku jadi merasa takut juga,” kata Astrid, merinding. “Apalagi Pak Mustika pernah bilang melihat bayangan hitam itu... seram.”
“Aku juga takut, sejujurnya,” tambah Panji dengan wajah serius. “Meskipun aku percaya, aku takut cerita ini menyebar di sekolah. Bukan karena aku penakut, tapi bayangkan kalau aku yang melihat, mungkin akan lebih seram.”
Manik sering mengalami peristiwa seperti itu dan bahkan melihatnya secara langsung. Hal ini semakin memperkuat keyakinannya terhadap perkataan bapaknya. “Ternyata benar-benar ada makhluk dari dimensi Peteng,” batin Manik.
“Jadi, dimensi Peteng yang kita ceritakan selama ini memang nyata,” ucap Astrid.
“Kita harus tetap berdoa. Jika kita percaya ada dimensi Peteng, maka kita juga harus percaya pada kekuatan Mahakuasa yang suci,” kata Manik.
“Benar,” sahut Panji, meyakinkan Astrid untuk tidak takut. “Inilah mengapa aku jarang membahas hal-hal horor di sekolah. Takutnya kalian semakin ketakutan.”
“Namun, bapakku bilang, 'Makhluk itu penghuni Dieng karena memang hari Dieng, dan karena jaraknya dekat, mungkin saja secara tidak sengaja muncul di sekolah kita. Apalagi dulu sekolah kita menurut Sesor adalah taman bermain.' Jadi, jika kita melihatnya, tidak masalah. Jangan takut, karena itu berasal dari Dieng, bukan dimensi Peteng,” cerita Manik tentang ucapan Pak Ida.
“Pertanyaannya, bagaimana membedakan keduanya?” tanya Panji.
“Sama-sama menyeramkan wujudnya, sepertinya,” kata Astrid.
“Menurutku, jika itu berasal dari dimensi Peteng, maka itu mungkin jahat dan suka usil,” saran Manik. “Selain itu, makhluk dari Dieng mungkin akan melindungi kita.”
“Pak Mustika sampai terluka karena itu,” tambah Astrid.
“Ia bilang Pak Mustika sempat mengucapkan sesuatu yang kurang baik dan acuh tak acuh terhadap mereka. Sekarang dia sudah minta maaf di Dieng,” jelas Manik.
“Dari mana kamu tahu itu, Manik?” tanya Panji.
“Bapakku yang cerita,” jawab Manik.
Ketika Manik menceritakan tentang dimensi Peteng kepada teman-temannya, Panji menyatakan, “Manik, sepertinya kamu memiliki kemampuan batin seperti Sesor.” Namun, Manik merasa ini hanya kebetulan dan menepis perkataan Panji dengan bertanya, “Bukan kah kalian juga merasakannya? Jadi, bukan hanya aku, kan?”
Manik terus bermain dan terbiasa dengan penglihatan batinnya, seolah-olah makhluk tersebut hanya aktivitas manusia biasa yang sibuk dengan urusan mereka. Bahkan ketika bermain bulu tangkis di rumah Astrid yang memiliki pohon besar di depannya, Manik melihat makhluk perempuan berambut panjang berayun di atas. “Mengapa mereka berada di atas sana? Tidak jatuh ke bawah, ya?” gumam Manik dalam hati, tetapi dia tidak terlalu memperhatikan hal tersebut agar teman-temannya tidak merasa takut. Bersama Astrid dan Panji, mereka terus fokus bermain bulu tangkis. “Waktu masih aman untuk bermain, belum sampai pukul 06:00 sore,” pikir Manik dalam hati.
Manik dan Gang Sempit
Manik merasakan sensasi yang aneh ketika harus melewati gang sempit untuk menuju rumah Astrid, yang juga sering dilaluinya untuk pergi ke sekolah. Meskipun terkadang perasaan takut menghantuinya, ia lebih khawatir terlambat ke sekolah daripada harus berhadapan dengan suara-suara aneh yang mungkin terdengar saat melewati gang sempit.
Namun, Manik tidak terlalu memikirkan dilema ini. “Harus berani, kenapa harus takut?” gumam Manik dalam hati. Ketika ia melewati gang sempit untuk berangkat ke sekolah hari ini, ia mendengar suara anak kecil berlari-lari, sehingga ia menoleh ke belakang dan memperhatikan sekeliling, meskipun tak ada siapa-siapa. “Mungkin itu suara dari rumah di sebelah sana,” gumam Manik, sambil memandangi tembok rumah di sebelahnya saat melewati gang sempit.
Gang sempit ini sering kali berlumpur dan berdebu, sehingga ketika hujan, Manik lebih suka mengambil rute yang lebih jauh untuk menghindari pakaian kotor. Namun, jika terlambat, Manik memilih melewati gang sempit dengan berlari agar cepat sampai ke sekolah.
Saat pulang dari sekolah, Manik lebih memilih melewati gang sempit daripada bergabung dengan teman-temannya di Gang Jingga. “Aku akan lewat sini saja,” ucap Manik berpisah dengan teman-temannya.
“Kenapa tidak ikut lewat Gang Jingga, Manik?” tanya teman-teman Manik, mengajaknya bergabung.
“Hehehe... lebih dekat lewat sini,” jawab Manik.
Manik sudah terbiasa memilih gang sempit daripada Gang Jingga yang lebih jauh ke timur.
Tiba-tiba, terdengar suara aneh yang membuat Manik bertanya-tanya. “Suara apa tadi?” gumam Manik dalam hati. Ia menoleh ke kanan dan kiri, lalu melihat ke belakang, mencari tahu apakah ada seseorang yang mengikutinya. “Tidak ada siapa-siapa,” kata Manik setelah memastikan tidak ada orang di belakangnya. Mungkin suara-suara aneh itu hanya karena pukul 12:00 siang, pikirnya, yang membuatnya merasa takut dan cemas.
Manik pun mulai berlari, merasa sedikit cemas dan aneh. Namun, beberapa langkah kemudian, ia mendengar tetangganya tertawa-tawa saat berbincang-bincang dengan riang. “Oh, mungkin suara obrolan mereka tertiup angin, sehingga terdengar aneh. Hahaha...” Manik menggelengkan kepala sambil sedikit tersenyum lega, merasa lebih tenang.
Membaca di Taman Sekolah Mutiara
Saat suasana mendekati kenaikan kelas, Manik menghabiskan waktunya di perpustakaan sekolah untuk meminjam buku bacaan. Pengalaman pertamanya yang mengejutkan membuat Manik mulai menyadari bahwa manusia hidup berdampingan dengan makhluk dari dimensi yang berbeda. Cerita-cerita dari orang tua dan pengalaman yang dialaminya sendiri membuatnya berusaha untuk tidak takut.
Di taman sekolah, Panji dan Astrid mendekati Manik untuk membaca buku yang mereka pinjam dari perpustakaan. “Tahu nggak, waktu ujian, teman kita yang namanya Ita bilang dia melihat bayangan hitam lagi,” ujar Astrid, berbagi kabar yang didengarnya.
Mereka pun saling berbagi pengalaman yang pernah mereka alami. Manik hanya mendengarkan, merasa cemas karena ada sosok di atas mereka. Manik melihat seorang wanita berambut panjang yang sedang mengayunkan kakinya dan memperhatikan mereka. Manik khawatir bahwa sosok tersebut mungkin akan mengganggu teman-temannya. Dalam hati, Manik berdoa dan memohon perlindungan kepada Tuhan agar mereka tidak diganggu oleh sosok itu.
Manik mencoba untuk tidak terlalu memikirkan makhluk yang berada di atas mereka. “Ayo main tepuk kayu ini,” ajak Panji, mencoba mengalihkan perhatian.
Namun, selama bermain, Panji merasa seperti ada yang mengamatinya dari atas. “Aku merasa seperti ada seseorang di atas,” gumam Panji dalam hatinya. Merasa risih, Manik mengajak teman-temannya untuk pindah ke depan kelas.
Mereka melanjutkan bermain bersama di depan kelas sambil menunggu waktu pulang. Manik masih menyimpan cerita ini dalam hatinya, tidak ingin menciptakan kehebohan atau membuat orang-orang berpikir bahwa dia hanya berhalusinasi di pagi itu.
~ Catatan ~
Memahami keberadaan dimensi selain dimensi manusia adalah keyakinan yang mungkin akan dianut oleh mereka yang pernah mengalami pengalaman tersebut. Tidak ada yang salah dengan itu. Manik sendiri meyakini adanya dimensi yang berbeda, tetapi jika Anda masih meragukannya, Anda diundang untuk mengikuti cerita ini dan merasakan pengalaman seru lainnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 31 Episodes
Comments
Agas
ngeri juga ya wkwk
2023-10-04
1
Vivi Z
wajib dikontrak sebagai penulis sama noveltoon wkwkwk rating 5🥳
2023-09-27
1
Agas
semangat author. aku menunggu karyamu
2023-09-25
4