S1 E3 PERAMPOK

Matahari pagi perlahan muncul di langit Jakarta, menerangi setiap sudut kota dengan sinar emas yang lembut. Di kedai kopi yang tenang dan hangat, Bima, Lestari, Dion, dan Naga berkumpul seperti biasa. Bima sebagai pegawai datang lebih awal, kemudian Lestari, Dion dan Naga muncul satu persatu memesan kopi seperti biasanya. Kedai itu masih baru saja buka, belum ada pelanggan lain. Seperti biasa mereka bercanda, membicarakan kehidupan mereka masing-masing. Namun, takdir sedang merentangkan benang-benangnya, dan mereka tak menyadari bahwa hari ini akan menjadi hari yang berbeda.

Tiba-tiba, suasana itu pecah oleh datangnya sekelompok sepuluh orang berpakaian serba hitam dengan wajah tertutup topeng hitam, membawa senjata-senjata mematikan di tangan mereka. Setiap langkah mereka menusuk tanah dengan keras, seolah-olah mereka adalah badai yang datang untuk merusak ketenangan. Mereka membuka pintu dan masuk dengan arogan.

Bima merasakan perubahan dalam atmosfir. Wajah-wajah yang tadinya tertawa dan berbincang-bincang, kini membeku dalam ketakutan. Tapi tak ada yang lebih mencolok daripada ketenangan yang tampaknya melekat pada Naga. Dia duduk di sudut kedai, tampak santai seperti biasa, seolah-olah tak ada yang aneh terjadi.

"Kami mencari Naga Mahesa Santiago. Tunjukkan dimana dia!" teriak salah satu dari mereka dengan suara serak yang teredam oleh topeng hitam.

Naga berdiri mengangkat tangan dengan santai, tak terkejut atau takut oleh situasi yang ada di depannya. Pandangannya mengunci pada Bima, Lestari, dan Dion dengan sejuta makna yang tak terungkapkan.

"Oh, jadi kamu Naga Mahesa Santiago?" ujar pemimpin kelompok dengan nada mengancam.

"Aku Naga Mahesa Santiago. Aku yang kalian cari. Jangan kotori tempat ini." Naga menjawab sambil menunjukan KTPnya dengan tenang, suaranya terdengar lembut di tengah keguncangan yang menyelimuti.

Lestari terlihat sangat ketakuan, dia menangis, "Tolong jangan bawa dia", ucapnya setengah. Dion menutup mulut Lestari "Jangan Tar, aku sudah mengirim sinyal ke polisi dengan program daruratku mereka pasti datang sebentar lagi", kata Dion menenangkan Lestari. Mereka tahu bahwa Naga adalah target perampokan ini, dan terjebak dalam situasi yang jauh di luar kendali mereka.

"Tenang Tar, Dion, Bima, aku pasti baik-baik saja." kata Naga kepada Bima, Lestari, dan Dion dengan tatapan penuh arti. "Jangan sakiti mereka! Mereka tidak ada hubungannya denganku!", ucapnya lagi ke perampok-perampok itu.

Sementara itu, dalam keheningan yang tegang, Bima merasakan sesuatu yang aneh. Ada suara bisikan yang menggelitik telinganya, seolah-olah berasal dari dalam dirinya sendiri. "Sudah waktunya kamu tahu siapa dirimu sebenarnya, Bima," bisik suara itu.

Begitu Bima mendengar suara bisikan itu, sesuatu dalam dirinya meledak. Ia melihat wajah-wajah yang tak terlihat oleh mata orang lain, seperti bayangan di balik nyata. Mata Bima berbinar dengan tekad dan keberanian yang tak pernah ia rasakan sebelumnya. Dia meraih handuk kain di dekatnya dan melingkarkan di tangan kirinya, menggunakannya sebagai perisai yang sederhana.

Dalam sekejap, tangan Bima telah berubah menjadi senjata. Dia meloncat ke depan, mempertaruhkan nyawanya, dan dengan gerakan yang cepat dan tiba-tiba, meluncurkan serangan pertama ke arah salah satu perampok. Handuk yang terlipat rapi tadi meluncur seperti cambuk yang terurai, membelah udara dengan cepat. Perampok itu tak punya kesempatan untuk bereaksi, dan jatuh dengan sakit di lantai.

Dalam sekejap, kisah keberanian Bima menjadi suatu kenyataan yang spektakuler. Dia mengayunkan handuk itu dengan kecepatan dan keahlian yang luar biasa kepada perampok kedua, dia kemudian memberi pukulan, tendangan kepada perampok itu membuatnya terjatuh.

Perampok ketiga mengarahkan pistol ke arah Bima dan menembakkan tembakan ke arah Bima. Bima menangkis semua tembakan dengan tengan kosongnya, peluru itu berjatuhan ke lantai dengan asap yang menggumpal. Lalu Bima maju perlahan dan melompat mengirimkan tendangan ke arah muka perampok ketiga, membuat perampok itu terjatuh kesakitan.

Melihat serangan beruntun dengan kemampuan fisik yang tak terduga membuat perampok-perampok itu berada dalam kebingungan yang total. Kekebalan tubuh Bima mengherankan semua perampok disana.

Lalu perampok ke empat berlari ke arah Bima "Bajingan!", teriaknya sambil melepaskan pukulan tajam ke arah muka Bima. Tiba-tiba Bima dengan kecepatan luar biasa mengelak dari pukulan itu dan mendorong perampok itu dari belakang dengan pukulannya hingga terjatuh.

Sementara itu, Naga menyaksikan aksi Bima dengan mata terbelalak kagum. Dia tak pernah menduga bahwa Bima memiliki kemampuan seperti ini. Lestari dan Dion, yang awalnya cemas, merasa sedikit lega melihat perlawanan sengit yang diberikan Bima.

Namun, situasi menjadi lebih rumit ketika pemimpin perampok berhasil mendapatkan kendali atas situasi. Dia menarik keluar pistolnya dan mengarahkannya ke arah Naga. "Jangan bergerak, Santiago! Kau tahu apa yang kami inginkan," ancamnya.

Naga tetap tenang, tapi wajahnya mengisyaratkan ketidakpuasan. Dia tahu bahwa takdirnya telah menciptakan situasi ini, dan ia siap menghadapinya.

Dengan kecepatan yang diluar batas Bima melompat terbang melepaskan tendangan ke arah pimpinan perampok itu, tendangan itu mendarat dengan pasti dan keras ke arah mukanya sehingga pistol itu terlepas dari tangan pimpinan perampok itu dan terjatuh ke lantai.

Namun, tiba-tiba, suara sirine polisi memecah kesunyian. Gerombolan The Silent menjadi panik. Mereka merasa terjebak dalam jebakan yang tak terduga. Dalam kepanikan, mereka berlarian membantu rekan-rekannya yang sudah terjatuh, menopang tubuh-tubuh mereka yang kesakitan dan berlarian menuju pintu dan meninggalkan kedai kopi dengan cepat.

Bima tetap berdiri dengan napas tersengal-sengal, penuh keringat dan rasa kemenangan. Senyuman lega menghiasi wajahnya. Sementara pandangan wajahnya mengarah menuju kedua tangannya, seperti tak percaya apa yang baru saja terjadi dengan dirinya. "Apa yang terjadi? Kekuatan apa ini?", tanya Bima dalam hari.

Lestari dan Dion juga menghela nafas lega, merasa terbebas dari ancaman perampok yang mendebarkan.

Naga mendekati Bima dengan tatapan yang penuh penghargaan. "Bim, makasih ya. Tenang aku yang bakal ganti semua kerusakannya" katanya sambil tersenyum. Meski dalam hatinya terus berputar pertanyaan "Siapa Bima sebenarnya? Kekuatan apa itu? Peluru itu tidak menembus kulitnya?", ucap Naga dalam hati. Bima yang masih terdiam terkaget, mengangguk, dan tersenyum.

"Syukurlah kita baik-baik saja," kata Lestari dengan suara gemetar, masih terguncang oleh peristiwa tadi.

"Bim kamu hebat," ujar Dion, menghargai tindakan heroik Bima. Sementara itu polisi datang menanyakan apa yang barusan terjadi, dan mereka memberikan informasi tentang The Silent yang baru saja hampir membawa Naga.

Namun, Bima merasa ada yang telah terbuka di dalam dirinya. Ia merasakan bahwa suara bisikan tadi adalah panggilan untuk lebih banyak lagi. Panggilan untuk menemukan dirinya yang sebenarnya dan memahami kekuatan yang tersembunyi di dalamnya.

Di sudut kecil kedai kopi yang penuh kenangan, mereka merayakan kemenangan kecil mereka dan merasakan benang takdir yang mengikat persahabatan mereka semakin erat. Kehidupan mereka mungkin telah berubah, tetapi mereka tahu bahwa bersama-sama, mereka siap menghadapi segala hal yang datang di masa depan.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!