Wirapati
Sebuah Kelahiran
Di suatu malam yang kelam, ketika hujan menari-nari di atas genting dan menghentakkan nyanyian kehancuran, Bima Wira Wijaya lahir. Namun, cahaya harapan yang seharusnya menyinari kelahirannya terbelah oleh kegelapan. Ibu yang berjuang memberinya nafas pertama berpulang dengan lembutnya. Dalam dekap ayahnya, dia tumbuh dengan cerita tentang seorang ibu yang memberikan hidupnya untuk mempertahankan kehidupannya.
Empat tahun berlalu, hujan masih sering menari, dan Bima mulai mengerti arti kehilangan. Ayahnya, seorang polisi yang selalu menjanjikan keselamatan, pergi dalam sebuah tugas yang tak pernah bisa diberitahukan tentang akhirnya. Dia hanya menyisakan ingatan kabur tentang wajah pria berani itu, yang wajahnya tak lagi bisa dilihat oleh mata bocah itu.
Langkah di Panti Asuhan
Dari penerangan redup sebuah lampu, Bima bangkit pada setiap pagi. Pakaian lusuh yang dikenakannya tak mampu menyembunyikan keberanian yang semakin meresap dalam dirinya. Kehidupannya di panti asuhan adalah bukti tentang kegigihan manusia untuk tetap tegar dalam kondisi yang keras.
Bima merapikan pakaiannya dan mengepulkan napas. Dia melewati lorong-lorong yang hening, meraba-raba suasana yang seakan mencerminkan kehidupannya yang tak pernah bercahaya. Ruangan panti itu, dengan dinding yang sedikit luntur dan lantai yang kusam, adalah rumahnya yang tak pernah nyaman. Namun, dalam kesederhanaannya, ia belajar tentang nilai-nilai penting seperti kerja keras, kesabaran, dan solidaritas.
"Ayo baris yang rapi!," teriak seorang suster yang berjaga di hari itu. Sedang anak-anak berbaris demi mendapatkan makanan yang layak.
Setiap langkah yang diambil Bima mengandung jejak kesedihan yang menghanyutkannya dalam kenangan-kenangan yang tak pernah bisa dia lupakan. Saat tidur, dia sering terjaga oleh mimpi yang berubah menjadi kenangan, tentang ibunya yang tak pernah dikenalnya dan ayahnya yang lenyap begitu saja. Momen-momen itu seperti hantu yang menghantui, merasuki pikiran dan hatinya.
"Bim, kamu sudah gede ya sekarang! Maaf ya Bim, ibu gak bisa nemenin kamu.", ucap Ibunya sambil memeluknya dalam bayang-bayang mimpinya.
"Bim, kamu anak yang kuat, kamu harus jadi orang yang baik ya!", pesan ayahnya dalam mimpinya. Semua mimpi-mimpi itu terasa sangat nyala baginya, dan Bima percaya bahwa mimpi itu nyata. Walaupun hanya sebatas mimpi tetapi Bima sangat merindukan sosok ibu dan ayahnya. Sepeninggal ayahnya Bima selalu menyimpan benda peninggalan mereka, sebuah kotak tua yang lusuh berisi kenangan yang sangat berharga baginya.
Dion
Tapi di antara peluh dan air mata masa kecilnya, Bima beranjak dewasa dan menemukan sahabat sejati di SMA. Dion Putratama, pemuda keturunan chinese, rambutnya hitam pendek, berkacamata, jenius dan memiliki senyum yang ramah, selalu membawa laptop kecil di sisinya. Bima terkesima dengan kemampuan Dion di bidang IT yang tak pernah ia kenal sebelumnya. "Hei, Bim! Lihat, aku baru aja bikin program yang bisa menggambar gambar apa pun hanya dengan kata-kata!" Dion menjelaskan sambil menunjukkan laptopnya kepada Bima. Dion dikenal sebagai anak jenius di sekolahnya. Dia selalu cepat dalam belajar dan selalu mendapat nilai paling tinggi. Dion adalah sahabat terdekat Bima.
Pertemuan awal mereka tidaklah baik. Karena Dion adalah siswa pindahan dari SMA lain, Dion mendapatkan bully dari teman-teman sekelasnya pada awal masuk sekolah.
"Eh ada bocah baru nih, bisa kali bagi duit!", bentak Faris si tukang bully sambil menarik kemeja seragam Dion ke atas. Sementara Bima langsung datang dan menghajar Faris dengan pukulan keras hingga Faris tak sadarkan diri. Peristiwa itu berujung pada dipanggilnya Bima ke kepala sekolah.
Bima datang ke kantor kepala sekolah, duduk di depan meja dengan kepala tertunduk. "Maaf pak, Bima cuma nolongin Dion", ucap Bima.
"Jadi gini Bim, bapak udah berkali-kali ngingetin kamu buat gak berantem lagi. Ini udah ke sepuluh kali kamu berantem, dan semua lawanmu kau buat pingsan. Bapak udah nggak bisa nolongin kamu lagi Bim, kalau orang tua Faris dateng dan nuntut sekolah terpaksa Bapak harus keluarin kamu dari sekolah ini.", kata Pak Tio, kepala sekolah.
Sementara terdengar langkah lari sepatu tergesa-gesa dari arah luar, dan tiba-tiba Dion muncul membuka pintu ruangan itu. "Maaf Pak, Dion yang salah. Tolong jangan keluarkan Bima dari sekolah ini, dia sudah menolongku. Seharusnya aku yang harusnya bisa membela diri. Sekali lagi maaf Pak, saya mohon jangan keluarkan Bima Pak", ucap Dion di hadapan Pak Tio dan Bima sambil menunduk.
"Dion, kamu murid baru kan? Bener yang kamu bilang tadi? Kamu gak diancam kan sama Bima?", tanya Pak Tio.
" Bener Pak, Dion jujur Bima gak pernah ngancam aku Pak. Justru Bima bantuin aku Pak", jawab Dion dengan tatapan serius.
"Oke, kalo kasusnya kayak gini Bapak percaya. Bima kamu gak jadi Bapak keluarkan, tapi kalau orang tua Faris menuntut sekolah ini, Dion, Bapak minta tolong kamu harus mau bersaksi", jawab Pak Tio lagi.
"Siap Pak", jawab Dion.
"Makasih Pak, Makasih Dion, kamu udah jujur", kata Bima sambil tersenyum. Pertemuan singkat itu sangat berkesan bagi mereka berdua. Mereka menjadi sahabat sejati.
Lestari
Dan ada juga Lestari Sarasvati, gadis berambut panjang lurus, berwajah lembut dengan mata yang selalu berbinar. Dia melihat dunia dengan rasa ingin tahu yang tinggi, dan tak jarang, ia meminta Bima untuk membaca buku-buku yang ia bawa dari perpustakaan. "Bim, baca ini deh, aku pengen tau prespektif kamu soal buku ini" tanyanya dengan suara lembut, sambil menunjuk buku berjudul "Artefak Tak Dikenal" di tangannya.
"Buku tentang penemuan lagi?", tanya Bima.
"Yang ini beda Bim, artefak-artefak ini belum diketahui asal-usulnya dari mana, bahkan ada yang menyebut artefak ini datang dari peradaban kuno dengan teknologi yang sudah jauh lebih maju dari kita."
"Hmm, menarik", ucap Bima sambil membuka buku yang penuh dengan gambar-gambar artefak kuno. Tapi Bima sedikit terdiam melihat satu artefak batu kristal yang mempunyai simbol tidak asing baginya. Simbol ini ada di sebuah kalung peninggalan turun temurun dari ayahnya. Kalung itu selalu ia pakai. "Simbol ini?! Kayaknya aku pernah lihat simbol ini sebelumnya", kata Bima dalam hati terdiam sejenak tangannya meraih kalungnya dan memegangnya erat dalam genggaman. Lestari lanjut bertanya, "Woy Bim? Kok diem?", sambil menepuk pundak Bima.
Lanjut Bima "Ehh gak kok, Oke Tar nanti aku baca bukunya", lalu ia menutup buku itu dan membawanya pulang.
Naga
Tak kalah pentingnya sosok Naga Mahesa Santiago, bocah dengan senyuman abadi yang selalu tampak ceria. Naga adalah anak tunggal seorang pengusaha sukses Franky Mahesa Santiago, perusahaan Santiago Industries sudah ada secara turun temurun sejak 100 tahun yang lalu. Meskipun terlihat ceria tetapi Naga menyimpan banyak kesedihan, orang tuanya terlalu sibuk untuk mengurus bisnis keluarganya, dan selalu menuntut Naga untuk menuruti setiap kemauan orang tuanya. Yaitu sebagai satu-satunya pewaris bisnis keluarga. Meski Naga lahir dari keluarga yang sangat kaya, Naga selalu memakai pakaian sederhana setiap kali pergi keluar bersama teman-temannya. Penampilannya tak mencerminkan dirinya adalah anak seorang pengusaha sukses. Naga adalah seorang yang paling misterius daripada yang lain.
"Bim, besok jadi kan rencana jalan-jalan kita? Dion sama Lestari juga ikut kok.", tanya Naga
"Mmm, jadi kok, tapi kantongku lagi kosong", jawab Bima.
"Tenang, aku yang traktir", jawab Naga dengan senyuman. Bimapun tersenyum menjawab, "Thank you Ga".
Namun, di balik semua senyum dan tawa, Bima dan Naga memiliki persamaan. Ada banyak momen sedih yang Bima dan Naga sembunyikan. Mereka sering tak bisa menahan air mata saat melihat keluarga lain yang datang menjemput anak-anak dari sekolahnya. Mereka melihat anak-anak lain yang tertawa riang, berangkulan dengan ibu dan ayah mereka. Bima dan Naga hanya bisa berdiri di samping jendela, menyaksikan dengan hati yang hampa.
Di balik ceria teman-temannya, di antara senyum yang mereka bawa, Bima dan Naga menyimpan kesedihan yang mungkin takkan pernah hilang, meskipun mereka tak pernah menceritakan kepada siapa pun.
Persahabatan Bima, Dion, Lestari dan Naga masih berlanjut meskipun mereka sudah jadi dewasa. Setelah mereka lulus dari sekolah SMA, Dion, Lestari dan Naga melanjutkan kuliah sedang Bima bekerja di sebuah kedai kopi sebagai barista.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 30 Episodes
Comments
Septichan16_Canon
semangat
2024-02-10
0
yuki agustriani
bagus 👍👍
2023-09-16
1