'Aku tidak apa-apa.'
Empat kata yang tertulis di dalam pesan dari Binar. Di bawahnya, disertai emoticon senyum sebanyak tiga.
Sekilas, memang tampak biasa. Namun, tidak bagi Channing yang sudah mengenal semua sifat dan kebiasaan Binar.
Binar adalah gadis ceria yang cukup cerewet. Sedikit saja ia merasa kesal, pasti sudah banyak kalimat yang meluncur dari bibirnya. Apalagi jika marah, tak ada sedetik pun diamnya. Terus bicara dan menggerutu melampiaskan emosi. Tidak akan berhenti sebelum terpenuhi apa yang dia mau.
"Kamu nggak pernah kayak gini, Bin. Apa segitu kecewanya kamu sama penolakanku tadi?" batin Channing sambil memandangi layar ponselnya.
Karena tak ada tulisan yang tepat untuk menjabarkan kecemasannya saat ini, Channing memilih untuk menekan icon 'telepon'. Satu detik, dua detik, tidak ada jawaban. Malah sesaat kemudian, nomor Binar tidak aktif lagi.
Kemudian, dengan berat hati Channing meletakkan kembali ponselnya. Lantas, mulai merebahkan diri di atas ranjang.
"Besok pagi aja, aku akan bicara baik-baik dengannya," ucap Channing dengan pelan.
_______
Jarum jam baru menunjukkan pukul setengah tujuh pagi, tetapi Channing sudah rapi dalam pakaian kuliahnya. Ya, dia tetap meneruskan pendidikan di samping membantu pekerjaan sang ayah. Gelar sarjana saja belum cukup, Channing masih menginginkan gelar doktor atau minimal magister.
Walau sudah rapi, tetapi Channing tak langsung turun ke lantai bawah. Dia terlebih dahulu berhenti di depan kamar Binar dan mengetuknya sembari berulang kali memanggil pemilik kamar.
Namun, tidak ada respon sampai beberapa saat berlalu. Malah kemudian, Axel yang keluar dari kamarnya sendiri.
"Nyari Kak Binar?" tanya Axel.
Channing mengangguk.
"Kak Binar udah turun dari tadi, dari aku belum mandi." Jawaban Axel membuat Channing terkejut, karena tak biasanya Binar rapi sepagi itu.
Sebelumnya, sering kali Channing sampai ngomel panjang agar Binar sedikit lebih cepat. Hari ini ... benar-benar berbeda.
"Habis bertengkar ya sama Kak Binar?" tanya Axel dengan tatapan yang menelisik.
"Nggak kok. Cuma ... aku lupa kalau semalam udah janjian mau berangkat pagi," kilah Channing.
Lantas, keduanya pun turun bersama-sama. Ternyata, Binar sudah duduk manis di ruang makan, menikmati sepotong roti panggang dan segelas cokelat hangat.
"Ma, aku berangkat dulu ya!" Binar langsung bangkit ketika Channing baru duduk di hadapannya. Cokelat hangat yang masih setengah, bergegas diteguk hingga tandas. Sedangkan sisa roti dilahap dalam sekali suap. Tampak jelas jika ia terburu-buru.
"Bin___"
"Aku ada janji dengan Shisi, maaf ya lupa ngomong sama Kakak," pungkas Binar tanpa menatap Channing.
Kendrick dan Athena masih menganggap itu wajar, namun tidak dengan Axel. Dia menatap punggung Binar yang makin menjauh sambil menerka apa gerangan yang terjadi dengan dua kakaknya. Jawaban yang berbeda sudah membuatnya paham bahwa ada masalah di antara mereka.
Sementara itu, Channing sangat tidak tenang menyantap sarapannya. Pikirannya terus tertuju kepada Binar, yang ia yakini masih menyimpan marah dan kecewa. Kendati begitu, ia tak bisa terlalu buru-buru, dari pada orang tuanya curiga nanti.
Setelah selesai menghabiskan sarapan, Channing cepat-cepat berangkat dengan menggunakan mobil miliknya. Ia lajukan dengan kecepatan tinggi menuju kampus Binar, yang kebetulan jaraknya tidak begitu jauh dengan kampusnya sendiri.
Namun, meski terkadang ia tidak ada kelas pun, juga tetap aktif datang ke sana. Apalagi kalau bukan untuk mengantar Binar. Bahkan saat ia ke kantor, hal itu tetap dia lakukan, walaupun jarak kantor dengan kampus tidaklah searah.
Tak lama kemudian, Channing tiba juga di kampus Binar. Suasana belum terlalu ramai, jadi tak sulit bagi Channing untuk mencari adiknya, yang kebetulan masih duduk santai di halaman. Sendirian. Tidak ada Shisi di sampingnya.
"Bin!" panggil Channing.
Binar menoleh dan mendapati sang kakak sudah berdiri di depannya. Namun, tak ada senyuman atau sapaan yang keluar dari bibirnya. Sekadar diam dan memasang wajah datar.
"Kita perlu bicara, Bin," ucap Channing lagi.
"Bicara apa?" Selain datar, jawaban Binar juga terkesan dingin.
"Aku___"
Belum sempat Channing meneruskan kalimatnya, tiba-tiba ada seorang gadis yang memanggilnya dari belakang.
"Beb, kamu di sini?"
Bukan hanya Channing saja yang menoleh, melainkan Binar juga. Lantas, matanya berubah nanar ketika disuguhi sosok gadis cantik nan anggun yang menghampiri Channing sambil memamerkan senyum manis.
Laurent, itulah nama yang Binar kenal selama ini. Dia adalah mahasiswi D3 jurusan Ilmu Komunikasi. Meski tidak seangkatan dan tidak satu jurusan, tetapi Binar tahu dia karena memang popular. Cantik, baik hati, dan cerdas, tiga hal yang sangat menonjol dalam diri Laurent, yang membuat dia menjadi primadona kampus.
Perlahan, hati Binar terasa sesak. Ternyata ... dialah pacar yang dimaksud Channing semalam. Gadis yang satu kampus dengannya.
Ahh, jangan-jangan selama ini selalu mengantarnya bukan karena peduli padanya, tetapi ... karena Laurent.
"Abis ngantar Binar, ya?" Laurent kembali bicara, terdengar memuakkan di telinga Binar. Sayangnya, tidak ada alasan bagi dia untuk marah.
"Iya," jawab Channing.
Mendengar jawaban itu, Binar berpaling. Sesak di dada kian terasa.
"Demi menutupi masalah kita, kamu sampai bohong. Segitu nggak maunya ya membuat dia khawatir? Kamu tega, Kak," batin Binar sambil menggigit bibir.
Bersambung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 51 Episodes
Comments
Kendarsih Keken
kamu bisa Bin , lupakan Chaning lupakan rasa cinta mu
lelaki bukan hanya Chaning Bin move on Bin
2023-09-11
2
Aisyah farhana
nyelekit yahh kalo kaya gitu berasa dihianati
2023-09-11
1
Dian Rahmawati
Binar menjauh aja dari Chaning
2023-09-11
1