Anderson telah tiba di rumahnya dan langsung memarkirkan mobil di garasi. Bangunan besar berlantai tiga namun terlihat suram dengan halaman yang luas yang dipenuhi dengan bunga-bunga yang telah layu, serta pohon-pohon hias yang telah kering dan mati. Semenjak kepergian sang istri dan calon buah hatinya yang sangat dia cinta, dunia Anderson seakan runtuh. Hal itu membuatnya berubah menjadi sosok yang pendiam dan dingin.
Ia berjalan menuju kamar dan meletakan tas di atas meja, kemudian melangkah ke kamar mandi untuk membersihkan dirinya. Setelah kurang lebih tiga puluh menit, ia keluar dari sana, mengeringkan tubuh dan rambutnya dan berbaring diatas tempat ranjang.
Matanya melihat ke arah langit-langit kamar.
Pikiran Anderson mengingat pertemuannya dengan gadis mungil itu. Enora. Ia tersenyum tipis mengingat perlakuan Enora kepadanya.
“Anak yang imut,” gumamnya.
Tapi entah menapa, pertemuan itu seperti déjà vu. Pertemuan yang sama persis seperti ia bertemu dengan sang istri untuk pertama kali. Ditempat yang sama dan acara tahunan yang sama pula.
...❤️❤️❤️...
14 Februari 2006
Anderson keluar dari rumah megah milik orang tuanya dengan perasaan kesal. Orang tuanya terus memaksa menjodohkan dirinya dengan wanita yang tak ia kenal. Padahal ia ingin memilih sendiri wanitanya dan menikah dengan wanita yang ia cintai.
Ia masuk ke dalam mobil dan pergi dari sana, melaju tanpa arah.
Sore itu, jalanan sangat ramai membuatnya semakin kesal karena terjebak macet, alhasil harus memilih jalan lain. Jalan yang ia pilih menuju jembatan panjang yang akan membawanya ke desa Roszia. Ia pun ingat bahwa di desa itu selalu mengadakan festival seni tahunan untuk merayakan hari kasih sayang. Karena hal itulah ia memutuskan untuk pergi ke sana sekaligus menghilangkan kekesalannya.
Sesampainya disana, ia memarkirkan mobil dan berjalan masuk bergabung dengan kerumunan orang sambil melihat-lihat isi pondok para seniman.
Setiap pondok memiliki keunikan dan seninya masing-masing. Dari lukisan, patung, alat musik tradisional hinggan internasional dan masih banyak karya seniman lainnya. Mereka menyesuaikan dengan tema hari kasih sayang ini. Bahkan ada beberapa atraksi yang dilakukan orang-orang untuk menarik perhatian mereka, tak lupa juga mascot-mascot kelinci berwarna putih dan merah muda yang berjalan sambil menyapa anak-anak kecil.
Walau seni bukanlah hal yang ia sukai, namun disini ia bisa menjernihkan pikirannya.
Setelah berjalan mengitari tempat itu, Anderson memilih untuk istirahat di bawah sebuah pohon sambil menikmati tiupan lembutnya angin.
“Kamu gak tertarik sama seni, ya?” tebak seorang gadis yang tiba-tiba mengejutkannya dari balik pohon.
Pria itu nyaris melompat karena terkejut dan menatap tajam gadis itu, namun dalam beberapa detik saja matanya membulat seakan terkesima.
Cantik, batinnya.
“O-oh sorry, aku gak nyangka kalo kamu bakal se-kaget itu,” ujarnya sedikit merasa bersalah.
Anderson tetap diam menatap gadis itu.
“Hm.. aku cuma mau kasih ini kok,”
Ia memberikan sebuah gantungan kunci berbentuk serigala yang terbuat dari kayu kepada Anderson. “Aku yang buat sendiri."
” Dari mana kamu tahu?” tanya Anderson penasaran.
"Tau apa?” gadis itu balik bertanya.
"Kalau aku nggak tertarik sama seni,”
“Oh, itu karena kamu kelihatan biasa aja waktu leawt patung-patung buatan aku. Padahal yang oain tertarik, lho."
Untuk kali kedua Anderson terkesima dengan gadis didepannya. Sungguh ia sedikit tidak percaya dengan apa yang ia dengar.
“Kamu yang buat patung-patung itu?”
Gadis cantik itu menganggukkan kepalanya sambil tersenyum.
“Sendiri?”
Ia kembali mengangguk dengan bangga.
“Dengan tangan itu?”
"Iya, dong,”
“Aku nggak percaya,” balas pria itu cepat.
Seketika wajah bangga dan ceria perempuan itu berubah kesal. Melihat wajahnya Anderson mengulum bibirnya agar tidak tertawa.
‘Imut’ batin Anderson.
“Nama kamu siapa?” tanya Anderson.
“Alora.”
"Aku Anderson,” ucap Anderson sambil mengulurkan tangan dan dan Alora menjabat tangannya.
“Terima kasih atas hadiah jeleknya,” ejek Anderson.
Tak terima dengan ucapan pria itu Alora meremas kuat tangan Anderson hingga membuatnya kesakitan.
“A-aduh, aduh, cuma bercanda, kok, demi Tuhan cuma bercanda, maaf, maaf,” ampun pria itu.
Alora melepaskan genggamannya dengan rasa kesal. Awalnya, ia melihat Anderson yang sendiri di hari kasih sayang ini dan ia berinisiatif untuk mengajaknya berkenalan dan berbincang agar pria itu tak merasa sendiri. Namun yang ia dapat malah sebaliknya dari apa yang ia pikirkan.
“Padahal baru kenalan, udah main kekerasan aja," cibir Anderson sambil mengusap pelan jemarinya.
“Kamu tahu alasannya!” seru Alora.
Anderson tersenyum. Baru pertama kali ia bertemu dengan orang yang seperti Alora. Entah mengapa dia senang.
“Kenapa kamu temui aku? Bukannya tadi bilang kalo punya kamu punya pondok?” tanya Anderson.
“Aku lihat kamu sendiri dan aku pikir, kamu lagi ngalamin hari yang buruk karena wajah kamu keliatan gak semangat sama sekali. Jadi aku kasih hadiah biar kamu kembali semangat, eh taunya aku yang kesal,” ucap Alora. “Dan pondoknya udah aku tutup. Lagi pula hari ini, hari terakhir festival."
“Bukannya hari ini puncaknya? Kenapa tutup lebih awal? Katanya ada pesta kembang api malam ini."
“Aku udah janji sama orang tua aku untuk pulang lebih awal.”
Anderson hanya mengangguk-anggukan kepalanya.
“Kalau begitu aku pamit, ya, semoga harimu menyenangkan,” ujar gadis itu dan pergi meninggalkan Anderson.
...💗💗💗...
Satu minggu setelah hari festival itu berlalu, kini Anderson berada dirumah calon pasangannya. Tentu saja perjodohan yang Tuan Mordekhai dan istrinya,—orang tua Anderson—rencanakan tidak bisa ia tolak. Walaupun pria itu berusaha menolak namun kedua orang tuanya tetap melanjutkan perjodohan ini. Ada rasa kesal yang amat sangat terhadap orang tuanya, namun kali ini ia tidak bisa membantah karena didukung langsung oleh sang kakek.
Sudah hampir sekitar setengah jam keluarganya dan keluarga Tuan Abraham berbincang, namun perempuan yang akan menjadi calon Anderson belum juga tiba.
“Maafkan anak perempuan kami telah membuat Anda semua menunggu,” ujar Diana Abraham, tidak enak hati.
“Tidak masalah Nyonya Abraham, pasti calon menantuku sedang gugup sekarang,” balas Rose Mordekhai, sontak membuat semua tertawa.
Tak lama kemudian sang perempuan yang akan menjadi pasangan Anderson pun keluar menuruni tangga. Gadis cantik dengan gaun putih panjang yang anggun nan sopan, tak lupa juga senyumnya yang manis membuat semuanya ikut terpanah melihatnya. Namun kedua pasangan yang akan dijodohkan kaget saat mengetahui pasangan mereka masing-masing.
“Alora?”
“Anderson?” panggil Anderson dan Alora secara bersamaan.
Anderson tidak menyangka yang akan jadi pasangannya yaitu gadis cantik yang ia temui di festival satu minggu lalu. Begitupun sebaliknya.
“Kalian udah saling kenal?” tanya Hermansya Mordekhai.
“Kami pernah bertemu sebelumnya, Tuan Mordekhai," jawab Alora.
“Duduklah di sini Alora,” panggil Anjaya Abraham—ayah Alora—untuk duduk disampingnya.
“Oh begitu rupanya, baguslah jika kalian sudah saling kenal, agar kalian berdua tidak terlalu canggung,” ujar ayah Anderson.
Mereka pun mulai berbincang-bincang dan membahas mengenai perjodohan kedua pasangan itu. Walaupun awalnya dia kesal dengan perjodohan itu, namun entah kenapa Anderson sangat senang saat mengetahui jika wanitanya itu adalah Alora.
...❤️❤️❤️...
Anderson mengingat kembali pertemuannya dengan cintanya. Ia hanya bisa mengenang kenangan dan merindukan Alora. Baginya wanita cantiknya itu tidak bisa tergantikan dengan yang lain.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 33 Episodes
Comments
jeesomoody_
"dengan cintanya" beehh melt ni hati/Kiss/
2024-04-25
1
Tara
kalo jodoh kaga kemana ya cuy...🥰🤗🫣🫢😅😱👍🧖
2024-04-24
3