our sunshine - bab 03

Bel telah berbunyi sekitar 7 menit yang lalu, menandakan berakhirnya waktu sekolah. Terdengar bagai nyanyian yang melambangkan kebebasan bagi para siswa sehingga mengundang seruan gembira. Para guru juga tentunya sudah terbiasa dengan kelakuan para siswa yang seperti itu, mereka juga pernah muda dan mengalami hal serupa tentu saja.

Motor-motor yang awalnya memenuhi lahan parkir sekolah kini telah berkurang, menandakan sang pemilik yang sepertinya ingin segera pulang atau keluar dari lingkungan sekolah.

Waktu tengah hari seakan mewajarkan suhu panas yang memenuhi atmosfer. Mengundang bulir-bulir keringat untuk bermunculan di kening dan pelipis setiap orang. Beberapa orang pun menggerakkan tangan mereka untuk mendapatkan sedikit angin sejuk dari kibasannya.

"Gosh, panas banget! Gue gak kuat kalau gini. Jemputan gue lama banget lagi." Auri berseru dengan suara heboh. Tangannya yang terdapat sampul buku-yang entah didapatnya dari mana-sibuk mengipasi wajahnya yang terdapat bulir-bulir keringat.

"Liat aja kalau gue udah tujuh belas, langsung tancap gas gue buat pulang." Ia berimbuh dengan berapi-api.

"Gue gak ngerti daya tarik apa yang dipunya Auri sampe gue mau temenan lama sama dia." Elva berujar dengan nada pelan. Ia yang duduk di samping Rysan membuat gadis itu bisa mendengar suaranya. Kekehan kecil tanpa sadar keluar dari mulutnya karena itu.

Elva dan kembarannya-Selva, serta Auri memang sudah berteman sejak tahun pertama mereka di SMP. Kepribadian mereka bertiga yang berbeda satu sama lain terkadang membuat beberapa orang bertanya-tanya bagaimana hubungan pertemanan terjalin di antara mereka.

"Oh, jemputan gue sama Selva udah datang." Elva kembali bersuara ketika mobil hitam berhenti di depan gerbang. "See ya!"

Selva mengikuti jejak sang kembaran. Pamit dan menyerukan sampai jumpa, disertai lambaian tangan singkat, ia melangkah dengan cepat ke mobil itu dan masuk.

Setelah kepergian dua kembaran itu, hening menyelimuti ketiga orang yang tersisa.

Auri tidak lagi berseru heboh akan panasnya cuaca hari ini. Netranya sibuk menatap ponsel yang ada dalam genggaman. Lalu, di sampingnya ada Lyra yang sedari tadi hanya diam di tempatnya. Hanya sesekali melihat ke arah gerbang kemudian jam yang melingkari pergelangan tangannya.

"Lyra, lo pulangnya dijemput atau pake ojol lagi?" Rysan memecah keheningan dengan melontarkan tanya kepada gadis di samping Auri.

"Gue dijemput hari ini," jawabnya dengan sedikit kikuk. Rysan membulatkan bibirnya sambil mengangguk kecil.

Memang di antara mereka berlima, Lyra-lah yang belum terlalu terbuka saat bersama. Gadis itu cukup pendiam, tetapi bisa juga banyak bicara ketika topik pembicaraan merupakan kesukaannya.

Tidak lama setelahnya sebuah motor besar yang dikendarai seorang laki-laki berhenti di depan gerbang. Seragamnya yang berbeda dengan yang dipakai Rysan dan teman-temannya, membuat mereka sadar kalau laki-laki itu tidak berada di sekolah yang sama dengan mereka.

"Oh, itu jemputan gue. Gue duluan ya, bye!" Tidak menunggu balasan dari Auri ataupun Rysan, gadis itu melenggang pergi dengan cepat.

Di tempat masing-masing, kedua gadis yang ditinggalkan Lyra hanya terdiam sambil melihat teman mereka hingga hilang dari pandangan.

"Gue tebak, itu pasti pacarnya Lyra." Auri berceletuk secara tiba-tiba. Mau tidak mau membuat Rysan menoleh padanya.

"Kalau bukan?"

"Kalau bukan berarti itu gebetannya," ucap Auri dengan yakin.

"Kalau bukan juga? Kan, bisa aja itu kakaknya Lyra."

"No, no, no. Gue inget dengan jelas kalau kakaknya Lyra cuma cewek dan sekarang lagi kuliah di Aussie dengan beasiswanya. Kalaupun sepupu, gak mungkin yang sekolahnya di Bogor mau jauh-jauh ke sini cuma buat nganter pulang." Auri melontarkan argumennya panjang lebar. Jiwa stalker-nya telah meronta-ronta sejak motor besar laki-laki itu berhenti di depan gerbang. Sayang sekali ia tidak bisa melihat wajahnya karena tertutupi helm full face. Kalau saja terlihat, pasti kegiatan stalking-nya nanti akan lebih mudah dan lancar.

"Auri, itu jemputan lo udah datang." Rysan berujar sambil menunjuk ke arah gerbang dengan matanya.

"Lo gak mau bareng aja? Jemputan lo lama banget dari tadi," tawar Auri seraya bangkit dari duduknya.

"Nggak, makasih. Gue nunggu aja, paling bentar lagi."

"Oke kalau gitu. See ya, bye!"

Setelah kepergian teman terakhirnya, Rysan benar-benar merasa sepi dan sendirian. Suasana sekolah yang sudah sepi mengundangnya untuk menghela napas panjang. Setidaknya ia bersyukur waktu pulang mereka tidak di sore hari, kalau iya, mungkin saja ia menunggu sampai matahari menghilang dari peraduannya. Itu tentunya tidak terasa menyenangkan, pun mengingat gosip-gosip seram yang selalu laris di kawasan sekolah. Membayangkannya saja sudah menakutkan.

"Lo yang namanya Rysan, kan?"

Tubuhnya sedikit tersentak ketika pertanyaan itu masuk ke rungunya. Terlalu fokus melihat ke arah gerbang membuat ia tidak sadar akan kedatangan ketiga siswi yang sudah berdiri di depannya ini. Dari yang terlihat, Rysan menduga kalau mereka adalah kakak kelasnya.

"Iya, Kak," jawabnya dengan singkat.

"Oke, gue gak akan banyak basa-basi. Gue cuma mau lo jauhin Rey!" Siswi yang berdiri di tengah berseru.

"Kenapa?" Pertanyaan itu keluar dari mulut Rysan secara spontan. Well, ia dan Rey adalah keluarga, apa ada alasan khusus yang mengharuskannya tidak dekat dengan sepupu sendiri?

"Pake sok lugu lagi. Gue itu gak suka lo deket-deket sama Rey! Udah cukup gue diam aja liat lo deket sama dia selama ini. Kalau gak mau terjadi sesuatu yang buruk, mending lo ikutin kata-kata gue!"

"Maaf ya, Kak. Gue gak bisa jauhin Kak Rey kalau alasannya kurang jelas. Lagi pula gue sama Kak Rey—"

"Gak gak mau denger pembelaan lo! Lo cuma perlu ngikutin kata-kata gue kalau masih pengen sekolah dengan tenang." Siswi itu memotong kalimat Rysan sebelum ia menyelesaikannya. Kemudian langsung berlalu dari sana bersama kedua temannya.

Rysan tidak ambil pusing apa yang baru saja terjadi. Ia merasa tidak pernah punya atau membuat kesalahan setelah menginjakkan kaki di SMA Nusa Anandha.

Selang beberapa menit, mobil yang dikendarai sopir keluarganya berhenti di depan gerbang. Tanpa menunda lagi ia langsung melangkah cepat ke sana dan masuk ke dalam mobil.

Begitu masuk Pak Dani menyerukan permintaan maafnya karena terlambat menjemput Rysan. Pria itu ketiduran tadi, belum lagi ia juga harus mengisi angin salah satu ban mobil. Rysan tidak mempermasalahkannya, ia memaklumi hal itu.

Sampai di rumah, Rysan disambut oleh mamanya yang baru dari ruang makan-selesai memastikan apakah makan siang sudah siap atau belum. Mengecup singkat pipi sang mama sesuai permintaan, kemudian ia ke kamar untuk segera mengganti pakaian.

Selang 15 menit kemudian, saat keluar kamar Rysan berpapasan dengan kakak perempuannya, Nela. Kakaknya itu sedang buru-buru, terlihat dari gerakannya yang cepat.

"Oh. Hai, Rys!" Nela menyapa singkat begitu mendapati presensi Rysan di depan kamar gadis itu.

"Masih ada urusan di kampus?" tanya Rysan.

"Iya, kalau gitu gue pergi lagi!"

Tanpa menunggu balasan dari Rysan, Nela segera berlalu dari sana dengan tangan yang memegang sebuah map berwarna hijau.

Rysan memilih untuk langsung ke ruang makan setelahnya. Di sana sudah ada Shena, mamanya, yang masih sibuk menata piring. Ia mendudukkan dirinya di salah satu kursi dan mulai membalikkan piring di depannya.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!