Pagi menjelang, sinar matahari menembus jendela kamar Ali, membangunkannya dari tidur lelapnya. Ia mengerjapkan mata beberapa kali, lalu melirik jam di dinding.
"Astaga! Udah jam setengah tujuh!"
Ali langsung terduduk, rasa kantuknya seketika lenyap. Ia segera melompat dari tempat tidur dan bergegas menuju kamar mandi. Setelah mandi dan mengenakan pakaian, ia keluar menuju ruang makan.
"Bu, sarapan udah siap?" tanyanya sambil berjalan cepat.
"Udah, Al. Itu ada di meja makan," jawab ibunya.
Tanpa banyak bicara, Ali langsung duduk dan mulai menyantap sarapannya. Gerakannya terburu-buru, membuat ibunya menggeleng pelan.
"Jangan makan terlalu cepat, nanti keselek," tegur ibunya.
Ali menelan suapannya dengan cepat. "Nggak bisa, Bu. Pesawatku jam 10, sementara perjalanan ke bandara butuh empat jam. Sekarang udah jam tujuh, kalau lambat sedikit bisa ketinggalan pesawat!"
Setelah menyelesaikan sarapannya, Ali beranjak untuk mengambil barang-barangnya. Ia keluar dari kamar dengan membawa tas ransel, lalu berdiri di depan keluarganya untuk berpamitan.
"Ibu, Bapak, Al pamit dulu, ya. Jaga kesehatan."
Ibunya menatapnya dengan mata berkaca-kaca, sementara bapaknya mengangguk pelan.
Kakaknya, Erhan, menepuk pundaknya dengan pelan. "Al, hati-hati di tempat orang. Jangan sampai berbuat macam-macam."
Ali mengangguk. "Iya, Kak."
Sementara itu, Intan, adik perempuannya yang berusia belasan tahun, menatapnya dengan ekspresi polos. "Kakak mau kerja apa di sana? Kalau sukses nanti jangan lupa sama kita, ya!"
Ali tertawa kecil. "Hahaha, kalau aku sukses, aku beliin apa aja yang kamu mau!"
"Wah, beneran, Kak? Janji, ya!"
"Iya, aku janji."
Bapaknya menatapnya serius. "Jangan lupa kewajibanmu sebagai seorang Muslim, Nak."
Ali tersenyum. "Iya, Pak. Kalau begitu, saya berangkat dulu. Assalamu’alaikum."
"Wa’alaikumussalam," jawab keluarganya serempak.
Dengan langkah mantap, Ali pun berangkat menuju bandara.
Perjalanan Udara Pertama
Empat jam perjalanan terasa cukup melelahkan, tetapi akhirnya Ali tiba di Bandara Sultan Hasanuddin, Makassar. Tanpa membuang waktu, ia segera melakukan check-in tiket. Setelah semua proses selesai, ia duduk di ruang tunggu, menanti pesawatnya.
Tak lama kemudian, pengumuman terdengar bahwa pesawat tujuan Jakarta telah tiba. Ali segera bangkit dan berjalan menuju pesawat. Setelah masuk dan menemukan tempat duduknya, ia menunggu pesawat untuk take-off.
Saat pesawat akhirnya mengudara, Ali merasakan sensasi aneh di perutnya. Ia memejamkan mata sejenak, lalu melihat keluar jendela. Pemandangan kota Makassar dari atas begitu memukau.
"Jadi begini rasanya naik pesawat..." pikirnya, kagum.
Setelah sekitar 30 menit di udara, pesawat mencapai ketinggian 35.000 kaki. Namun, Ali mulai merasa bosan. Ia melirik cincinnya—Cincin Penyimpanan—dan teringat bahwa ia belum merapikan barang-barangnya.
Dalam pikirannya, ia memanggil isi cincin tersebut. Di dalam ruang penyimpanan cincin, terlihat tas uang, koper pakaian, dan bahkan potongan keramik yang terserap sebelumnya.
"Berantakan banget..."
Ali mulai menyusun barang-barangnya. Ia memisahkan uang dan emas dari tas, lalu menyimpan emasnya ke dalam koper pakaian. Baju-bajunya ia biarkan mengambang di dalam ruang cincin.
Karena hanya membawa uang 10 juta dari orang tuanya, ia memutuskan untuk mengeluarkan tambahan 100 juta untuk disimpan di ranselnya. Ia mengingat video YouTube yang ditontonnya semalam, tentang biaya hidup di Jakarta.
Dengan satu pikiran, uang itu langsung muncul di tangannya. Beruntung, orang di sebelahnya tertidur, sehingga tidak ada yang menyadari apa yang baru saja ia lakukan.
Setelah menyimpan uangnya di tas, ia kembali bersandar di kursi. Perjalanan masih panjang.
Pertemuan Misterius di Bandara
Setelah dua jam mengudara, akhirnya pesawat mendarat di Bandara Internasional Soekarno-Hatta.
"Huuuh... akhirnya sampai juga," gumam Ali sambil menghela napas.
Para penumpang mulai turun satu per satu, termasuk Ali yang hanya membawa tas ransel. Ia tidak perlu mengambil koper di bagasi, sehingga langsung menuju pintu keluar bandara.
Saat berjalan di keramaian, tiba-tiba seseorang menabraknya dari belakang.
"Ahh...!" Ali hampir kehilangan keseimbangan.
Ia menoleh dan melihat seorang wanita berdiri di belakangnya. Wanita itu memakai masker, jadi wajahnya tidak terlihat jelas.
"Maaf, Kak! Aku lagi buru-buru!" ujar wanita itu dengan nada tergesa.
Ali mengusap lengannya yang sedikit tersenggol. "Oh, nggak apa-apa. Lain kali hati-hati ya, Mbak."
Wanita itu mengangguk cepat. "Iya, maaf ya!"
Sebelum Ali sempat membalas, wanita itu sudah berlari pergi, menghilang di kerumunan.
"Siapa dia...?" pikir Ali. Namun, ia mengabaikan pertemuan itu dan melanjutkan perjalanannya.
Mencari Tempat Tinggal
Keluar dari bandara, Ali berjalan menuju halte untuk mencari taksi. Saat menunggu, pikirannya melayang ke satu pertanyaan besar: di mana ia akan tinggal?
Ia menimbang-nimbang beberapa pilihan, lalu memutuskan untuk menginap di hotel terlebih dahulu. Setidaknya, itu lebih nyaman dibanding mencari tempat tinggal permanen dalam kondisi lelah seperti sekarang.
Tak lama, sebuah taksi melintas di depan halte. Ali segera melambaikan tangan untuk memberhentikannya.
Mobil berhenti tepat di depannya. Ali membuka pintu, masuk ke dalam, dan menyebutkan tujuan pertamanya di Jakarta.
"Petualangan baru dimulai," batinnya, menatap gedung-gedung tinggi Jakarta dari balik jendela.
...jangan lupa like komen dan berikan dukungan yah gaisss...
...----------------...
...Terimakasih ✌️...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 90 Episodes
Comments
Izhar Assakar
sebaiknya tak usah pake relegi,,,biarkan bebas lepas sja,,,
2024-01-10
1
Gabutdramon
novel system tapi ada unsur agama.
sungguh bertentangan
2023-12-28
0
Ven
menarik dan berharap settingan dunia anda sama dengan dunia nyata entah artis perusahaan dll
2023-09-08
4