Bab. 3 Gadis cilik yang cantik

“Papa!” pekik seorang bocah berumur 7 tahun keluar dari gerbang sekolah. Judan melambaikan tangan sambil melebarkan senyum. Bu Misna sebagai pengasuh bocah itu ikut tersenyum. Namun mendadak senyum Bu Misna berubah dan melebarkan mata ketika melihat bocah itu menuju ke tempat majikannya seraya berlari.

“Jangan berlari, Nona!” pekik Bu Misna cemas.

“Tidak apa-apa, Bu Misna,” ujar Judan menenangkan pengasuh putrinya.

Hap! Dalam sekejap, tubuh gadis itu sudah berada dalam pelukan Judan. Lalu pria ini mengecup pipi putrinya dengan penuh sayang.

“Aku mencintai papa.”

“Papa juga mencintaimu, sayang ...” Judan mengecup kening gadis cilik ini.

Bu Misna menghela napas lega juga haru melihat keduanya. Matanya sampai berkaca-kaca sejenak.

“Kenapa bibi terlihat sedih barusan?” tegur Sofia yang tidak sengaja menemukan bibi pengasuh menghapus air mata. Judan menoleh juga ke arah Bu Misna mendengar itu.

“Oh, tidak. Bibi tidak sedih,” elak Bu Misna seraya tersenyum. Judan mengerti apa yang sedang di pikirkan oleh pengasuh Sofia.

“Bibi pengasuh tidak sedih. Beliau itu sedang bahagia sayang,” ujar Judan seraya menurunkan tubuh Sofia ke tanah.

“Benarkah? Mana ada bahagia itu menangis, papa?” tanya Sofia heran. Logikanya, air mata itu untuk menangis. Lalu tertawa itu untuk bahagia. Anak kecil pasti pahamnya seperti itu bukan?

“Mungkin kalau masih kecil memang belum merasakannya, tapi suatu hari nanti ... Kalau kamu sudah mulai beranjak dewasa, kamu akan tahu kenapa menangis itu kadang karena hal menyenangkan?” jelas Judan lembut.

“Iya, Pak Judan benar Nona ...” Bu Misna langsung membela majikannya.

“Ow, begitu ...” Sofia mengangguk-anggukkan kepala berusaha mengerti. “Kita akan pulang langsung ke rumah atau kemana, Pa?” tanya Sofia berganti topik pembicaraan.

“Apa Sofia masih ingin jalan-jalan?” tanya Judan merasa bocah ini enggan pulang.

“Iya, aku masih ingin jalan-jalan.” Sofia langsung mengaku. Senyumnya melebar karena tertangkap basah.

“Baiklah. Kita akan jalan-jalan ke tempat yang Sofia ingin.” Judan mengabulkan permintaan putrinya.

“Jadi papa ingin menemaniku bermain?” tanya Sofia antusias.

“Ya.”

“Horee!!” Sofia bertepuk tangan. Bu Misna juga bertepuk tangan pelan. Ikut merayakan kegembiraan nona kecil asuhannya. “Ayo kita ke tempat bermain!” seru Sofia mengatakan tempat yang ingin dikunjunginya sekarang.

“Baiklah, ayo masuk ke mobil.”

 “Eh, tunggu.” Tiba-tiba bocah ini mengerutkan wajahnya. Kakinya yang tadi ingin melangkah, urung.

“Ada apa Nona?” tanya Bu Misna heran.

“Ada apa Sofia?” Judan juga heran.

“Memangnya enggak apa-apa, papa bolos kerja? Bukannya sekarang ini orang sibuk bekerja?” Kalimat Sofia mengejutkan. “Bukannya bolos itu enggak baik, Pa?” Bahkan pertanyaan ini juga membuat Judan dan Bu Misna diam sejenak karena terkejut.

“Em ... memang bolos itu enggak baik, tapi bukannya tidak mempedulikan putrinya juga enggak baik?” Judan berusaha menjawab dengan bijak. Meskipun sebenarnya ini memang jam sibuk, dia hanya ingin meluangkan waktu untuk gadis cantik ini.

“Iya, juga ... “ Sofia mulai ragu. “Ya, sudah. Papa boleh temani aku bermaiiiinnn!” seru Sofia kegirangan. "Ke taman bermain yang ada di dekat rumah sakit saja, Pa." Sofia sering di ajak Judan untuk menemui Gio di sana. Mereka pun mulai berjalan menuju ke mobil yang di parkir di depan sekolah ini.

“Selamat siang nona Sofia,” sapa Rujat sopir sekaligus tangan kanan Judan dengan ramah.

“Selamat siang, Om Rujat.” Sofia membalas dengan ramah dan sopan.

“Silakan masuk ...” Rujat membuka pintu belakang untuk nona muda.

“Terima kasih, Om ...” ucap Sofia berlagak bagai wanita berkelas. Bi Misna tergelak melihat tingkah gadis ini. Junda juga ikut tersenyum. Sepertinya Sofia pernah melihat seorang putri bersikap dalam film anak-anak.

“Tidak perlu membuka pintu untukku, Rujat,” cegah Judan ketika Rujat hendak berlari menuju pintu lainnya. Pria itu mengangguk. Dia kemudian masuk ke dalam kursi pengemudi setelah mempersilakan Judan masuk lebih dulu.

Sungguh polos, bocah itu langsung tertidur pulas ketika duduk di atas mobil. Mungkin dia sudah lelah bermain di sekolahnya tadi.

“Ibu berhasil meneleponku, siapa yang membocorkan nomor ku?” tanya Judan setengah geram. Bi Misna dan Rujat langsung tegang.

“Maaf, Pak. Saya tidak berani melakukannya,” kata Bi Misna.

“Saya juga demikian, Tuan. Saya tidak berani melakukannya.” Rujat langsung ikut menyatakan bukan dirinya.

“Cari orang di dalam perusahaan yang melakukannya. Aku yakin pasti ada mata-mata ayah di dalamnya,” perintah Judan.

“Baik Tuan.” Rujat siap melaksanakan perintah.

Semua orang terdekat Judan tahu bagaimana pria ini memprioritaskan nona kecil itu dengan sedemikian rupa. Karena Sofia sebenarnya bukanlah anak kandung Judan. Pria ini masih lajang. Hanya saja, sejak kakak laki-lakinya meninggal dunia karena penyakit leukemia, dia mengambil alih menjadi orangtua Sofia. Meskipun ditentang oleh keluarganya, dia memilih tinggal di rumah sendiri dengan gadis lucu itu.

***

Runi duduk di bangku taman. Taman bermain anak-anak ini memang dekat rumah sakit tempatnya bekerja. Di tangannya ada es teh dalam cup bening. Karena haus, dia menyedotnya agak keras. Hingga isi es tehnya tinggal setengah dalam sekejap. Saat itu ia melihat seorang gadis cilik tengah bersembunyi di balik rerimbunan tumbuhan pagar di dekatnya.

Entah kenapa, mata Runi terpaku pada gadis itu. Tubuhnya membeku seketika. Saat memperhatikan gadis itu, ia terhanyut. Mata, bibir, dan auranya mengingatkan dia pada seseorang. Tak terasa matanya berkaca-kaca. Ia merasa sedih dalam sekejap.

"Nona Sofia! Nona Sofia!" teriak Bu Misna yang kebingungan mencari gadis ini. Suara itu mengejutkannya. Hingga air mata yang merebak gagal membasahi pipinya. Tangan Runi mengusap matanya sejenak. Ia pun tersadar.

"Hihihi ..." Gadis itu cekikikan kegirangan karena berhasil membuat Bu Misna kebingungan. Bola mata Runi mengerjap, bibirnya ikut tersenyum melihat bocah itu senang. Tiba-tiba, gadis itu mimisan. Runi segera beranjak dari duduknya dan mendekati Sofia yang mengernyitkan kening ketika menggosokkan tangannya pada hidung, ada darah menempel di punggung tangannya. Awalnya gadis ini tenang, tapi kelamaan bergidik ketika melihat darah makin mengalir dari hidungnya.

"Gadis cantik, tidak apa-apa." Runi langsung mencoba menenangkan.

Sofia menoleh. Dia heran ada orang asing. di dekatnya.

"Tante bantu buat membersihkannya ya? Bolehkan?" tanya Runi lembut. Karena takut melihat darah di tangannya, Sofia menganggukkan kepala setuju. "Ayo duduk dulu." Dia juga patuh ketika Runi memintanya duduk dengan benar.

"Lalu, condongkan tubuh kamu ke arah depan. Coba pegangin hidungnya ya, biar itunya enggak keluar." Masih dalam rasa takut karena ada darah, Sofia mengikuti arahan Runi. Dari sakunya, Runi mengeluarkan tisu dan membersihkan bekas darah yang mengalir tadi. "Coba sekarang dilepas," pinta Runi. Ternyata darah tidak lagi mengalir. "Kamu bisa turunkan tanganmu sekarang." Runi menghela napas lega. Bocah ini tidak mimisan lagi.

...______...

Terpopuler

Comments

Malik Maulana

Malik Maulana

Judan adalah paman Sofia kan

2023-09-04

1

Desilia Chisfia Lina

Desilia Chisfia Lina

emang orang tua junda ngak bisa menerima cucunya

2023-09-03

0

herka ratri

herka ratri

Thor yang bener namanya judan atau Junda Thor?😁

2023-09-03

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!