Arifin menghela napas berat berkali-kali setelah menutup panggilan teleponnya. Saat ini pria yang berumur genap tiga puluh tahun itu sudah berada di kamar penginapan miliknya, merebahkan diri sambil menatap langit-langit kamar. Ia ingat percakapannya dengan sang istri yang baru saja terjadi beberapa menit lalu.
"Sejak kapan kamu main kayak gituan, Dek, kenapa Abang baru tahu?" Arifin berusaha tidak emosi, ia ingin mendengar penjelasan dari Ayu lebih dulu, kenapa diam-diam Ayu memiliki aku sosmed tanpa sepengetahuannya.
"Em ... udah dari beberapa bulan ini, Bang. Kok, Abang tau?" Nada Ayu memang terdengar gugup. Awalnya Ayu hanya iseng saja seperti temannya yang lain, setelah membeli ponsel keluaran terbaru.
Temannya sering mengunggah foto tentang kegiatannya, dan Ayu pun hanya ikut-ikutan. Namun lambat laun, Ayu jadi ketagihan karena merasa memiliki hiburan baru. Apalagi komentar positif dari para netizen pada setiap postingannya, semakin membuat Ayu lupa diri.
"Abang marah ya, tau Ayu punya efbe?" tanya wanita itu dari seberang sana.
Arifin terdiam cukup lama, hal itu tentu membuat Ayu makin ketar-ketir.
"Abang bukannya marah, Dek. Tapi Abang cuma nggak mau kamu ikut-ikutan kayak mereka yang sampai lupa diri. Ingat, Dek, pamer itu nggak baik. Kamu ngerti 'kan maksud Abang?"
"Iya, Bang, maaf ya? Itu cuma hiburan aja, kok. Ayu janji, nggak akan sampai lupa sama kewajiban Ayu."
Akhirnya Ayu paham apa yang di khawatirkan oleh Arifin. Wanita itu pun berjanji akan menggunakan media sosialnya sebagai hiburan semata yang tidak akan ia jadikan untuk ajang pamer lagi.
Arifin memang merasakan perubahan pada sikap sang istri dari beberapa bulan belakangan ini. Awalnya Arifin mengira jika sibuknya Ayu di luar rumah karena bisnis gepreknya yang makin ramai. Tapi nyatanya bukan itu yang menjadi penyebab utamanya, ternyata sikap Ayu yang mendadak berubah karena ia memiliki teman-teman baru dari kalangan sosialita.
.
Beberapa hari kemudian ...
Ayu sedang mempersiapkan barang-barang yang akan ia bawa ke luar kota. Lima paperbag berjajar rapi di atas meja berisi beberapa perlengkapan yang baru saja Ayu beli. Bu Yati yang baru saja masuk usai memandikan Monic pun nampak terheran-heran.
"Belanja lagi, Yu?" tanya sang ibu memperhatikan tangan Ayu yang sedang sigap menata pakaian di sebuah koper.
"Iya, Bu, buat di bawa ke luar kota besok," balas Ayu tanpa mengalihkan tatapannya pada koper besar di depannya.
"Kayaknya kemarin kamu udah belanja banyak. Apa masih kurang?" tanya Bu Yati. Pasalnya kemarin Bu Yati memang melihat Ayu pulang membawa beberapa paperbag. Dan hari ini begitu lagi, jadi ia penasaran apa saja yang sudah di beli menantunya itu.
"Kemarin barang-barang Ayu, Bu. Kalau sekarang punya Monic. Ibu tau sendiri 'kan Ayu mau ke luar kota. Jadi, apa-apa harus di persiapkan dengan matang."
Bu Yati hanya mengangguk saja. Ia tak terlalu ingin ikut campur masalah Ayu, takut menantunya itu tersinggung.
"Kamu udah ngomong sama Arifin 'kan kalau mau keluar kota bawa Monic?" Sebagai orang tua, Bu Yati hanya ingin mengingatkan bagaimana tanggungjawab Ayu pada suaminya.
"Udah, Bu. Ibu tenang aja, nggak usah khawatir," ungkap Ayu lagi.
"Tapi, apa kamu yakin, Yu, mau tetap ke sana? Marita nggak bisa temani kamu, lho. Ibu cuma khawatir kalau nanti Monic rewel, siapa yang mau bantu jagain. Apa nggak sebaiknya niat kamu berangkat ke luar kota di undur lagi aja."
Awalnya Ayu dan Marita memang sudah merencanakan minggu ini akan berangkat ke luar kota demi melihat lokasi yang akan mereka buka untuk warung gepreknya. Tapi, pagi tadi tiba-tiba saja Akmal demam, dan Ardi yang saat ini sedang ada di rumah meminta sang istri untuk membatalkan rencana mereka.
Ayu langsung mengalihkan tatapannya pada sang ibu. sebenarnya Ayu cukup terganggu dengan pertanyaan-pertanyaan dari sang ibu yang sejak tadi tiada habisnya.
"Ibu tenang aja, meskipun Marita nggak jadi berangkat, Ayu udah ngajak karyawan Ayu, kok. Dia yang akan bantuin Ayu jaga Monic."
"Tapi, Yu, Ibu khawatir. Kamu undur aja ya, tunggu sampai Akmal sembuh."
Ayu nampak menghentikan kegiatannya merapikan baju. Lama-kelamaan Ayu kesal juga sebab sang ibu justru ikuta-ikutan mendukung Ardi yang menyuruhnya membatalkan rencana itu.
"Nggak bisa, Bu. Dari kemarin kita gagal terus. Masa sekarang mau gagal lagi. Pokoknya dengan Marita atau enggak, Ayu akan tetap berangkat ke luar kota minggu ini!" ungkap Ayu terpaksa mengakhiri kegiatannya saja. Wanita itu beranjak dari duduknya dengan wajah sedikit di tekuk, lantas berniat meninggalkan sang ibu yang sejak tadi duduk di dekatnya.
"Tapi, Yu ..."
"Bu ...!" Ayu sedikit menyentak. Wanita itu hampir melewati pintu yang menghubungkan antara ruang tengah dan dapur. "Bisa nggak sih, jangan terlalu ikut campur urusan Ayu?"
"Maaf, Nak, Ibu cuma khawatir sama kalian. Ibu cuma ..."
"Ibu nggak perlu khawatir. Ayu udah gede, Bu. Lagian kalau nggak minggu ini, mau kapan? Nanti keburu Bang Arif pulang lagi, gagal, kan?"
Benar juga sih. Arifin memang tidak bisa di tentukan kapan kepulangannya. Seringnya Arifin akan tiba-tiba menghubungi jika ada waktu untuk pulang.
"Pokoknya Ibu nggak usah khawatir, Ayu bisa jaga Monic dan diri Ayu sendiri. Nggak usah bawel juga." Bu Yati sedikit tersentak oleh ucapan terakhir Ayu. Sejak kapan menantunya itu begitu berani untuk membantahnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 27 Episodes
Comments