Ayu Berbohong

Dulu kehidupan rumah tangga Arifin dan Ayu tak seperti sekarang. Dua tahun lalu mungkin menjadi titik terberat dari hidup mereka. Saat itu Arifin hanyalah seorang buruh proyek biasa yang berpenghasilan pas-pasan. Sedangkan Ayu hanya ibu rumah tangga yang memiliki balita berusia tiga tahun.

Hidup Ayu dan Arifin masih sangat susah, makan pun mereka seadanya. Di tambah Arifin yang harus juga menghidupi ibunya, Ayu merasa tak berdaya sekali dengan keadaannya kala itu.

Beruntung, mereka memiliki saudara ipar yang sangat baik, Marita namanya. Marita adalah istri dari Ardi–adik kandung Arifin. Meski kehidupan mereka tak jauh berbeda, tapi Marita adalah wanita yang cukup kreatif. Ia mengajak Ayu membuka warung geprek kecil-kecilan, hingga akhirnya warung itu sukses dan sekarang sudah ada lima cabang di kota mereka sendiri.

Kehidupan Ayu mulai merangkak naik. Gaya hidupnya pun ikut berubah. Jika dulu Ayu hanya seorang wanita rumahan, kini Ayu sudah menjelma menjadi sosialita yang hidup berkecukupan.

"Assalamualaikum, Bang Arif. Mbak Ayu nya ada?" Suara seorang wanita terdengar dari arah luar. Arifin buru-buru bangkit dan melangkah ke depan melihat siapa tamu yang bertandang ke rumahnya.

"Wa'alaikumsalam, eh Marita. Ayo masuk, ada Ibu kok di dalam." Meski dengan ipar, Arifin memang menjaga jarak sekali dengan wanita itu, takut saja jika akan jadi fitnah jika orang tak sengaja melihatnya.

"Nggak usah, Bang, di sini aja. Cuma sebentar kok. Apa Mbak Ayu ada?" tanya Marita lagi karena tadi Arifin belum memberitahu keberadaan sang istri.

"Ayu lagi ke salon, Ta. Abang kira sama kamu. Dari pagi," ungkap Arifin menahan kesal. Pagi tadi Ayu pamit hanya pergi sebentar, tapi kenapa sampai sesiang ini belum juga sampai di rumah.

"Nggak, Bang, paling sama teman-temannya. Oh ya, aku cuma mau tanya, minggu depan apa Mbak Ayu jadi lihat tempat buat buka cabang baru, soalnya tadi aku wa, tapi nggak di balas. Aku kira Mbak Ayu di rumah, makanya aku ke sini."

"Hahhh, luar kota? Pembukaan cabang baru, kamu serius, Ta? Ayu nggak ngomong apa-apa sih ke Abang." Wajah Arifin berubah memerah, Marita menyadari itu. Apa ucapannya ada yang salah tadi yah? Wanita itupun menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.

"Mungkin Mbak Ayu belum sempat cerita ke Abang. Ya udah, aku pamit dulu ya, Bang, soalnya Akmal lagi tidur sendirian di rumah. Assalamualaikum." Marita buru-buru pamit pergi, sebelum di berondongi pernyataan macam-macam oleh Arifin. Sepanjang perjalanan pulang Marita merutuki kecerobohannya sendiri, kenapa juga ia tak menunggu Ayu membalas pesannya saja, malah datang ke rumah Ayu langsung.

.

.

.

[Kamu serius, Ay, mau batalin rencana ke sini?] Terdengar helaan napas berat dari seberang telepon. Ayu nampak terdiam sejenak. Sebenarnya, Ayu juga merasa bersalah karena mengingkari janjinya sendiri. Tapi mau bagaimana lagi, Arifin yang tiba-tiba saja pulang minggu ini.

[Bukan batal, Mas. Lebih tepatnya Ayu hanya mengundur rencana itu aja,] ucap Ayu berusaha tenang. Meski, ia pun gelisah. Takut seseorang di seberang sana ngambek. [Mas nggak apa-apa, kan? Nggak marah?] Ayu mengigit bibir pelan, menunggu jawaban dari seseorang itu lagi.

[Marah nggak marah, Yu. Mau gimana lagi. Aku mah apa atuh, cuma cadanganmu.] Macam nyanyian saja. Ayu hampir saja tergelak, tapi Ayu memilih diam sebab tidak ingin kekasihnya itu tersinggung.

[Ya udah, Ayu pulang dulu ya, Monic udah nungguin soalnya.]

Pria itu menggerutu, [Monic atau bapaknya Monic yang nungguin? Alasan aja kamu, Ay.]

Ayu cukup pusing jika sudah seperti ini. Ia yakin setelah ini Ayu harus berusaha keras untuk meluluhkan hati kekasihnya lagi.

[Love Youuu] Ayu mengakhiri panggilan, lantas menyimpan kembali benda mahalnya ke dalam tas. Baru saja Ayu hendak melangkah, benda pintar itu berbunyi lagi.

[Apalagi sih, Mas!] Ayu sedikit menaikkan suaranya. Namun ia tiba-tiba tersentak menyadari siapa yang ada di seberang telepon.

[Mas? Sejak kapan kamu ganti panggilan Abang jadi Mas?]

Owww, Ayu langsung membekap mulutnya sendiri. Ternyata yang menghubunginya Arifin, bukanlah Sigit.

[Ma–maaf, Bang, aku kira ... ]

[Siapa? Kamu lagi nggak ada main sama laki-laki lain, kan, Dek?] Tentu saja Arifin curiga, Ayu tidak pernah seperti ini sebelumnya. Apalagi sampai salah menyebut nama panggilan untuk dirinya.

[Aku kira orang salah sambung yang tadi, Bang.] Ayu terpaksa berbohong. Ia bingung harus menggunakan alasan apa untuk meyakinkan suaminya. Tidak mungkin Ayu menggunakan alasan ada sedikit masalah di warung gepreknya, sedangkan Arifin tahu kalau setiap hari minggu memang libur.

[Oh ... kirain Abang kamu kenapa.] Suara Arifin mulai kembali normal. Namun tak lantas membuat Ayu lega. Ia sadar sudah berapa lama yang di habiskan hari ini. Sedangkan tadi ia hanya pamit sebentar pada suaminya.

[Abang kenapa, Monic nggak rewel, kan? ]

[Kenapa?] Arifin mendengus kasar. [Kamu sadar nggak sih, Dek, udah berapa lama kamu pergi?]

[Iya, aku minta maaf, Bang. Tadi salon ngantri banget. Abang tahu 'kan kalau hari libur kayak gini.] Lagi-lagi Ayu berbohong pada Arifin. Padahal saat ini ia masih berada di cafe dengan teman-temannya.

[Pokoknya Abang nggak mau tahu, kamu cepetan pulang sekarang juga! Monic rewel, nyariin kamu terus.]

[I–iya, Bang. Aku pulang sekarang.]

Huffff ... Ayu membuang napas pelan setelah panggilan terputus. Ayu menghampiri teman-temannya lagi yang masih asik bercengkerama.

"Yu, kamu mau ke mana? Makanan kita belum abis lho ya?" ungkap Mei yang duduk tepat di sebelah Ayu.

"Maaf ya gaesss, aku harus pulang sekarang. Suami aku udah nunggu di rumah." Ayu menarik beberapa lembar uang berwarna merah dari dalam dompetnya, dan meletakkannya di atas meja.

"Ciyeee ... yang ayangnya lagi ada di rumah, seneng yah bisa nganu-nganu," goda mereka secara serempak. Ayu hanya tersipu malu, padahal hatinya tengah cemas karena Arifin pasti akan memarahinya nanti.

"Apaan sih! Ini juga udah telat sebenarnya. Bang Arif tadi sempat telepon, terus marah-marah. Kalian sih, kelamaan di salon," cebik Ayu pada mereka. Bibirnya manyun beberapa senti.

"Tenang, Yu. Kalau ayang kamu sampai marah, kasih aja ... " Mei mengedipkan sebelah matanya. Ayu melirik bingung pada dua sahabatnya yang lain.

"Apa?" tanya Ayu tak mengerti.

"Sini, aku bisikin!" Mei langsung menarik tangan Ayu dan membisikkan sesuatu pada wanita itu.

"Hahhhh, ngaco aja kamu!" Mata Ayu membulat sempurna mendengar ide konyol dari Mei.

"Serius, coba aja kalau nggak percaya!"

Terpopuler

Comments

Rinjani Putri

Rinjani Putri

duuh selingkuh kk kebanyakan begitu di duta juga

2024-01-25

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!