Pulang untuk Pergi

Sebagaimana perempuan lain, aku yang berstatus seorang istri tentunya bahagia ketika weekend tiba terdengar suara motor suami yang baru saja pulang sehabis bekerja. membawa kejutan ringan seperti makanan atau cemilan. Disambut tawa riang Dila buah hati kami. setiap suara motor yang lewat aku lihat dibalik gordeng, tebakan ku salah ternyata itu suara motor tetangga dan begitu seterusnya. Hingga tak terasa jarum jam sudah menunjukan tepat diangka 12. Mata pun mulai sepet akhirnya aku memutuskan untuk menuju pembaringan disamping Dila yang sudah di alam mimpi.

***

"Assalamualaikum, Ayah pulang …."

"Asyik Ayah pulang!"

"Wa'alaikum salam ... kenapa baru pulang sekarang, Bang?"

"Abang habis kena tipu, jadi pulang tidak bawa uang!"

"Maksud Abang?"

"Pemborongnya melarikan diri, semua pekerja tidak dibayar termasuk Abang.

"Kenapa bisa seperti itu? Desakku dengan nada kecewa.

"Itulah resiko kerja borongan, jika mandornya tidak amanah). Selama tak dibayar Abang dan rekan-rekan makan dengan berutang ke warung."

"Ya sudah, mungkin Abang lelah mandi dulu gih! habis itu kita sarapan ya."

Dengan wajah yang lusuh, mengenakan kaos oblong dan celana pendek kemudian diambilnya sehelai handuk berwarna biru lalu bergegas ke kamar mandi.

Kriing ... Kriiing ....

Segera ku cari dari mana arah suara itu. Semakin dekat, ternyata berasal di tempat suamiku mandi. Tak lama kemudian diangkatnya telepon itu. Sayang tak bisa ku dengar apa yang dibicarakannya.

"Telepon dari siapa Bang? Kenapa ponselnya di bawa ke kamar mandi?"

"Lupa tadi di kantong celana, Abang tidak keluarin dulu," Jawabnya seraya mengusap-usap handuk pada rambutnya yang basah.

Meski sang suami pulang dengan tangan kosong aku masih bisa belanja untuk masak hari ini hasil jerih payah menjahit di rumah lumayanlah buat nambah-nambah jajan anak.

"Tumben Abang pake minyak wangi segala, biasanya tak suka?" protesku.

"Memangnya tak boleh ya suamimu ini wangi?" Jawabnya seraya menaruh botol bening berisi farpum yang telah disemprotnya. Dan ia menyemprotkan pula ke baju Dila.

"Anak kecil jangan di semprot juga Bang, kasian! takutnya alergi!"

"Alah ... cerewet sekali kamu ini. Sudah nyuci dulu sana! Abang mau ajak Dila main!"

Aku segera beranjak ke kali untuk mencuci, karena air di rumah sedang tidak normal. Seperti biasa Ibu-Ibu di kali suka bergosip sedangkan aku hanyalah pendengar setia yang hanya menyimak obrolan mereka.

"Tin, suamimu masih suka selingkuh?" Tanya Ceu Iroh yang sedang mencuci piring.

"Gak sih Ceu, sekarang sudah mulai patuh sama aku," balas Titin tetangga sebelahku yang sedang menggilas pakaian dengan tangannya.

"Makanya, kalau di rumah ada suami harus pandai dandan jangan kumel biar suamimu tidak bosan dan pelakor juga tak bisa mengambil hati suami!"

"Asiyap Ceu ...."

Merasa percakapan mereka ada betulnya juga, mungkin aku kurang memperhatikan penampilan, baju pun terkesan yang itu-itu saja terlebih lagi tak pandai bersolek sebagaimana wanita lain yang mahir mengukir alis. Aku yang terlalu sibuk untuk pekerjaan rumah, mendengar pecakapan Ibu-ibu tadi menjadi motivasi untuk selalu tampil cantik di depan suami.

***

Sikap Suamiku mulai berubah, mungkinkah Teh Nuri itu adalah wanita selingkuhnnya? Aku lelah harus memendam semua ini.

Akhirnya aku pergi kerumah Teh Een dan ingin bersembunyi di sana untuk menenangkan diri.

"Nit ... Rizal mulai mencarimu tuh dan dia sepertinya kepanikan."

"Sudahlah teh biarkan saja aku tak mau ketemu dia dulu. Nita mohon izin untuk disini dulu ya teh, please!"

"Iya Nit, tentu boleh sampai kapan pun kamu mau pintu rumah selalu terbuka untukmu."

"Terimakasih Teh ..." Aku dan Teh Een saling merangkul. Teh Een pun segera keluar agar Bang Rizal tidak curiga.

Tak lama kemudian Bang Rizal datang dan mencariku. Dengan membawa Dilla di pangkuannya.

"Teh ... lihat Nita gak?"

"Tidak, memangnya kemana dia?" Jawab Teh Een.

"Tadi pergi nyuci, tapi cuciannya sudah balik orangnya kagak ada," balasnya kebingungan sambil menggaruk-garuk kepala yang tidak gatal.

"Mungkin ke pasar, tunggu saja bentar lagi!"

"Ah tidak mungkin kalau ke pasar pasti minta izin dulu," Jawab Bang Rizal mengelak, jelas tak mungkinlah dia pulang tak bawa uang mana mungkin aku bisa belanja ke pasar.

"Hayo ... itu semua gara-gara Elu, Nita mulai curiga tau!" Seru Kak Marni tiba-tiba.

"Haduh, cari kemana lagi ya?"

"Belum kerja di harapkan segera dapat pekerjaan, setelah kerja malah di khianati. Elu ajadi laki mikir apa tong!" Seru Kak Marni dengan geramnya.

Mereka terus mencari dan kepanikan hingga Dilla menangis dan tertidur karena kecapean. Sebenarnya tak tega harus melihat Dilla yang merengek ingin bertemu aku, tapi ya sudahlah sementara ini aku harus kuat untuk tidak bertemu dulu.

Aku ingat Bang Rizal belum makan dan dia mau berangkat lagi sore ini, tapi aku masih kesel sama dia. Jadi, tak perduli walaupun ia kelaparan. Nanti juga paling beli nasi padang.

"Ya Allah ... apakah aku ini seorang istri yang durhaka karena membiarkan perut suaminya kelaparan?" Akhirnya aku pergi ke ruang tamu dan duduk di sofa teh Een.

"Ya ampun ... sayang kamu kemana aja? Abang kelabakan mencarimu dari tadi, kita semua khawatir?"

Aku tak mengindahkan pertanyaan sang suami. Hanya derai mata yang membalas pertanyaannya. Dia pun mengambil benda pipih berwarna hitam dari saku celananya dan di putarlah sebuah lagu.

Aku tak ingin kau menangis bersedih, sudahi air mata …

Berdebar jantung ini mendengar lagu kenangan kami sebelum menikah. Lagu dari grup Band Wali yang berjudul Baik-baik sayang.

"Ayo kita bikin nasi goreng yu Abang laper nih!"

Akhirnya hatiku luluh dan membuat nasi goreng untuknya, namun tanpa kata dan tanpa suara. Dan rasanya pun sepertinya hambar karena aku lupa menambahkan garam. Biar dia tau hati ini sekarang rasanya hambar bak nasi goreng yang sedang ia lahap.

"Uhuk … uhuk …" ia tersedak. Mungkin baru terasa jikalau nasi gorengnya hambar, sehambar cintanya padaku saat ini. Tetapi di makannya sampai habis untuk menghargai perasaanku.

[Bang belum berangkat lagi?]

Suara pesan masuk terlihat di aplikasi berwarna hijau pada ponselnya.

[Iya nanti sore saya berangkat] Bang Rizal membalas singkat.

[Kemaren saya mau ajak pulang gak enak karena Abang lagi sama ceweknya]

"Apa?" Aku kaget siapa yang di maksud ceweknya itu.

"Jelaskan Bang! apa maksud temanmu tadi?"

"Apaan sih! kamu terlalu over protektif selalu ikut campur urusanku," protesnya.

"Aku ini istrimu, wajar dong aku ikut campur, apalagi tadi menyebut Abang sama ceweknya. Siapa cewek yang di maksud?"

Langsung aku rebut ponselnya dan terbacalah semua pesan dengan nomor tak dikenal.

[Yank … telpon dong!]

[Yank … pulsa nya udah masuk ya.]

[Abang udah nyampe Balaraja mau dibeliin apa?]

dan masih banyak lagi pesan romantis dengan nomor tanpa nama itu. Emosiku sekejap meledak namun tak kuasa untuk di lampiaskan. Aku hanya bisa nangis dan mengancam ingin pulang saja ke rumah orangtua di kampung.

Hari sudah sore, Bang Rizal pun berangkat bekerja kembali dengan hati gundah gulana takut aku benar-benar pulang ke rumah Ayah dan Ibu. Tetapi ia tahu aku tak mungkin berani pulang sendiri.

Terpopuler

Comments

Nelis Sumiati

Nelis Sumiati

lanjut thor semangat jgn lupa mampir yah

2021-02-06

3

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!