Penasaran

Ketika mau mencuci pakaian sebuah dompet hitam jatuh dari celananya. Setelah berpikir berulang kali … "Buka tidak, buka tidak ya? Buka sajalah, ah tidak berani."

Walaupun si pemilik adalah suami sendiri tetapi aku tidak berani membuka dompet itu.

Akhirnya …

Ternyata, rasa penasaran lebih besar dibandingkan rasa tidak enak hati ini. Perlahan kubuka … alangkah kagetnya saat melihat isi dalam dompet itu. Ya, dua buah pas foto berukuran 3×4. Karena penasaran, aku pun langsung pergi menghampiri Papa Mertua yang sedang duduk di ruang tamu sambil menikmati secangkir kopi hitam.

"Pak, ini foto siapa ada di dalam dompet Bang Rizal? barangkali papa kenal sama foto perempuan ini?" tanyaku sambil menunjukkan dua buah foto tadi.

"Oh … itu, teman kerja suamimu dulu waktu di Roxy, yaitu grosir accesoris dan handphone terlengkap di Jakarta. Tapi karena pada hari itu suamimu terlambat masuk kerja, dia di tegur sama pemilik toko. "Kamu niat kerja gak sih? Kesini kerja atau mau main?" Lalu suamimu menjawab dengan lantang "Mau main". Otomatis bosnya marah dan tanpa berfikir panjang Rizal dipecat dari pekerjaannya. begitu Papa menjelaskan dan aku mencoba untuk mengerti, meskipun tetap saja pikiran ini melayang-layang dan bertanya dalam hati "Untuk apa sih foto teman kerja masih saja disimpan dalam dompet? Aku kan cemburu."

Rasa penasaran semakin memuncak saat melihat sebuah KTP Bang Rizal yang masih berstatus lajang. Dan KTP yang sudah berstatus menikah ada di dalam lemari.

Astagfirulloh haladziim …

Kenapa aku ini tak percaya sama Papa Mertua dan mencurigai suami sendiri? ah sudahlah, lebih baik pergi mencuci saja hari sudah mulai siang dan ku ambil foto itu ternyata suamiku tidak menyadari bahwa foto itu tak ada lagi di dalam dompetnya.

***

Keesokan harinya, ketika Bang Rizal masih terlelap dari tidur, rasa penasaran ingin membuka ponselnya muncul. Kali ini tak disimpan di saku nya, kemudian ku cari seluruh isi kamar tak jua ketemu.

Hmmm … dimana ya? gumamku Sambil membereskan atas lemari yang sudah berdebu tanpa sengaja aku menemukannya, ternyata di atas lemari. Dan hp itu dalam keadaan off.

Kenapa harus di atas lemari? di off lagi ih sebel, hati ini gemas.

[Sayang, Mas udah dekat rumah nih, kamu mau dibeliin apa?]

[Sayang, pulsanya udah nyampe belum?]

Terlihat beberapa pesan keluar untuk no yang sama, nomor tanpa nama. Dan nomor itu pun membalas,

[ayang, telepon dong! kangen.]

Begitulah percakapan yang baru terbaca, yang lainnya seperti sudah terhapus. Save sajalah nomor itu dan juga nomor-nomor yang membuatku asing segera di save dalam ponsel supaya nanti bisa dihubungi setelah suamiku pergi bekerja kembali ke Jakarta. Ku taruh benda itu kembali pada tempatnya dan dalam keadaan off, seolah tidak pernah ada yang membuka ponselnya.

"Lebih baik aku diam saja jangan menunjukkan sesuatu yang mencurigakan dan pura-pura tidak tahu, selidiki dulu kebenarannya," gumamku.

***

"Mah, Abang berangkat dulu ya!" ucap Bang Rizal berpamitan untuk pergi bekerja lagi.

"Iya Bang, hati-hati! jaga kesehatan ini kan musim hujan, di Jakarta suka banjir," ucapku sambil merapihkan kerah bajunya yang terlihat belum rapi. Diciumnya keningku dan ku peluk dada bidangnya.

"Ayah mau kemana?" tanya Dila.

"Ayah mau pergi kerja dulu sayang biar bisa beliin Dila mainan dan kita nanti pergi jalan-jalan," jawabnya.

"Iya Ayah, jangan lama-lama nanti Dila kangen," ucap Dila manja dengan bibir mungilnya.

"Iya sayang," sahut Bang Rizal Dan ia pun segera berangkat.

Hari semakin berlalu ponselnya kenapa selalu tak aktif kalau lagi di tempat kerja? Apa lagi hari Sabtu dan Minggu. Alasannya selalu karena ada bosnya. Mungkin tak ada sinyal, ku lihat di televisi banyak berita banjir jangan-jangan dia terjebak banjir? Ah sudahlah berkata yang baik-baik saja karena ucapan adalah do'a.

***

"Bibi nginep ya kata umi!" terdengar suara Nina memanggilku. Meminta untuk menginap di rumah Kak Marni yang baru untuk acara syukuran.

"Iya Nina, sebentar Bibi membereskan dulu mainan Dilla berantakan sekali.

Aku pun segera bergegas pergi untuk menyusul Nina karena Dilla sudah duluan pergi.

"Kak ciri-ciri suami selingkuh itu seperti apa?" Aku bertanya ke pada Kak Marni sambil memasukkan potongan cabe pada sebuah blender. Kak Marni pun menjawab,

"Kakak juga tidak tahu karena belum pernah merasakannya, ih … amit-amit, yang jelas, pasti ada perubahan 180 derajat celcius dari biasanya, kenapa tiba-tiba bertanya seperti itu?" tanya Kak Marni heran.

"Tak bermaksud apa-apa sih Kak, tadi aku nonton sinetron di televisi jadi baper deh hehehe," jawabku mengalihkan pembicaraan agar Kak Marni tidak curiga.

"Ah! kamu ini korban sinetron juga ya hihihi?" jawab Kak Marni sambil tertawa.

"Hehe bukan begitu Kak, kan biar bisa diambil juga pelajarannya, pesan yang disampaikan pada sinetron itu bisa kita ambil hikmahnya.

"Iya juga," jawabnya.

Alhamdulillah acara syukurannya berjalan sempurna. Aku pun pulang. Kemudian mencoba menghubungi no ponsel yang tadi chat mesra bersama suamiku. ternyata tidak aktif. Kemudian ku coba hubungi no satu lagi yang dinamai teh Nuri. Nama yang asing bagiku dan setahuku bang Rizal tak mempunyai teman yang bernama Nuri, "Siapakah Nuri itu?" rasa penasaranku semakin memuncak.

[Assalamualaikum.] Chat pertamaku untuk teh Nuri pada sebuah aplikasi bergambar gagang telepon berwarna hijau. Tetapi tidak aktif ceklis satu. Tak lama kemudian … pesan nya ceklis dua dan berwarna biru pertanda sudah dibaca.

[Wa'alaikumsalam, ini siapa ya?] tanya teh Nuri.

[lagi apa?] ucapku so akrab seolah kami sudah saling kenal.

[Biasa habis pulang kerja, eh, tau ni pasti Mas Rizal 'kan? Hayo ngaku no nya baru lagi sih mas? tanya Teh Nuri.]

[ya yang kemarin ke blokir salah masukin pin,] ucapku penuh penasaran siapakah Teh Nuri itu?

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!