5. Kesedihan Meyra

Ddrrrttt ... dddrrrttt ...

Ponsel Zicka bergetar, ternyata itu sebuah panggilan video dari Marvin. Zicka pun segera mengangkatnya.

"Malam, Ka," sapa Marvin sambil mengulas senyum manis membuat wajahnya yang tampan kian rupawan.

"Malam juga, Vin," balas Zicka dengan senyum yang sedikit dipaksakan.

"Lagi ngapain?" tanya Marvin.

"Nggak lagi ngapa-ngapain," sahut Zicka sambil menyandarkan punggungnya di sandaran sofa. Zicka saat ini sedang duduk di ruang tamu. Melamun dan melamun, hal itulah yang sering Zicka lakukan saat tak ada siapapun di sisinya. Apalagi saat menjelang malam seperti ini, suasana sepi membuatnya kian larut dalam lamunannya.

"Maaf ya hampir 2 minggu ini aku nggak ngunjungin kamu dan Meyra. Soalnya lagi ada pembangunan cabang tokoku yang baru di luar kota. Jadi sibuk banget. Ini aja barusan banget pulangnya," ungkap Marvin berusaha menjelaskan.

Entah apa tujuannya, padahal Zicka pun tidak menanyakannya sama sekali. Ia sadar diri, siapa Marvin dan siapa dirinya. Mereka tak lebih dari kakak dan adik ipar. Perhatian Marvin pun ia anggap tak lebih dari perhatian seorang adik ipar pada sang kakak iparnya.

"Nggak papa, Vin, aku ngerti kok. Emang sih, kemarin-kemarin Meyra nanyain kamu, tapi aku bilang kalau kamu lagi sibuk dan syukurnya Meyra ngertiin," ujar Zicka seraya mengulum senyum tipis. Tak mau terlalu menampakkan kemurungan dirinya.

"Ka, kok kamu kayak murung banget? Ada masalah?" Padahal Zicka sudah sebisa mungkin untuk tidak menunjukkan raut murungnya, namun ternyata Marvin  masih bisa membaca ekspresinya. Marvin memang selalu memahami dirinya. Sangat berbanding terbalik dengan Marcel, kakaknya yang berstatus suami Zicka sendiri.

"Nggak ada kok, Vin. Aku ... biasa aja," kilahnya berusaha menampilkan senyum lebar. Namun tetap saja, Marvin tahu, senyum itu tak ikhlas. Ada yang janggal. Sekuat apapun Zicka menutupi masalahnya, Marvin tetap bisa melihatnya.

"Udah jujur aja, aku tahu kamu lagi ada masalah kan! Mata kamu nggak bisa bohong, Ka, jadi lebih baik jujur sama aku. Siapa tahu aku bisa bantu. Kalaupun nggak bisa, minimal bisa mengurangi beban pikiran kamu," tukas Marvin berusaha membuat Zicka mengungkapkan masalahnya. Sejatinya setiap orang itu butuh tempat untuk mengadukan atau minimal bercerita untuk meringankan beban pikirannya. Sebab semakin dipendam, bukannya masalah berkurang, justru akan membuat seseorang jadi tertekan dan berakibat depresi. Selagi ia bisa membantu, Marvin akan berusaha membantu. Bagaimana pun, Zicka adalah istri dari kakaknya. Sudah sewajarnya ia membantu saat kakak iparnya itu memiliki masalah sebab ia sangat tahu, Marcel pasti takkan mau repot-repot mengurusi masalah istrinya itu.

"Hufth ... "

Terdengar helaan nafas kasar dari bibir Zicka. Sorot mata yang dipaksakan ceria itu seketika berubah jadi sendu. Entah apa yang membuat Zicka sampai tampak frustasi seperti itu.

"Cerita Ka, kamu kenapa? Jangan kamu pendam sendiri masalah kamu entar kamu malah sakit kan kasian Meyra," tukas Marvel terus berusaha membujuk agar Zicka mau terbuka padanya.

"Emmm ... Mas Marcel ... Dia udah 2 minggu ini nggak pulang, Vin." Zicka pun akhirnya mulai membuka suaranya menceritakan permasalahannya.

" Apa? Emang kemana kak Marcel, Ka?" Tanya Marvin penasaran. Bagaimana bisa kakaknya begitu tega meninggalkan anak istrinya selama itu.

"Nggak tahu, Vin. Dia kayaknya marah sama aku soalnya malam itu aku tanya kok dia pulangnya larut banget sampai nggak ada waktu buat kami sama sekali. Setelah itu dia marah terus pergi gitu aja ninggalin kami tanpa sepatah kata pun."

Perlahan Zicka mengungkapkan permasalahan utamanya. Permasalahan yang membuatnya murung karena selalu kepikiran. Ia bingung, apa salah bila ia mempertanyakan keberadaan suaminya dan alasan suaminya itu sering pulang terlalu larut. Bukankah hak seorang istri mendapatkan penjelasan. Tapi mengapa, Marcel justru marah padanya sehingga pergi begitu saja tanpa mempedulikan mereka sama sekali.

"Astaga Ka, aku bener-bener nggak tau," sahut Marvin merasa bersalah.

Sebagai seorang adik, ia pun merasa bertanggung jawab atas perbuatan sang kakak yang seakan menelantarkan anak dan istrinya begitu saja.

"Nggak papa, Vin! Aku ngerti kok kamu juga kan sibuk. Lagian ini bukan salah kamu sama sekali. Jadi nggak perlu kayak merasa bersalah gitu," ucap Zicka seraya memaksakan tersenyum.

"Ada masalah lain kah, Ka? Kalo masih ada, aku siap kok dengerin semua keluh kesahmu?" Ujar Marvin masih berusaha mengorek permasalahan sang kakak ipar.

Zicka mengangguk lemah dengan wajah sendu, "Meyra, Vin," ucap Zicka sendu.

"Kenapa Meyra?"

"Udah lebih dari seminggu yang lalu dia pingin jalan - jalan trus renang bareng papa nya, tapi karena mas Marcel nggak bisa dihubungi hingga sekarang, jadi aku nggak bisa wujudin keinginannya. Meyra nangis, Meyra sedih dianggap pembohong sama temannya karena hingga sekarang belum juga jalan-jalan sama renang. Jadi aku janji besok kami pasti jalan, tapi ... tapi hingga hari ini pun mas Marcel masih aja nggak bisa dihubungi jadi aku harus bagaimana, Vin? Gimana aku bisa nepatin janji aku sama Meyra? Aku ... aku nggak mau Meyra sedih lagi."

Zicka mengeluarkan semua bebannya pada Marvin. Zicka tergugu dan terisak. Hatinya sakit. Hatinya perih. Ia tak masalah Marcel ingin bersikap acuh tak acuh padanya, tapi jangan dengan Meyra. Hatinya pilu melihat putri kecilnya menangis dan bersedih seperti itu. Mengapa ayahnya begitu tega mengabaikan putrinya sendiri? Marcel seakan sudah tak peduli lagi dengan mereka, anak dan istrinya. Tapi mengapa? Apa alasannya? Seharusnya Marcel bisa menjelaskan. Bila memang mereka ada salah, katakan. Jangan buat mereka seperti ini! Jangan buat anaknya bersedih hingga kecewa seperti ini!

"Ka, kamu jangan sedih ya! Aku janji kalau besok kalian pasti akan jalan-jalan. Kamu siap-siap aja besok. Jangan lupa bawa perlengkapan renangnya! oke," ujar Marvin tiba-tiba membuat Zicka mengerutkan keningnya. Matanya yang bulat jadi terlihat berpendar indah saat mengerutkan kening seperti itu.

"Tapi Mas Marcel kan ... !"

"Udah, nggak usah pikirin itu. Itu urusanku. Yang penting malam ini kamu istirahat supaya besok bisa jalan dengan senang," ucap Marvin dengan ceria membuat Zicka berkaca-kaca.

"Makasih ya ,Vin, kamu selalu ada buat aku dan Meyra," ucap Zicka tulus.

"Udah nggak usah sok terharu gitu. Aku tahu, aku memang baik," ujar Marvin seraya terkekeh geli. "Udah, kamu tidur gih. Selamat malam, Ka," ucapnya tak pelak membuat Zicka tersenyum.

"Met malam juga, Vin," balas Zicka dengan wajah yang lebih ceria dari sebelumnya.

Setelah menutup panggilan videonya, Marvin pun mencoba menghubungi Marcel.

"Halo kak," ucapnya saat panggilannya diangkat.

"Halo juga ,Vin. Ada apa?" Tanya Marcel tanpa basa-basi.

"Kak, kok kamu nggak pulang-pulang ke rumah sih? Kasihan Zicka dan Meyra kak, mereka kangen kakak," ujar Marvin memberi tahu perihal anak dan istri dari kakaknya itu. Tapi Marcel justru diam, tanpa suara sama sekali.

"Kak, kok diem sih? Kakak masih di sana kan?" Hanya helaan nafas yang terdengar lalu Marvin pun melanjutkan perkataannya, "Kak, hari ini Meyra nangis-nangis, dia pingin jalan-jalan sama kakak, kapan kakak pulang?"

"Untuk sementara kakak nggak bisa pulang. Nggak usah ikut campur urusan kakak! Lebih baik kau urus urusanmu sendiri!" Tegas Marcel sebelum memutuskan sambungan teleponnya sepihak.

Tut tut tut ...

Marvel sampai berdecak kesal, mengapa kakaknya jadi seperti itu? Apa sebenarnya yang telah terjadi?

"Kak, kamu bener-bener keterlaluan! Jangan sampai kelak kamu menyesal atas perbuatan bodoh mu itu!" desis Marvin yang tak habis pikir dengan sikap sang kakak pada anak dan istrinya sendiri.

Keesokkan paginya

Brum ... brum ...

"Mama, kayaknya itu suara mobil papa! Yeay, Meyra akhirnya jalan-jalan. Papa ...." Dengan riang Meyra segera berlari ke depan bermaksud untuk menyambut papanya.

"Halo cantik ...." sapa Marvin dengan senyum lebarnya.

Meyra celingak-celinguk mencari keberadaan sang papa namun tak ada.

"Papa mana, Om?" tanya Meyra bingung.

"Papa?" Tanya Marvin bingung.

"Iya, papa," cicitnya saat sadar papanya ternyata tidak ada. Lalu mata Meyra berkaca-kaca saat melihat mobil yang terparkir ternyata milik Marvin, bukanlah papanya seperti harapannya.

"Hiks ... Hiks ... Hiks ... " tangis Meyra yang sudah terisak.

"Kamu kenapa cantik? Cup cup cup, jangan nangis donk cantiknya Oom," bujuk Marvin sambil menarik Meyra ke atas pangkuannya.

"Meyra pikir Papa yang pulang, taunya oom. Kalau papa nggak pulang berarti Meyra nggak jadi donk jalan-jalannya," adu Meyra sambil terisak.

"Kata siapa nggak jadi jalan-jalan? Kan ada Om, kalau papa nggak ada, Om mau kok ajak Meyra jalan-jalan. Emangnya Meyra mau jalan-jalan kemana? Mau jalan-jalan dulu terus renang atau renang dulu baru jalan-jalan?"

"Ah, beneran Om mau ajak Meyra jalan-jalan?" tanya Meyra antusias.

"Bener, kapan sih Om pernah bohong sama Meyra nya Om yang cantik ini?"

"Yeayyyy ... Ma ... Ma ... Ma .... Om Marvin mau ajak kita jalan-jalan," seru Meyra bahagia karena akhirnya keinginannya untuk jalan-jalan dan berenang bisa terwujud.

"Makasih ya Vin, kamu udah mau ajakin Meyra jalan-jalan. Kalau nggak ada kamu entah gimana jadinya perasaan Meyra," ucap Zicka tulus.

"Kamu nggak usah khawatir, Ka, selagi masih ada aku, aku takkan biarin Meyra bersedih," ucap Marvin sambil menepuk lembut bahu Zicka yang hanya dibalas Zicka dengan senyuman.

...***...

... HAPPY READING ❤️❤️❤️...

Terpopuler

Comments

Raufaya Raisa Putri

Raufaya Raisa Putri

marvin..marsel...jd ue marvel

2024-06-29

0

Yunerty Blessa

Yunerty Blessa

kasian Meyra merindukan ayah nya

2024-01-11

0

Aprisya

Aprisya

mayra senangnya diajak jalan" walaupun bukan papa yang nemenin...

2023-09-01

0

lihat semua
Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!