Waktu sudah menunjukkan hampir pukul 12 malam, tapi tanda-tanda kepulangan Marcel belum juga ada. Sudah berkali-kali Zicka mencoba menghubungi tapi tetap saja jawabannya nomor yang Anda tuju sedang berada di luar jangkauan. Di chat pun percuma, hanya centang satu. Pesan yang sebelumnya dikirim pun boro-boro dibalas, dibaca juga tidak.
"Sebenarnya kamu kemana sih mas? Kamu anggap aku dan anak kamu ini apa sampai kamu seperti udah nggak peduli lagi sama kami. Ingin tidur duluan, takutnya kamu tiba-tiba pulang. Mau tak mau aku terpaksa menunggu, entah sampai jam berapa," gumam Zicka yang sudah mulai bosan menunggu.
Namanya istri, walaupun enggan tetap saja dilakukan. Semua demi bakti sebagai seorang istri. Walaupun kadang dianggap sepele, tapi yang di atas tahu bagaimana perjuangan seorang istri untuk menunjukkan baktinya pada sang suami.
kreeeekkkk ...
Suara pintu dibuka.
"Ah, itu suara pintu! Sepertinya Mas Marcel sudah pulang. Ah, ternyata benar!" Serunya kegirangan saat melihat Marcel membuka pintu dan masuk ke dalam rumah.
Rasa kesalnya menguap begitu saja. Ia pikir, suaminya pasti sangat lelah setelah bekerja siang malam demi mencukupi kebutuhan mereka, anak dan istrinya.
Tanpa basa-basi Zicka pun segera menghampiri Marcel lalu mencium punggung tangannya dan menyambut tas Marcel untuk ia letakkan di tempatnya.
"Mas mau mandi ?" Tanya Zicka lemah lembut dan senyum yang terus merekah di bibir berharap sikap lembutnya dapat membuat Marcel balas tersenyum.
"Nggak," sahutnya datar.
"Atau mau minum sesuatu?" Tawar Zicka lagi. Mungkin saja saat ini Marcel sedang kehausan.
"Nggak usah! Aku mau langsung tidur aja," sahutnya datar tanpa menoleh lagi.
"Hmmm ... " Sahut Zicka dengan gumaman saja. Ia sudah kehilangan kata.
Ada rasa nyeri di dada Zicka. Rasa nyeri yang tak sanggup ia katakan. Hanya mampu memendam. Apalagi yang bisa ia coba selain bersabar. Tidak mungkin pula ia langsung mencecarnya dengan berbagai pertanyaan yang ia yakini akan berujung pertengkaran. Apalagi hari sudah begitu larut.
Zicka pun mengekori Marcel hingga ke kamar. Ia segera mangambilkan baju ganti untuk Marcel. Setelah berganti pakaian, Marcel dan Zicka segera membaringkan tubuhnya di ranjang milik mereka.
"Mas...!" Panggil Zicka pelan saat tahu Marcel belum tertidur.
"Hhmmm..." Sahut Marcel belum tanpa menoleh sama sekali.
"Kok pulangnya larut banget?" tanya Zicka hati-hati.
"Mau aku bilang berapa kali sih, aku itu sibuk," ketus Marcel dengan suara meninggi membuat Zicka terkejut setengah mati. Zicka menghela nafas, berusaha untuk tetap bersabar.
"Ya sesibuk-sibuknya kan nggak mungkin sampai pulangnya larut terus kayak gini, Mas. Belum lagi pagi-pagi bener Mas udah harus berangkat lagi, masa' waktu istirahatnya bentar banget. Libur juga sudah lama nggak ada." Zicka mengungkapkan unek-uneknya sambil memilin jemarinya karena gugup
"Langsung aja ke intinya, kamu nggak percaya sama aku, hah?" Bentak Marcel yang langsung duduk menghadap Zicka dengan tatapan mengintimidasi.
Melihat Marcel duduk, Zicka pun ikut duduk sehingga mereka kini duduk saling berhadap-hadapan.
"Bukannya aku nggak percaya Mas, tapi dulu kamu nggak sesibuk ini, masih ada waktu buat keluarga, tapi sekarang ... jangankan waktu libur, pulang pun kamu selalu larut sampai-sampai kamu tak pernah tahu bagaimana pertumbuhan anakmu sendiri, Mas. Kami ini kamu anggap apa sih mas?" jawab Zicka sedikit meninggi. Ia pun punya emosi. Bila Marcel selalu bicara dengannya dengan meninggi, ia pun bisa. Walaupun sebenarnya itu tak boleh, tapi mau bagaimana lagi. Ia pun bisa marah dan kesal bila diperlakukan seperti itu terus-terusan.
"Kamu sudah berani berteriak di depanku, hah? plakkk ..."
Sebuah tamparan melesat tepat di pipi kiri Zicka meninggalkan bekas memerah bahkan sedikit luka di ujung bibirnya.
"Mas, salahku apa? Kenapa kamu jadi gini, Mas? Kamu jahat banget tau nggak sih mas." Zicka sudah tak dapat membendung air matanya lagi. Ia sakit. Sangat sakit. Bukan hanya fisik, tapi batin.
"Kalau kamu masih begini, lebih baik aku nggak pulang sekalian. Bosen aku menghadapi pertanyaan-pertanyaan kamu."
Marcel sontak berdiri, mengambil jaket dan tas nya lalu pergi begitu saja entah kemana menggunakan mobilnya membuat Zicka panik luar biasa.
"Mas, Mas, Mas Marcel, kamu mau kemana, Mas? Jangan tinggalin kami mas?" teriak Zicka setengah berlari mengejar Marcel yang telah melajukan mobilnya keluar dari halaman.
Zicka terkulai di lantai dengan memeluk lututnya. Air matanya terus tumpah dan terus mengalir makin deras tak terbendung.
"Mas, kamu mau kemana mas? Cepat kembali! Baiklah aku nggak akan banyak tanya lagi, tapi aku mohon kembali, kasian Meyra, Mas, dia masih butuh kasih sayang dari ayahnya. Mas, kamu kemana? Mengapa kamu tega, Mas?"
Sementara mobil Marcel sudah makin menjauh meninggalkan Zicka yang menangis sendirian.
Pagi hari,
"Ma, Ma, Ma..." Meyra mendekati Zicka.
"Apa sayang?" sambil mengelus kepala Meyra.
"Ma, papa mana sih kok Meyra nggak lihat-lihat papa, papa nggak pulang ya?"
"Papa pulang kok sayang cuma papa sibuk, jadi pagi-pagi papa udah berangkat kerja lagi. Papa mau bangunin Meyra, tapi Mama yang larang kan kamu masih bobok."
Meyra mencebik kesal. Lalu ia menatap wajah mamanya yang nampak berbeda.
"Mama habis nangis ya?"
"Enggak kok sayang, kok Meyra bilang mama habis nangis?"
"Itu mata Mama bengkak, hidung mama juga merah, atau mama lagi demam?"Meyra memeriksa dahi Zicka dengan punggung tangannya seperti yang biasa Zicka lakukan.
"Tuh, Mama demam. Mama istirahat aja. Meyra nggak ngambek lagi kok. Mama harus cepat sembuh. Kalo mama sakit, siapa yang jagain Meyra." Mata Meyra sudah berkaca-kaca karena merasa khawatir dengan ibunya.
"Mama nggak sakit kok sayang, mungkin cuma kecapekan aja. Istirahat sebentar juga udah sehat. Oh ya, Meyra tadi kok tumben tanyain papa, emang ada apa?" selidik Zicka sambil menatap lekat netra sang anak.
"Meyra pingin jalan-jalan, Ma, pingin berenang juga kayak Ajeng. Kemarin Ajeng cerita dia pergi jalan-jalan sama mama dan papanya. Katanya asik banget. Meyra juga pingin, Ma!" ucap Meyra dengan wajah sendu.
"Oh ya udah nanti kalo papa nggak sibuk kita ajakin jalan-jalan sama renang ya. Nanti mama bilangin ke papa, tapi Meyra jangan sedih lagi ya!" bujuk Zicka sambil mengusap kepala Meyra.
"Ah, yang bener, Ma?Asikkk ... Meyra mau jalan-jalan sama renang."
Meyra berseru kegirangan sambil melompat-lompat. Baru mendengar janji sang ibu saja ia sudah begitu bahagia. Ia hanya harap, putrinya itu tidak kecewa bila suatu hari janji itu tak kunjung bisa ia tepati mengingat sikap Marcel sekarang yang sangat jauh berbeda dan tak peduli sama sekali dengan istri dan anaknya.
"Maafin mama ya, Nak, Mama terpaksa bohong! Mana mungkin papa mau ajakin kita jalan, papa aja seperti udah nggak peduli sama kita," gumam Zicka sambil memandangi wajah girang sang putri. Tanpa Zicka sadari, air matanya telah mengalir dari sudut matanya.
...***...
...HAPPY READING ❤️❤️❤️...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 51 Episodes
Comments
𝐚𝐫𝐢𝐞𝐬 𝐠𝐢𝐫𝐥
𝐤𝐨𝐦𝐮𝐧𝐢𝐤𝐚𝐬𝐢 𝐢𝐭𝐮 𝟐𝐚𝐫𝐚𝐡
𝐤𝐥𝐨 𝟏𝐚𝐫𝐚𝐡 𝐧𝐦 𝐧𝐲𝐚 𝐤𝐡𝐨𝐭𝐛𝐚𝐡
𝐤𝐥𝐨 𝐝𝐥𝐦 𝐫𝐭 𝐠𝐤 𝐚𝐝𝐚 𝐤𝐨𝐦𝐮𝐧𝐢𝐤𝐚𝐬𝐢 𝐝𝐠𝐧 𝐩𝐚𝐬𝐚𝐧𝐠𝐚𝐧, 𝐲𝐚 𝐦𝐞𝐧𝐝𝐢𝐧𝐠 𝐬𝐢𝐧𝐠𝐥𝐞 𝐡𝐚𝐩𝐩𝐲
2025-04-16
0
Pisces97
buat apa pernikahan dipertahankan jika didalam pernikahan sudah tidak ada kejujuran ..
anak semakin besar dia tau kedua orang tua nya tidak baik baik saja...
buat mereka sakit hati lebih baik pisah demi psikis anak..
2024-07-30
0
Raufaya Raisa Putri
kl udah kdrt mh rasa ny ngg perlu bertahan sih
2024-06-29
0