Part 3 ~ Salah Kamar

Beberapa jam sebelumnya, di lobby.

“Ternyata, nggak lama lagi kita jadi iparan,” ujar Helen sambil tersenyum.

“Hm. Rasanya aku juga tidak percaya kalau malam ini aku akan bertunangan dan sebentar lagi menikah. Padahal kuliah juga belum selesai,” tutur Olivia.

Kedua perempuan itu sudah berada di lobby hotel, di mana pertunangan antara Olivia dan Haris akan dilaksanakan. Olivia dan Helen bersahabat sejak masih SMP dan Haris adalah kakak dari Helen. Keduanya pasti semakin dekat, ketika Haris dan Olivia menikah.

Perbedaan umur Olivia dan Haris agak jauh. Olivia dan Helen baru berumur dua puluh satu tahun sedangkan Haris sudah tiga puluh dua. Kedua keluarga mereka sudah dekat karena hubungan persahabatan antara Olivia dan Helen. Sedangkan kedekatan Olivia dan Haris baru setahun belakangan dan keluarga setuju saja ketika Haris mengusulkan akan serius dan ingin menikah dengan Olivia.

Helen membuka amplop coklat berisi beberapa acces card dan memberikan salah satu pada Olivia. “Nih, sepertinya kita beda lantai,” ujar Helen sambil memandang acces card miliknya.

“Iya ya,” sahut Olivia melirik kartu milik Helen.

“Menurut lo, Fahri bakal dateng nggak?”

Olivia hanya menghela nafasnya mendengar pertanyaan Helen. Fahri juga sahabat mereka, lebih tepatnya mereka bertiga bersahabat. Dari SMP, SMA bahkan sampai kuliah di kampus yang sama. Kedekatan mereka ternyata menimbulkan rasa berbeda.

Fahri menyukai Olivia bahkan pernah menyatakan hal itu di depan umum, saat Fahri bergabung dalam tim Futsal dan memenangkan pertandingan. Olivia tidak menerima ungkapan perasaan Fahri, sempat kecewa karena persahabatan mereka jadi renggang.

Fahri menghargai keputusan Olivia. Ketiganya kembali bersahabat walaupun Fahri masih dengan perasaan yang sama. Ternyata bukan hanya Fahri yang akhirnya jatuh cinta, Helen pun memiliki rasa pada Fahri hanya saja tidak dia ungkapkan.

“Kayaknya nggak, tadi pagi dia kirim pesan mau antar Ibunya,” sahut Olivia

“Alibi, menurut lo gitu nggak?”

Olivia mengedikkan bahunya. “Kita harus hargai perasaannya. Aku tidak mau memaksa dia hadir, apalagi saat aku menikah.”

“Bener juga sih, tapi tenang aja gua akan pastikan dia hadir di pernikahan lo.” Helen menepuk bahu Olivia.

Olivia dan Helen, akhirnya menuju kamar mereka sambil mempersiapkan acara nanti malam. Mereka berpisah di lift karena kamar mereka berada di lantai berbeda. Olivia memastikan nomor kamar yang tertera di access card sama dengan kamar di hadapannya.

“Delapan kosong sembilan,” ucap Olivia.

Tangan gadis itu tidak jadi menempelkan kartu ke sensor pintu, setelah diperhatikan pintu kamar itu tidak tertutup rapat. Dia pun mendorong pelan pintu kamar dan menempati kamar tersebut dalam keadaan gelap.

“Tidak terkunci,” gumam Olivia.

Kartu akses diletakan di slot listrik dan lampu kamar serta pendingin udara pun menyala. Gadis itu memeriksa area ranjang dan toilet tapi tidak ada hal yang aneh dan mencurigakan. Setelah mendorong kopernya agak ke sudut ruangan, Olivia berniat untuk membersihkan diri.

Melihat dua botol air mineral yang terletak di meja dan merasakan dahaga, Olivia pun membuka salah satu botol lalu membuka seal dan meneguknya menghabiskan hampir setengah isi botol. Gadis itu melepaskan dress yang dia kenakan dan hanya menyisakan pakaian dalam, lalu menuju toilet. Melepaskan jam tangan kemudian mencuci muka. Tiba-tiba Oliv menguap dan merasakan kantuk, sangat mengantuk.

“Hoam. Kenapa ngantuk sekali,” ujar Olivia melangkah keluar dari toilet.

Melihat ranjang yang begitu nyaman, dia pun berbaring di sana. “Tidur sebentar nggak apa-apa deh,” gumamnya kemudian terlelap.

***

Ketika terjaga Olivia mendapati dirinya hanya berada di bawah selimut tanpa pakaian bersama  seorang pria tidak dikenal. Haris, calon tunangannya kalap dan menghajar pria itu yang kemungkinan sudah melakukan sesuatu dengannya.

Sempat terjadi keributan, di mana Haris terus berteriak dan akan memberikan pukulan lagi pada pria di samping Olivia, tapi di tahan oleh Alan. Haris membatalkan pertunangan lalu meninggalkan kamar.

Helen menghampiri Olivia yang kondisinya berantakan.

“Oliv ada apa denganmu?”

“Aku … aku nggak ngerti. Kenapa bisa begini. Jujur aku tidak tahu siapa pria itu.” Olivia berkata dengan wajah sudah basah dengan air mata.

Masih bingung dengan kondisinya, lalu pertunangannya dibatalkan tentu saja membuat wanita itu frustasi dan akhirnya menangis. Tidak mungkin dia harus tertawa dengan situasinya saat ini.

“Kalian, tidak berbuat yang aneh-aneh ‘kan?” tanya Helen dengan hati-hati.

Olivia terdiam. Tentu saja hal itu yang menjadi pikirannya saat menyadari terbangun bersama pria asing. Apalagi tanpa sehelai kain di tubuhnya. Penampilan Olivia dengan rambut berantakan dan ada beberapa jejak cinta di leher, mungkin juga di wilayah dadanya yang tertutup selimut membuat orang lain akan menduga sudah terjadi sesuatu antara mereka.

“Helen, aku takut. Kak Haris membatalkan pertunangan kami,” ungkap Oliv dengan air mata kembali menetes. Bahkan wanita itu menggenggam erat kedua tangan Helen.

“Sebentar, kita perlu pastikan sesuatu,” ujar Helen.

“Maksudmu?”

“Kita pastikan tidak ada yang terjadi denganmu jadi tidak ada alasan Kak haris membatalkan pertunangan kalian.”

Helen menyingkap selimut dan menemukan noda di atas sprei. “Oliv,” ucap Helen.

Olivia kembali terisak.

“Bisa saja itu noda soda atau makanan. Apa ada rasa sakit di tubuhmu, terutama di bagian itu?” tanya Helen.

Olivia terdiam lalu menggeser posisi dia duduk lalu menjerit pelan.

“Helen, aku tidak tahu siapa pria itu dan tidak ingat kenapa dia bisa ada di kamar ini.” Saat ini Olivia bukan hanya terisak, tapi menangis meraung.

“Olivia, sayang. Ada apa ini, Nak?”

“Mami.”

Naya -- Mami Olivia -- langsung memeluk putrinya, sedangkan Tristan -- Papi Olivia hanya berdiri memandang putrinya. Pria itu sudah bisa menduga apa yang terjadi dengan Olivia.

“Kalian temani Oliv, aku akan temui Alan,” ujar Tristan lalu pergi. 

Acara pertunangan yang seharusnya dilaksanakan beberapa saat lagi, akhirnya kacau dan dibatalkan karena Olivia tidak kunjung muncul dan tidak menjawab teleponnya. Bahkan di kamar pun tidak ada,  ternyata Olivia ditemukan di sebuah kamar lain bersama seorang pria.

“Mih, Kak Haris marah. Dia ingin pertunangan ini batal. Sumpah, aku tidak tahu kenapa pria itu bisa ada di kamarku,” tutur Olivia.

Naya dan Helen saling tatap mendengar pengakuan Olivia.

“Sayang, Mami sudah ke kamarmu dan kamu tidak ada. Ini … bukan kamarmu.”

Pernyataan Naya membuat Olivia bingung.

“Ini kamarku, Helen yang berikan acces card. Delapan kosong sembilan,” sahut Oliv.

“Oliv, Tante Naya benar ini bukan kamar kamu. Ini kamar delapan kosong enam,” ujar Helen.

“Apa?” 

Terpopuler

Comments

Alanna Th

Alanna Th

kq setega itu ya seorg shbt. aq juga punya shbt sejak smp, tapi ia setia hingga ajal mnjemputnya

2024-10-16

0

Qaisaa Nazarudin

Qaisaa Nazarudin

Oh Haris kakaknya Helen,Ku pikir Helen ngincar Haris, Pasti ada maksud lain dari Helen ngejebak Oliv,Tapi gak tau motifnya apa..

2024-02-29

1

Maya Ratnasari

Maya Ratnasari

harusnya kalo emang sengaja dijebak dgn membalik angka, ya nomor kamarnya: 608

2023-12-25

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!