Chapter 4

Konyol sekali memang. Ternyata, baru saja Lucky membayangkan dirinya tertimpa kipas angin yang jatuh dari langit-langit ketika ia tengah tidur di sofa. Ya, sepertinya pria ini terlalu menganggap hal sekecil apa pun sebagai bahaya. Bahaya mengintainya di mana-mana. Terlebih di lingkungan yang asing baginya seperti rumah Ashila sekarang ini.

“Aduh, kenapa harus ribet-ribet sih, Ky? Memang apa yang salah sama letak sofanya?”

“Kamu bisa lihat juga, kan. Sofanya ada tepat di bawah kipas angin itu. Nanti kalo tiba-tiba itu kipas jatuh di saat aku lagi tidur gimana? Atau kamu memang sengaja kasih aku tidur di situ biar aku celaka?” Akhirnya, mau tak mau, Lucky membeberkan ketakutannya pada Ashila. Dan lagi-lagi, pria itu pun berburuk sangka pada gadis yang sudah bersedia sukarela menampung dirinya di rumah gadis itu.

“Ouh, astaga. Jadi, kamu cemasin itu. Ya ampun, Ky. Aku tuh tinggal di sini bahkan udah cukup lama banget, tapi gak ada tuh kipas angin sampe jatuh-jatuh segala. Tetep nempel di situ dengan aman. Kamu aja kayaknya yang terlalu takut berlebihan, deh.”

“Aku gak mau tau, pokoknya kamu harus geserin sofanya. Atau kalo gak, aku bakal tidur di kamar kamu, sama kamu.” Perkataan Lucky ini membuat Ashila melotot seketika. Apalagi, Lucky lebih mendekatkan posisinya dengan Ashila, sengaja agar wajah mereka berdua benar-benar dekat.

“E-eh kamu ... jangan macem-macem! Oke, nanti aku pindahin.”

“Bagus.” Pria itu sudah menarik wajahnya kembali dan berdiri agak menjauh. “Ah, ya. Jangan lupa soal surat perjanjiannya juga.”

“Huft, baiklah. Kita bisa buat sekarang juga.”

Ashila mengambil selembar kertas dan sebuah pulpen.

“Nih ....” Ashila menyodorkan kertas dan pulpennya pada Lucky yang sudah duduk di bangku meja makan.

“Kenapa dikasih ke aku? Tulislah. Nanti kita baru tanda tangan berdua.”

“Huhh, oke baiklah. Jadi, apa yang mesti kutulis?”

Jujur saja, Ashila mulai agak kesal dengan pria di hadapannya satu ini. Terlalu ribet, terlalu banyak mau, entah apa lagi berikutnya.

“Ya tulis apa pun sesuai janji kamu tadi. Apa yang udah kamu janjiin tadi sebagai kompensasi atas kecelakaan aku dan keadaan aku sekarang.”

“Iya baiklah, Tuan.”

Ashila pun mulai menulis di lembaran kertas itu.

SURAT PERJANJIAN

*Dengan ini, Ashila Shannon Vilia, menyatakan akan memenuhi janji sebagai bentuk kompensasi atau ganti rugi atas kelalaiannya menabrak pihak kedua (a.n. Lucky). Dengan rincian sebagai berikut:

• Mengizinkan Lucky tinggal di rumah Ashila sampai keadaan Lucky pulih, ingatannya kembali, dan kakinya sembuh (bisa berjalan normal lagi)

• Selalu mengantar Lucky ke rumah sakit untuk mempercepat pemulihan keadaan kakinya

• Memenuhi segala permintaan dan kebutuhan Lucky selama masih tinggal satu rumah (dengan catatan permintaan itu masuk akal dan tidak ilegal)

• Merawat Lucky dengan sepenuh hati sebagai bentuk tanggung jawab

Additional Note: selama tinggal bersama, kedua pihak diharapkan bisa menjaga jarak satu sama lain, berhubungan yang sewajarnya saja (terlebih hanya untuk kasus-kasus penting), untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan.

Demikian, perjanjian ini dibuat dengan sebenar-benarnya dalam keadaan sadar. Apabila satu atau lain pihak melanggar, maka akan mendapat konsekuensi setara dengan aturan hukum yang berlaku (dalam pasal perlakuan tidak menyenangkan).

Tertanda,

Pihak pertama,

Ashila Shannon Vilia

Pihak kedua,

Lucky (nama samaran*)

Ashila menunjukkan surat perjanjian hasil tulisannya kepada Lucky. Sebelum menandatangani surat itu, Ashila hendak minta persetujuan pria itu dulu atas isi suratnya. Siapa tahu ada hal yang ingin ditambah atau dikuranginya. Maklum saja, Ashila tak lupa kalau pria itu cukup banyak maunya.

“Nih, udah. Gimana menurut kamu?”

Lucky terlihat tengah membaca lembar itu dengan saksama. Kemudian, pria itu pun berkomentar.

“Hm, cukup bagus. Boleh begini aja, sih. Eh, tapi ini pake additional note segala maksudnya apa? Isinya begini pula.”

“Ah, itu biar gak ada hal-hal buruk yang gak diinginkan aja.”

“Maksudnya? Siapa juga yang berniat macem-macem sama kamu? Kamu pikir aku pria macem apa? Aku juga kalo mau deket-deket cewek lihat-lihat dulu kali.”

“Heh, maksudnya apa tuh? Aku pun juga gak ngarep begitu sama kamu. Itu buat antisipasi aja. Yang namanya manusia biasa, pasti bisa khilaf juga, kan. Aku tulis begitu buat keamanan diri aku aja.”

“Okelah terserah. Ya udah, ayo tanda tangan!”

“Kamu duluan, deh.”

Lucky tanda tangan lebih dahulu. Surat tersebut bahkan dibubuhi materai dulu supaya terkesan lebih sah. Setelah Lucky, Ashila pun ikut menandatanganinya. Kemudian, Ashila menyimpan rapi surat tersebut ke dalam laci salah satu nakasnya di ruangan itu.

“Udah. Beres, kan. Apa lagi?”

“Sofanya? Ini udah malem, kan. Aku pengin istirahat.”

“Ah, iya. Oke, laksanakan, Tuan!”

Sambil Ashila menggeser sofanya, lagi-lagi Lucky memberondongnya dengan permintaan aneh-aneh.

“O ya, aku harus berendam air hangat dulu kalo mandi pagi, juga hanya pake sabun cair yang bermutu, yang mengandung antiseptik. Dan, ya... aku hanya mau minum air mineral yang sehat. Buat sarapan pagi cukup roti tawar berkualitas, gak mau makanan yang terlalu berat, setidaknya harus ada segelas susu sehat entah itu plan atau yang berasa.”

“Hah?” Ashila sampai melongo mendengar ocehan panjang Lucky.

Bahkan, Ashila sampai berpikir, katanya pria ini masih amnesia, tetapi mengapa ia ingat betul setiap permintaannya itu.

“Beneran lupa ingatan gak sih ini? Minta macem-macem begitu aja masih bisa,” lirih Ashila tetapi Lucky masih bisa mendengarnya.

“Hey, aku ini amnesia bukannya bodoh. Permintaan aku tadi itu wajar, buat kebiasaan hidup sehat memang mesti begitu,” bantah Lucky.

Ashila sempat mendengus kesal, tetapi ia tetap mengiyakan maunya Lucky. Ya, bagaimanapun gadis itu memang sudah berjanji. Bahkan, baru saja beberapa menit lalu ia tanda tangan surat perjanjian.

“Iya iya. Besok aku siapin semuanya, Tuan Lucky.”

“Nah, bagus. Memang harusnya begitu.”

Sofa di ruangan itu pun sudah berpindah tempat, tak lagi tepat di bawah kipas angin. Setelah memberikan bantal dan selimut untuk Lucky, Ashila pun masuk kamar dan menutup pintu kamarnya rapat-rapat.

\*\*\*

Tentu saja, ini kali pertama Lucky menginap di rumah Ashila, makanya ia masih sangat tidak terbiasa. Terlebih untuk tidur di sofa, pria itu rasanya memang kurang nyaman. Hingga hampir dini hari pun Lucky belum bisa memejamkan matanya meski sudah sedari tadi berbaring di sofa, ia hanya terus menatap langit-langit rumah Ashila.

Pria itu sesekali menoleh ke kamar Ashila. Terlihat dari celah di bawah pintunya, lampu kamar gadis itu masih menyala. Lucky bertanya-tanya, apa Ashila tak suka tidur dalam gelap atau kini gadis itu memang belum tidur juga?

Kenyataannya, Ashila kini memang belum tidur. Bukan karena frustrasi memikirkan segala tentang Lucky, melainkan gadis itu tengah menggali inspirasi untuk melanjutkan komiknya di platform online.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!