Arumi terbangun dari tidur panjangnya. Rasa lelah yang dirasa telah hilang, Arumi mengambil ponselnya.
"Ya Allah, ponselku mati. Kakek dan Nenek pasti cemas." Arumi keluar dari rumah itu dan ingin pulang ke rumah.
Hampir satu jam Arumi berjalan tidak menemui satupun kendaraan yang lewat. Di bawah pohon besar Arumi istirahat, sesekali disekanya butiran-butiran air yang jatuh di wajahnya.
"Dimana ini? Seberapa jauh aku berjalan?" Arumi mengatur nafasnya.
Sebuah mobil melewatinya, tak begitu jauh dari posisinya mobil itu berhenti. Keluar dari mobil seseorang yang sepertinya Arumi kenal.
"Arumi, sedang apa kamu disini?" tanya Alvan.
"Alvan, syukurlah. Bisa kamu menolongku? Aku tersesat." Kata Arumi.
"Ayo, ikut aku!" Alvan membantu Arumi berdiri dan membawanya masuk ke mobil. Alvan memperhatikan keadaan Arumi saat ini, tampak sangat-sangat menyedihkan.
Mereka memasuki pekarangan rumah yang cukup besar.
"Dimana ini?" tanya Arumi.
"Ini rumahku. Bersihkan dulu dirimu, setelah itu aku antar pulang." Alvan masuk ke rumah dan berbicara dengan salah seorang pelayan.
"Permisi Mba, ayo saya antar ke kamar tamu." Pelayan itu dengan sopan membawa Arumi.
"I...iya, mksh Mba." Arumi mengikuti.
"Ini kamar mandinya, silakan Anda membersihkan diri. Nanti pakaian ganti saya letakkan di atas sofa ini. Saya permisi." Pelayan itu meninggalkan Arumi.
Arumi menatap pantulan dirinya di cermin. Betapa kacau berantakan keadaannya saat ini. Mata membengkak, rambut kusut mengeras. Sudah berapa hari dia tidak mandi. Perasaan baru kemarin, apa ini efek dari sakit hati, batin Arumi.
Setelah membersihkan diri, Arumi memakai baju yang disediakan untuknya. Sangat pas dengan Arumi, yang suka berpakaian santai dengan celana jeans dan juga kaos oblong. Arumi memutuskan merubah penampilannya. Tidak lagi memakai kacamata, mencoba menggerai rambut panjangnya. Mencoba berdandan tipis dengan kosmetik yang ada dihadapannya.
"Permisi, Mba ditunggu Tuan Muda sarapan." Pelayan itu menunggu Arumi di depan pintu kamar.
"Iya Mba, maaf merepotkan." Arumi menuju ruang makan.
Alvan memandangi Arumi. Benarkah ini Arumi? Sungguh cantik, Alvan bicara dalam hatinya.
"Tuan, Mba, silakan. Kalo perlu sesuatu panggil saja saya." Pelayan itu meninggalkan mereka.
"Arumi silakan dimakan." Alvan memakan sarapannya.
"Terima kasih." Arumi pun menikmati sarapannya.
"Kenapa kamu bisa ada di sini?" Alvan memecah keheningan.
"Aku juga tidak tahu kenapa aku sampai di sini. Kalo boleh tahu dimana ini?" tanya Arumi.
"Ini Kota B. 30 KM jaraknya dari rumah kamu."
"Apaaaaa?" Arumi terkejut.
"Ceritakan apa yang sebenarnya terjadi?" Alvan menggali informasi.
"Setelah pulang dari rumah sakit aku ke Apartemen Kak Nabil...." Arumi menghentikan kalimatnya.
"Siapa dia?" Alvan merasa tidak suka saat Arumi menyebut pria lain dihadapannya.
"Sekarang sudah menjadi mantan pacar, yang selingkuh dengan mantan temanku." Terlihat kemarahan di mata Arumi.
"Itu yang menyebabkan kamu ada di sini?" Tanya Alvan lagi.
"Iya." Arumi menganggukkan kepala.
"Sudah berapa hari kamu tidak pulang?" Alvan terus bertanya.
"Baru kemarin, dan aku takut Kakek dan Nenek cemas mencari aku." Arumi mengeluarkan ponselnya. "Dan ponselku mati."
"Arumi, kamu menghilang sudah dari seminggu yang lalu, tahukah kamu Kakek dan Nenek sangat mengkhawatirkanmu?" Alvan mulai emosi.
"Semingguuuu?" Arumi tersentak kaget.
"Tahukah kamu Kakek dan Nenek cemas mencarimu, dan tahukah kamu mereka berdua pergi untuk selama-lamanya."
"Aaaaaappppaaaa." Tangis Arumi pecah.
"Maaf Arumi aku seperti ini. Aku menganggap Kakek dan Nenekmu seperti aku cucu mereka sendiri, melihat mereka seperti melihat kembali Kakek dan Nenekku yang sudah lama tiada."
"Apa yang terjadi kepada mereka?"
"Mereka tertabrak truk saat mencarimu." Alvan melihat kesedihan di mata Arumi.
"Tolong bawa aku ke makam mereka!" pinta Arumi.
"Baiklah." Alvan mengabulkan keinginan Arumi.
Mereka menuju ke makam Kakek dan Nenek Arumi yang berada di Kota A.
"Arumi kenapa keluargamu tidak ada yang peduli kepada Kakek dan Nenekmu?" Alvan sambil menyetir mobilnya.
"Dulu Kakek dan Nenek orang berada. Paman dan bibiku selalu menghambur-hamburkan kekayaannya. Setelah harta Kakek dan Nenek habis mereka mencampakkannya." Arumi meneteskan air mata.
"Siapa yang mengurus pemakaman mereka." tanya Arumi.
"Aku." Jawab Alvan.
"Kenapa kamu menolong kami?" Arumi menatap Alvan.
"Sudah ku bilang, melihat mereka seakan melihat Kakek dan Nenekku yang telah tiada." Jawab Alvan.
"Sekarang aku tidak dapat membayarnya, aku janji akan membayar semuanya."
"Tidak usah dipikirin." Alvan menyerahkan ponselnya kepada Arumi. "Masukkan nomor ponselmu."
Arumi mengambil dan memasukkan nomor ponselnya. "Ini." Arumi menyerahkan ponsel Alvan.
Mereka memasuki tempat pemakaman umum.
Alvan membawa Arumi ke tempat peristirahatan terakhir Kakek dan Neneknya.
"Kakek, Nenek maafin Arumi." Arumi meratap di atas pusara.
Alvan mengantar Arumi pulang ke rumah. Setelah berpamitan dan berterima kasih Arumi masuk ke dalam rumah. Di dalam rumah Paman dan Bibinya sudah menunggu, dengan koper dan barang-barang Arumi yang dianggap penting.
"Assalamualaikum." Arumi memberi salam dan tidak dihiraukan Paman dan Bibinya.
"Ingat pulang juga ini anak." Kata Linda Bibi Arumi.
"Gara-gara kamu Ayah dan Ibu meninggal." Anton Pamannya mendorong jidat Arumi dengan jari telunjuknya sambil melototkan kedua matanya.
"Dasar anak pungut tidak tahu diuntung!" Linda menarik kuat tubuh Arumi.
BRUUKKKK!!
Arumi jatuh tersungkur.
"Kamu ya, diberi hati malah minta jantung!" Linda menjambak rambut Arumi.
"Ampun Bi! Apa salahku?" AAGGGHHHH!!!. Arumi merintih kesakitan.
"Kamu pergi menghilang dengan Om-om hidung belang, dasar wanita murahan, bikin aib keluarga!" Linda semakin membabi buta.
"Fitnah, siapa yang bilang? Ampun Bi!" Mohon Arumi tangannya mengatup.
"Nada yang bilang, dia melihat kamu di Hotel dengan pria hidung belang." Jawab Linda.
"Keluar kamu dari sini, kamu itu anak pungut yang tidak tahu asal usulnya dari mana." Usir Anton.
"Izinkan aku mengambil barang-barangku," mohon Arumi.
"Ini semua barang kamu, silakan pergi!" Usir Linda, dilemparnya koper dan ransel ke tubuh Arumi.
Dengan perasaan sangat sedih dan juga perih Arumi melangkah pergi meninggalkan rumah masa kecilnya, rumah yang menyimpan kenangan indah bersama Kakek dan Nenek.
Ujian apalagi yang harus aku lalui. Baru saja putus cinta, kehilangan Kakek dan Nenek, rumah pun tak punya. Arumi bermonolog.
"Nabil, bukannya itu Arumi." Nada dari dalam mobil menunjuk ke ujung jalan.
Nabil menepikan mobil. Dan bergegas menghampiri Arumi.
"Ikut aku!" Nabil menarik tangan Arumi. Tapi dengan kasar ditepis Arumi.
Nabil mengambil koper dan ransel Arumi kemudian dimasukkannya ke dalam bagasi mobilnya.
Nada keluar dari dalam mobil. "Bagaimana rasanya bercinta dengan hidung belang?" Ejek Nada.
Tidak terima difitnah, Arumi murka, entah setan mana yang merasuki, Arumi mencekik dan mengangkat tubuh Nada ke udara. Nada sekuat tenaga melepaskan cengkraman Arumi. Namun kekuatan Arumi amat lah kuat. Nabil pun berusaha melepaskan tangan Arumi. Nabil tidak berdaya, diambilnya sebuah balok dihantamkannya ke belakang Arumi.
AKKKHHHHH! Arumi dan Nada jatuh bersamaan.
UHUK! UHUK! Nada memegangi lehernya, rasa tak percaya dia masih hidup.
Nabil panik, ketakutan melihat darah segar keluar dari mulut Arumi.
"A...ap...pa yang aku lakukan?" Nabil melemparkan balok ke tanah.
"Biarkan dia di sini, ayo kita pergi!" Nada menarik Nabil.
"Tapi Arumi dia...?" Nabil masih memandangi Arumi, ada rasa penyesalan dan rasa takut yang dia rasakan.
"Kamu mau dijadikan tersangka pembunuhan?" Nada semakin menyudutkan Nabil.
"Aku tidak sengaja, Arumi maaf." Nabil hendak mengangkat Arumi tapi Nada melarangnya.
"Biarkan dia di sini!" Nada memaksa Nabil masuk ke dalam mobil. Dan mereka meninggalkan Arumi.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 24 Episodes
Comments