Setengah jam menunggu, Budi belum juga muncul. Berliana menjadi gelisah. Dia tidak mungkin meninggalkan Nicole sendirian di rumah sakit terlalu lama.
Dari jauh Berliana melihat seorang pria mendekatinya. Wanita itu tersenyum, karena mengenalnya sebagai asisten mandor.
"Maaf, Bu. Bapak Budi minta ibu langsung saja masuk ke kantor. Beliau menunggu Ibu di sana," ucap Pria itu.
"Baik, Pak. Terima kasih," ucap Berliana.
Setelah itu, pria yang tadi pergi masuk ke kebun. Berliana berjalan menuju kantor Pak Budi yang berada sekitar 200 meter. Dia melangkah dengan cepat. Agar bisa segera kembali ke rumah sakit.
Saat berada di depan kantor, Berliana mengetuk pintu. Terdengar langkah kaki mendekat. Pak Budi muncul di balik pintu.
"Masuklah, aku akan jelaskan berapa uang yang harus kamu terima," ucap Budi.
Dengan ragu, Berliana masuk. Baru kali ini dia berada di kantor Pak Budi. Jarang pekerja kebun yang masuk ke sana.
"Duduklah, coba kamu lihat rincian uang yang harus kamu terima," ujar Budi. Dia mengulurkan buku rincian keuangan.
Berliana membaca tulisan itu. Dia tersenyum setelah membaca semuanya. Wanita itu mengucapkan syukur, karena yakin uangnya cukup untuk biaya pengobatan Nicole kali ini. Dia tidak perlu mencari pinjaman lagi.
"Aku rasa semua telah sesuai, Pak," ucap Berliana.
"Baiklah, jika kamu menyetujui dan tidak ada yang salah dengan upahmu itu."
Budi lalu mengambil uang sejumlah yang tertera di buku. Dia meminta Berliana untuk menandatangani surat tanda bukti jika dia telah menerima sejumlah uang.
"Terima kasih, Pak. Ini sangat membantu untuk pengobatan Nicole," ucap Berliana. Dia lalu memasukan uang ke dalam tas sandangnya.
Budi lalu bangun dari duduknya. Berdiri di dekat Berliana. Sangat dekat, membuat wanita itu sedikit risih.
"Apa kamu tidak ingin mencari ayah untuk Nicole?" tanya Pak Budi. Matanya menatap tajam ke arah Berliana. Wanita itu menjadi takut melihat tatapan yang kurang bersahabat dari pria dihadapannya.
"Untuk saat ini saya belum memikirkan itu, Pak," jawab Berliana pelan.
Pak Budi lalu duduk di atas meja, tepat dekat wajah Berliana. Dia lalu memundurkan kirinya agar tidak bersentuhan dengan pria itu. Melihat sikap Berliana yang seperti ketakutan itu, Budi tersenyum.
"Kenapa mundur? Apa kamu takut denganku?" tanya Budi.
Berliana tidak menjawab. Dia hanya menunduk. Wanita itu bangun dari duduknya. Ingin segera pamit. Dia tidak suka dengan situasi saat ini.
"Maaf, Pak. Saya rasa tidak ada yang perlu kita bicarakan lagi. Saya harus pamit, Nicole sendirian di rumah sakit," ucap Berliana.
Baru saja kakinya ingin melangkah, tubuhnya dipeluk erat dari belakang. Hal itu tentu saja membuat Berliana terkejut. Dia lalu mencoba melepaskan pelukan itu dengan menendang kaki Budi. Usahanya berhasil, Budi melepaskan pelukannya. Beruntung dia pernah belajar bela diri sebelum masuk kepolisian dulunya.
Budi tampak menahan sakit. Wajahnya merah menahan amarah. Rahangnya mengeras.
"Bapak jangan coba-coba kurang ajar, aku bisa melaporkan Bapak!" ancam Berliana.
Bukannya takut mendengar ancaman Berliana, pria itu justru tertawa. Dia berkacak pinggang menatap tajam ke arah wanita itu.
"Jangan sok suci! Semua penduduk sini juga tahu, jika kamu itu dipecat dari polisi karena hamil di luar nikah. Makanya Nicole itu penyakitan karena dia hanyalah anak haram!" ucap Budi dengan penuh emosi.
Berliana tidak bisa menerima ucapan Budi yang mengatakan Nicole anaknya. Dadanya terasa sesak. Dia menarik napas, sebelum mengangkat tangan dan menampar pipi Budi dengan keras. Pria itu tampak terkejut dengan apa yang Berliana lakukan.
"Dasar wanita murahan! Beraninya kau menamparku!" ucap Budi dengan emosi. Dia telah lama menyukai Berliana, tapi selalu di tolak. Kali ini bahkan ditampar. Hal itu membuat darahnya ingin meledak.
"Kau boleh saja menghinaku, tapi tidak dengan anakku!" ucap Berliana. Darahnya juga mendidih mendengar ucapan pria itu.
Tangan Budi mengacung ke atas, ingin menampar wanita itu, tapi ditangkis Berliana. Dia mencengkeram pergelangan tangan Budi dengan keras.
Budi yang tidak terima itu, lalu berteriak. Hal yang tidak pernah di duga sama sekali oleh Berliana.
"Dasar wanita gila, kau ingin merayuku. Kau sengaja datang hanya untuk menggoda," ucap Budi dengan suara sangat keras.
Beberapa orang yang berada di luar kantor, terdengar mendekat setelah mendengar suara teriakan Budi. Tampak Pak Budi tersenyum setelah mengucapkan itu. Dia lalu dengan cepat manarik baju Berliana dari depan sehingga sobek. Wanita itu berusaha menutup dengan kedua tangannya.
"Andi, tolong bawa wanita gila ini keluar!" teriak Budi lagi.
Seorang pria masuk, diikuti beberapa yang lain, termasuk ibu-ibu pekerja kebun. Mereka ingin beristirahat. Mendengar suara ribut, jadinya mendekat.
"Kebetulan kalian semua ada di sini! Lihatlah wanita j*lang ini! Dia mencoba merayuku dengan membuka pakaiannya," ucap Budi.
Salah seorang ibu-ibu maju, menatap tajam ke arah Berliana. Membuka tangannya yang menutup dada karena baju yang sobek.
"Dasar wanita ja*lang, dari awal kedatangan kamu dan hamil tanpa suami, kami telah curiga jika kamu itu bukan wanita baik. Pantas saja pihak instansi memecatmu! Sekarang kau pergi dari kampung kami. Jangan cemari kampung ini lagi!" teriak ibu itu.
Ibu-ibu yang lain ikut-ikutan mencaci maki Berliana. Wanita itu tidak mendengar dengan jelas karena banyaknya suara. Tubuhnya di dorong keluar ruangan dengan keras, hingga tersungkur ke tanah.
"Cepat kamu pergi dari desa kami. Jangan pernah menginjakan kakimu lagi. Bawa barang-barangmu. Jika masih ada yang tersisa akan kami bakar. Kami tidak mau desa ini menjadi sial karena ada wanita penggoda seperti kamu!" ucap salah seorang wanita yang lain.
"Bukan saja dia yang akan membawa sial, tapi anak haramnya itu juga akan membuat mala petaka di desa ini. Aku sudah lama ingin mengingatkan ini, tapi masih ada rasa kasihan dengannya," ucap ibu yang lain lagi.
Semakin lama tempat itu makin ramai. Semua pada bersuara mencaci maki Berliana. Wanita itu tidak bisa membela diri lagi.
Namun, dia berusaha berdiri. Menatap tajam pada Budi yang tersenyum licik.
"Aku bersumpah demi Allah, tidak pernah menggoda Pak Budi. Jika aku hamil di luar nikah itu hanya karena musibah. Kalian bisa menghinaku, tapi tidak dengan anakku. Aku akan pergi dari kampung ini jika itu memang yang kalian inginkan. Semoga kamu puas Pak Budi. Hanya Tuhan yang tahu apa yang kau lakukan padaku!" ucap Berliana dengan suara penuh penekanan.
Dia melangkah perlahan meninggalkan kerumunan warga di depan kantor ini. Air matanya tumpah membasahi pipi. Tidak menyangka akan mendapat cobaan lagi.
...----------------...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 64 Episodes
Comments
Abie Mas
kasian kali berliana
2023-09-15
0
◡̈⃝︎➤N୧⃝🆖LU⃝SI✰◡̈⃝︎👾
mau di jelaskan sekeras apapun juga kalau yang di lihat orang-orang seperti itu ya tetap gak akan cukup, lebih baik diam saja
2023-09-14
2
🌷💚SITI.R💚🌷
sabar ya beeliana..pasti akan ada kebahagiasn menghampiri ksmu
2023-08-13
1