Salon kecantikan di plang nama itu bernama Firanssa. Salon yang dikhususkan untuk perempuan. Tempatnya strategis berada di pertengahan Kota Semarang. Salon ini masih satu wilayah dengan Simpang Lima. Bangunan tingkat dua itu di desain estetik dengan keindahan alam dan bunga. Tentunya membuat setiap wanita yang akan merawat wajah dan memanjakan diri betah di salon ini.
Entah sudah berapa lama sang empunya salon itu akan terus berdiri di depan salonnya? Siapa lagi kalau bukan Maghfira Annisa. Setiap sebelum ia masuk ke salon kecantikan, Fira memandangi bangunan indah yang disukai para perempuan di kota ini.
Dibukanya kacamata hitam yang bertengger di wajah. Kini sepasang mata Fira terlihat jelas, meski mata kirinya mengenakan lensa mata hitam pekat. Walau begitu, tidak mengurangi paras ayu yang khas dengan kulit kuning langsat.
"Bangunan cantik yang menyegarkan mataku. Ditambah udara pagi yang menyejukkan napasku. Salon yang sudah dikenal oleh banyak perempuan. Salon kecantikan yang aku impikan menjadi kenyataan. Hasil menabung selama tiga setengah tahun, sewaktu aku masih bekerja di Singapura. Jika mengingat jatuh bangun merintis salon ini, rasanya terharu sendiri dan selama setahun lebih bisa mencapai kesuksesan," ucap Fira.
"Aku sudah mewujudkan impianku sebagai wanita karir dan mandiri. Zayn dan Zema mendapat sekolah yang layak. Masa depan yang aku rencanakan bersama anak-anak sekarang ada di depan mata," sambungnya.
"Setiap kisah pasti bertemu ujian. Ujian setiap manusia sesuai kemampuan masing-masing. Allah menguji manusia, apakah hamba-Nya tetap sabar dan bertawakal atau sebaliknya? Aku percaya, jika sabar dan bertawakal, mampu melewati badai itu, suatu saat akan diganti dengan kebahagiaan tiada tara. Namun ..."
Langkahnya yang gontai itu sembari menenteng tas, kemudian merapikan tunik berwarna putih gading. Penampilan Fira masih sama seperti dulu. Gaya berpakaian kasual mengenakan tunik, celana kulot, dan hijab motif bunga segitiga menutupi dada.
Fira terus melangkahkan kaki ke dalam salon. Paras cantiknya masih awet muda itu disambut ramah oleh karyawati salon. Fira menebar senyum kepada para karyawatinya. Senyuman Fira ini konon--- yang selalu dirindukan oleh Henry.
"Selamat pagi, Bu Fira," sapa mereka dengan hormat menyambut kehadiran bosnya.
"Selamat pagi juga, semua," sapa Fira.
"Semoga hari Anda menyenangkan, Bu Fira," ucap mereka lagi.
Fira semringah. "Terima kasih, begitu juga dengan kalian, ya."
Para karyawati kembali ke pekerjaan masing-masing. Fira bergegas menaiki tangga menuju ke lantai dua. Sesampainya di ruangan kerja, ia menutup pintu ruangan. Fira tidak langsung duduk di kursi, justru meletakkan tas di atas meja. Wanita genap tiga puluh tahun ini justru menghampiri jendela. Jemarinya yang lentik menyentuh gorden putih berbahan katun lembut. Memandangi sinar matahari yang mulai menjulang tinggi.
Ruangan kerja Fira bersuhu dingin karena adanya AC, tapi semua itu tidak membuat hati Fira sejuk. Memang kesuksesannya kini telah dicapai. Ia bisa menjadi strong single mom karena jerih payah untuk dua anak laki-lakinya. Melewati masa mulai dari hidup sederhana hingga sukses seperti sekarang ini. Namun sisi lain, hatinya sekian lama menunggu kehadiran sosok pria pujaan hati.
Fira memejamkan mata. Terasa hangat dalam aliran darah hingga jantungnya kian berdegup kencang. Fira sontak menyentuh dada. Seketika tubuhnya gemetaran jika rindu dan pilu itu mulai menggebu-gebu.
"Lima tahun tiada kabar darimu. Tiada komunikasi di antara kita. Jarak jauh belum mengizinkan kita untuk bertemu. Hanya doa yang bisa kupanjatkan. Doa mampu mengobati rasa rindu kepada sosok kamu yang kucintai. Namun, apa kamu nan jauh di mata juga sama sepertiku? Masihkah perasaan yang tertulis darimu tetap di hatimu? Hati ini masih menanti kepastian darimu," lirih Fira. Sudut matanya mulai menitikkan air mata menahan pilunya hati.
"Aku mencintaimu, Henry Lee," lirihnya lagi hingga bibir bergetar.
Saat suasana hati Fira sedang sedih, tiba-tiba pintu ruangan terbuka. Seorang gadis yang merupakan karyawati salon masuk ke ruangan, Fira sedikit terkejut dengan hadir seorang karyawati berseragam muslimah itu. Fira bergegas menyeka air mata sembari menata hijab. Ia tersenyum dan menghampiri karyawatinya.
"Maaf, Bu, jika saya lancang masuk ruangan," ucap gadis itu.
"Oh, Putri, enggak masalah itu. Ada apa, ya, Put?" ucap Fira.
"Ada seorang wanita yang mungkin seumuran dengan Ibu. Dia menunggu Bu Fira di lantai bawah, di ruang tunggu," jelas gadis yang dipanggil Putri itu.
"Siapa, ya?" pikir Fira mengernyit dahi.
"Saya kurang tahu namanya, tapi penampilannya cantik dan mewah sekali. Kalau kata karyawati lain sih, dia punya perusahaan besar gitu, Bu. Maaf, saya permisi dulu."
Putri lantas keluar dari ruangan Fira. Tanpa berpikir panjang, Fira bergegas menuju turun ke tangga. Rasa penasaran membuat dirinya buru-buru menemui wanita yang dimaksud Putri. Baru di setengah anak tangga, Fira dapat melihat sosok wanita berbalut pakaian muslimah modis. Namun yang ditampilkan hanya punggung wanita itu saja. Jika dilihat, gaya berpakaiannya muslimah modis nan formal. Dengan hijab pashmina yang disampirkan pada bahu.
"Siapa, ya? Khalifah? Tapi dia enggak gitu style hijabnya. Velia? Medina? Enggak mungkin juga, soalnya mereka sekarang berpakaian syar'i," pikir Fira.
Fira tiba di lantai dasar, menghampiri wanita yang masih membelakanginya. Fira menilik wanita itu dari ujung hijab hingga sepatu flat yang digunakan wanita itu. Tingginya semampai seperti dirinya. Fira merasa wanita ini tidak asing dikenali. Ia lagi-lagi berusaha mengingat sosok yang di hadapannya ini.
"Assalamu'alaikum, ada yang bisa saya bantu?" sapa Fira dengan ramah.
Wanita bertubuh ramping itu lantas membalikkan badan. Kini ia berhadapan langsung dengan Fira. Sontak Fira terperanjat saat kehadiran wanita yang lama tidak dijumpainya selama lima tahun. Sebab pertemuan terakhir mereka pada saat Fira koma sebab kecelakaan di Malaysia lampau itu.
"Wa'alaikumsalam, Adik ipar," ucap wanita itu sembari membuka kacamata hitam yang bertengger di dua matanya. Paras wanita keturunan Korea itu begitu cantik dan awet muda.
"Na-Naomi. I-ini Naomi?" ucap Fira tergugu-gugu.
"Lah, iya, siapa lagi? Pangling, ya, sama aku," kelakar wanita yang tidak asing lagi bagi Fira, yakni Naomi. Kakak dari Henry.
Fira lantas menutup wajah dengan telapak tangan. Ia sontak tersipu dengan kehadiran Naomi tanpa diduga-duga. Sementara Naomi hanya tertawa kecil melihat tingkah Fira yang pemalu itu. Fira benar-benar tidak berubah. Masih seperti dulu, ada sifat pemalunya.
Perlahan Fira membuka telapak tangan seraya berkata, "Astagfirullah, kenapa kamu enggak kasih kabar sih?"
Tanpa menunggu izin dari Fira, Naomi lantas memeluk Fira kemudian berkata, "*S*urprise dong! Masyaallah, kamu sudah sukses, ya, sekarang."
"Alhamdulillah. Ya Allah, Naomi, kita lama banget enggak berjumpa. Enggak ada komunikasi lagi. Terakhir kita bersama waktu di Malaysia itu. Eh, kamu malah pulang saat aku masih koma. Dasar, ya, orang sibuk, hehehe," kata Fira sembari merenggangkan pelukan Naomi.
"Ini lagi curhat, ya. Hayo, ngaku! Kasihan banget Adik ipar aku ini, hahaha. Ya, kan aku bantu Henry di perusahaan. Ternyata perusahaan juga membutuhkanku. Henry juga sibuk kuliah di Amerika. Dan lagi, Papi juga jatuh sakit," jelas Naomi.
"Iya deh, ini lagi curhat, huhuhu. Ya, uudah, yuk, kita ngobrol di ruanganku aja," ajak Fira lantas merangkul pundak Naomi.
"Aku juga ingin perawatan wajah di sini. Buat aku gratis kan? Hahaha."
"Buat kakaknya Henry--- eh, kakak ipar gratis, tis! Hahaha."
Dua wanita sukses ini menaiki tangga menuju ke lantai dua. Perasaan Fira sedikit terobati lantaran kedatangan Naomi di salonnya. Melihat wajah Naomi yang nyaris mirip dengan Henry itu seperti melihat Henry di hadapannya. Namun Naomi yang sekarang berbeda, dahulu Naomi masih mengenakan kacamata bening. Kini tidak ada lagi kacamata bening yang bertengger di dua mata sipit Naomi. Hanya ada lensa mata berwarna biru di mata Naomi.
***
"Kesibukkan membuat kita jadi pangling," ucap Fira sembari membawa dua cangkir kopi hangat.
"Benar sekali! Mengurus perusahaan membuatku benar-benar pekerja keras. Begitu juga dengan Adikku, dia sekarang menjadi pria dewasa dan pekerja keras," ucap Naomi.
Pipi Fira agak merah merona. Ia menunduk sedikit sembari menaruh dua cangkir kopi hangat di atas meja. Perlahan ia duduk di sofa tepat di samping Naomi. Sementara Naomi merasa senang melihat Fira tersipu malu. Seakan Naomi bisa membaca isi hati Fira dari raut wajahnya.
"Kamu kangen sama Henry, ya?" kelakar Naomi menggoda Fira.
Fira lantas memalingkan muka seraya berkata, "Emm, yang kangen itu malah Zayn. Dia selalu menanyakan Om Henry kapan pulang?"
"Halah, Mamanya Zayn juga kangen Om Henry kan?"
"Ih, enggak!" sanggah Fira tertawa kecil.
Fira dan Naomi meneguk secangkir kopi hangat masing-masing. Suasana jadi hening sejenak, aroma kopi asli begitu khas dan harum. Pikiran pun menjadi tenang.
Fira menghela napas sembari menatap datar ruangan kerja. Raut wajahnya menggambarkan ingin bercerita banyak soal isi hatinya kepada Naomi. Tentang kerinduan dipendam bertahun lamanya kepada Henry. Namun rasa malu Fira mengurungkan niatnya untuk bercerita tentang isi hati selama ini.
"Bagaimana kabar Ibu Intan dan Pak Lee?" tanya Fira kembali menatap Naomi.
Naomi menjawab, "Alhamdulillah, orangtuaku sehat. Hanya Papi lumpuh dan tidak bisa berbicara. Beliau hanya duduk di kursi roda. Asal kamu tahu, Papi tidak sabar ingin bertemu denganmu, loh, Fir."
"Hehe, benarkah itu?"
"Ya, benar dong. Papi penasaran seperti apa sih cantiknya calon menantu beliau, hihihi."
"Hehe, jadi malu. Salam buat Ibu Intan dan Pak Lee."
"Alhamdulillah, ada kabar baik lagi sih, Fir. Selama lima tahun ini, aku, Henry, Raditya dan Jae bisa melewati masa merintis perusahaan. Jadi, Excellent bukan hanya di bidang entertainment, tapi juga di bidang advertising. Ya, di Seoul Korea Selatan dan di Semarang."
"Masyaallah, alhamdulilah kalau begitu, aku ikut bahagia jika kalian sukses. Pak Lee juga pasti senang jika perusahaan beliau dikembangkan kembali oleh anak-anaknya."
"Alhamdulillah, Papi bangga dengan kerjasama kami. Begitu juga kerja keras Henry selama ini."
"Jadi, struktur bagaimana itu? Maksudku, Henry dan kamu sebagai apa?"
"Aku dan Henry sebagai owner dong. Jae dan Raditya sebagai founder. Sekarang mah enak, kalau dulu strukturnya masih berantakan. Kami yang masih bekerja keras dan banting tulang. Alhamdulillah, dengan kesuksesan saat ini, di perusahaan kami bisa menunjuk orang lain yang pantas jadi CEO."
"Kalian enterpreneur dong. Bisa memperkerjakan banyak orang pula."
"Yups, tepat sekali!"
Di tengah asyiknya mengobrol antara Fira dan Naomi, dering gawai milik Fira berbunyi di meja kerja. Fira beranjak dari duduk lantas menghampiri meja. Sementara Naomi kembali meneguk secangkir kopi hangat.
Fira melihat layar gawai yang menyala. Diambilnya gawai itu ternyata ada panggilan masuk dari asisten pribadinya bernama Lefia Hanum. Asisten yang bertugas untuk menjaga dan merawat dua anak laki-laki Fira. Ia lantas mengangkat telepon dari Lefia.
"Assalamu'alaikum, Bu Fira!" ucap Lefia dengan lantang. Fira sudah biasa dengan nada ceplas-ceplos dari Lefia.
"Wa'alaikumsalam, ada apa to, Lef? Zayn dan Zema gimana?" kata Fira.
"Oalah, Bu Fira! Mas Zayn dan Zema ini loh, katanya izin mau ke Mal Ciputra, yang ngajak Mas Bryan. Kata Mas Bryan ada pengeluaran mainan terbaru dari luar negeri gitu. Jadi Mas Zayn dan Zema kekeh pengen ke sana. Tapi, saya bilang, izin dulu sama Mama, nanti Mbak Lefia dimarahi sama Mama kalau kalian enggak izin. Gimana dong, Bu?" jelas Lefia.
Fira tertawa kecil. "Ya Allah, saya kira kenapa? Enggak apa-apa kali. Zayn dan Zema boleh kok beli mainan sama Omnya. Di Mal Ciputra kan? Nanti saya nyusul ke sana."
"Oh, gitu, ya, Bu Fira. Baik, Bu, ini langsung disampaikan ke Mas Zayn dan Zema. Insyaallah, saya juga akan mengingatkan jadwal makan Mas Zayn dan Zema."
"Iya-iya, hehehe. Ya, udah, hati-hati. Jaga Zayn dan Zema jangan sampai rewel. Kalau rewel, Bryan suruh tanggung jawab."
"Siap, Ibu Bos!"
Percakapan antara Fira dan Lefia pun berakhir. Ia mematikan sambungan telepon dari Lefia, kemudian tersenyum sembari geleng-geleng kepala. Wanita itu pikir ada masalah yang dialami oleh Zayn dan Zema. Lefia memang begitu, sukanya membuat orang deg-degan dengan ucapannya yang lugu dan ceplas-ceplos.
Ketika Fira hendak meletakkan gawai di atas mejanya, dering gawai lagi-lagi berbunyi ada panggilan masuk. Namun kali ini bukan kontak Lefia yang menghubunginya, melainkan nomor asing yang belum pernah dikenalnya. Fira mengernyitkan dahi dengan rasa penasaran. Ia sekian kalinya mengangkat panggilan masuk dari nomor asing itu.
"Assalamu'alaikum, ini siapa, ya?" ucap Fira.
Tidak ada jawaban sepatah katapun dari si penelepon. Justru di balik panggilan itu seperti ada suara kebisingan di jalanan. Fira diam sembari menunggu ucapan dari si penelepon tersebut. Fira mulai geram dengan si penelepon itu, sudah lima menit tidak ada sepatah katapun dari orang tersebut.
"Halo, dengan siapa, ya? Kalau tidak ada sesuatu yang penting, saya akhiri telepon ini!" geram Fira.
"Aku kangen sama kamu." Ucapan serak basah dari seorang pria itu akhirnya terdengar jelas. Fira sontak terperanjat saat mendengar ucapan tersebut.
"Hei, kamu siapa?" tanya Fira penasaran lantas menggigit jari telunjuk.
Sayangnya percakapan itu lekas dimatikan oleh si penelepon misterius. Fira berusaha menelepon nomor asing itu kembali. Namun si penelepon itu begitu cekatan mematikan gawai, jadi nomor telepon itu tidak bisa dihubungi. Fira berpikir sekaligus bertanya-tanya siapa gerangan yang lancang berbicara seperti itu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 86 Episodes
Comments