Keraguan

"Sudah ada jawaban yang akan kamu sampaikan pada Nak Fadhil, Za?" Setelah tiga hari diam, ayah Za akhirnya menanyakan perihal keputusan Za tentang lamaran Fadhil.

"Belum, Yah," jawab Za lesu.

Pada dasarnya, ibu ataupun ayahnya sama saja. Ingin Za segera menikah. Jika ibunya tersulut kompor tetangga, maka ayah Za mengatakan jika Za sudah cukup usia untuk menikah.

Ayah Za menatap putri satu-satunya dan berkata dengan lembut. "Menikah itu menyempurnakan ibadah, Za. Selain kamu beribadah pada Allah, ketaatan pada suami juga ibadah. Ada banyak sekali pahala mengalir dalam setiap kebaikan yang dilakukan seorang istri untuk suaminya. Jangan terlalu banyak membuang waktu untuk menunda berbuat kebaikan, Za," tuturnya.

Za mengerti hal itu. Tapi banyak hal yang menjadi pertimbangannya. Usianya baru 25 tahun meskipun banyak orang bilang sudah matang dan tidak sedikit wanita seusia Za bahkan sudah menikah dan memiliki anak lebih dari satu. Termasuk beberapa teman Za. Namun dia merasa masih belum berbuat apa-apa untuk kedua orang tuanya. Meski sudah bekerja, namun gajinya hanya cukup untuk membeli kebutuhan pribadinya sendiri. Dia pun masih mendapat uang jajan dari ayahnya setiap bulan.

"Ada hal yang membuatmu ragu?" tanya laki-laki paruh baya itu melihat putrinya diam saja.

Za mengangguk perlahan. Hal terakhir yang membuatnya masih gamang karena dia takut jika nantinya salah memilih pasangan hidup. Tidak sedikit laki-laki yang manis di awal. Namun setelah berumah tangga ketahuan belangnya. Yang berpacaran bertahun-tahun dengan alasan agar bisa mengenal lebih jauh sebelum menikah saja banyak yang menemui masalah setelah menikah. Bagaimana dengan dia nantinya yang menikah dengan orang yang hanya dia kenal lewat biodata dan informasi dari orang lain.

Za tak lagi merisaukan soal finansial. Karena Fadhil sudah memberitahunya melalui pesan singkat yang dikirim waktu itu. Tetapi dia sama sekali tidak tahu menahu tentang sikap dan perilaku pria itu kesehariannya. Meski saat bertemu tempo hari Fadhil terlihat seperti pria yang tidak banyak tingkah, Za masih merasa ragu.

"Za, jika kamu menuntut pasangan yang sempurna, kamu tidak akan pernah menemukannya. Karena setiap manusia itu tak lepas dari kekurangan. Pasangan itu sejatinya saling melengkapi kekurangan masing-masing. Memohonlah lebih khusyuk agar kamu segera diberi petunjuk." Ucapan ayahnya kembali direspon dengan anggukan kepala oleh Zahidah.

Za berharap ayahnya akan berada di posisi netral. Namun untuk urusan kali ini laki-laki tercintanya itu satu suara dengan ibunya. Mungkin memang sudah saatnya dia menentukan pilihan untuk mengakhiri masa lajangnya.

Za pun pamit untuk pergi ke Bimbel tempatnya mengajar les. Rutinitasnya setiap sore hari. Sebagai seorang guru honorer, Za butuh penghasilan tambahan. Dia merasa tidak enak jika terus-terusan mengandalkan uang jajan dari ayahnya.

"Hati-hati, Za!" pesan Ayah Za saat anak gadisnya mulai melajukan kendaraan.

Sepanjang perjalanan, pikiran Za sibuk mengingat obrolan dengan ayahnya sebelum berangkat tadi. Begitu istimewa sosok Fadhil bagi kedua orang tuanya. Meski Za melihat Fadhil seperti orang dewasa pada umumnya. Beberapa kali sholat istikharah pun Za belum mendapat petunjuk. Apa benar sholatnya kurang khusyuk? Atau sebenarnya Za memang tidak berniat menerima pinangan laki-laki itu?

"Ish! Masa iya aku harus punya suami tua brewokan begitu?!" Za mengomel di balik maskernya. Gadis itu kembali fokus ke jalan setelah sempat melamun beberapa saat.

***

Za tidak sabar menunggu jam yang terasa begitu lambat berputar. Setelah jam mengajarnya selesai, Za berniat menemui Fatma, teman mengajarnya satu sekolah. Dan mereka pun mengajar di bimbel yang sama.

Hubungan mereka cukup dekat dengan selisih usia hanya beda dua tahun. Bahkan sosok Fatma seolah kakak perempuan bagi Za.

"Kenapa, Za?" tanya Fatma melihat Za hanya diam saja setelah menghampirinya.

"Galau," gumam Za memberi jawaban. Kepalanya seolah terasa berat sehingga dia letakkan di meja.

"Galau kenapa? Disuruh cepat nikah?"

Za mengangkat kepalanya seketika. Matanya menyipit menatap Fatma yang masih sibuk membereskan buku-buku penunjang.

"Kok Mbak Fatma tahu?".

Fatma justru terkekeh alih-alih segera menjawab pertanyaan Za. Memangnya kegalauan apalagi yang melanda wanita seusia Za jika masih saja menyendiri. Karena Fatma pun pernah merasakan di posisi Za. Dikejar deadline menikah oleh orang tuanya.

"Mbak, maaf nih, ya. Aku mau nanya penting banget," ujar Za dengan hati-hati karena takut menyinggung perasaan Fatma.

Dahi Fatma berkerut. Dua tahun mengenal Za, dia hanya tahu Za hanya akan serius saat mengajar. Selebihnya perempuan itu lebih banyak tertawa. Za seolah manusia yang tidak punya beban hidup. Mungkin itu yang menyebabkan wajahnya tidak sesuai dengan usia. Za bahkan masih pantas jika memakai seragam putih abu dan duduk di deretan bangku siswa.

Fatma melipat tangannya di meja dan siap mendengar pertanyaan dari Za.

"Mau nanya apa, Za? Mbak takut nih muka kamu serius banget."

Za memperlihatkan deretan giginya sebelum bertanya. "Emm…kenapa Mbak Fatma dulu memutuskan menikah dengan Pak Irsyad?"

Fatma memicingkan mata. Za bukan tipe orang yang suka ingin tahu dengan urusan orang. Sekalipun itu teman dekatnya. Namun kali ini ada apa dengan kawannya itu?

Fatma baru enam bulan yang lalu menikah dengan Pak Irsyad, Kepala Sekolah mereka. Juga pemilik bimbel di mana Za mengajar les. Lelaki matang yang berusia bahkan dua kali usia Fatma. Merasa hampir satu nasib, Za ingin bertukar pikiran dengan Fatma.

"Karena Pak Irsyad bisa membuat Mbak merasa nyaman," sahut Fatma dengan santai.

"Maksudnya kenyamanan apanya, Mbak? Nyaman orangnya atau dompetnya?" timpal Za seketika.

"Dua-duanya," sahut Fatma diiringi tawa lepas.

"Tapi beneran deh, Za. Dulu aku juga pinginnya nikah sama laki-laki yang paling tidak selisih umurnya nggak jauh-jauh. Ya paling tidak yang ideal saja. Tapi waktu dikenalin sama Pak Irsyad nggak tahu kenapa kayak udah langsung klik aja. Beberapa kali ketemu, Mbak semakin yakin dan .... udahlah, mau nyari yang gimana lagi. Meskipun sudah berumur, dia juga bisa jadi teman ngobrol yang asyik. Nggak kalah sama yang muda-muda. Justru lebih dia sering mengalah saat kita sedang berdebat. Bisa memberikan solusi yang tepat saat kita ada masalah. Mungkin karena sudah lebih berpengalaman juga."

Za menganggukkan kepala. "Pantes aura Mbak Fatma kayaknya bahagia terus sejak nikah."

"Iya, dong. Kan udah nemu pasangan yang tepat."

"Iya lah. Udah ganteng, kaya, baik banget lagi."

Sedikitnya Za mengenal pria paruh baya itu meski baru satu tahun menggantikan posisi kepala sekolah lama yang sudah pensiun. Meski sudah berumur, Pak Irsyad tetap menjadi idola apalagi dengan status dudanya. Siapa sangka dia justru meminang salah satu guru muda yang juga menjadi idola siswa laki-laki. Pernikahan Fatma dan Pak Irsyad tentu saja membuat banyak pengagumnya patah hati.

"Kamu memuji bukan karena naksir Pak Irsyad, kan?" tanya Fatma penuh selidik.

"Nggak, Mbak. Beneran, deh! Takut amat suaminya direbut orang." Za terkekeh.

Fatma pura-pura mendengus. "Jadi apa masalah kamu sekarang?" tanyanya kembali pada topik pembicaraan semula.

"Belum ada pasangan buat diajak nikah? Mbak kenalin sama keponakannya Pak Irsyad mau nggak? Jomblo limited edition. Mapan, ganteng, orangnya nggak neko-neko," ujar Fatma karena dia tahu Za sedang tidak menjalin hubungan dengan siapa pun.

Za pun mendesah pelan. "Nggak dulu deh, Mbak. Aku lagi pusing sama pilihan orang tuaku." Jawaban Za membuat Fatma terbahak.

"Za, kamu itu anak satu-satunya. Orang tuamu pasti nggak main-main jodohin kamu dengan sembarang laki-laki.,"

"Iya. Nggak main-main umurnya."

Fatma kembali tertawa lepas. "Kenapa dengan umurnya? Umurnya banyak kayak Pak Irsyad? Makanya kamu bertanya seperti tadi?" tebak Fatma.

Diamnya Za adalah jawaban jika ucapan Fama benar. Wajah wanita itu pun berubah menjadi serius. "Tidak ada salahnya mempertimbangkan pilihan orang tua, Za," ucapnya kemudian.

Sebuah mobil berhenti di depan mereka. Mobil milik Pak Irsyad, suami Fatma. Za mengangguk ramah saat pria berkacamata itu menurunkan kaca jendela. Fatma pun berpamitan untuk pulang lebih dulu karena sudah dijemput sang suami.

Dia pun melongok jam tangan yang melingkar di lengannya. Sudah hampir jam sembilan, ayah dan ibunya sudah pasti khawatir jika dia pulang terlambat. Za pun bergegas meninggalkan tempat les itu.

Saat berhenti di persimpangan jalan karena terhalang lampu merah, Za melirik sebuah motor sport yang tidak asing baginya berhenti di samping motornya. Jantung Za berdegup semakin kencang saat melihat pengendara motor itu membuka kaca helm lalu menatap ke arahnya. Za yang mengenakan helm dengan kaca tertutup tetap bersikap tenang di atas motornya. Ekor matanya menangkap lengan seorang gadis yang hinggap di pinggang pria pengendara motor itu. Dia pun tersenyum kecut. Mungkin inilah jawaban dari keraguannya selama ini.

Terpopuler

Comments

Eliani Elly

Eliani Elly

Fadhil kah itu?

2023-08-17

0

lihat semua
Episodes
1 Dilamar
2 Keraguan
3 Menolak
4 Kedatangan Sepupu
5 Jalan Dengan Bian
6 Membicarakan Perjodohan
7 Lamaran Bian
8 Mendadak Menikah
9 Nasib Jomblo
10 Ternyata Dia
11 Kencan Dadakan
12 Mengantar Pulang
13 Ups! Kena Deh
14 Ajakan Menikah
15 Za Sakit
16 Rencana Konyol
17 Membeli Cincin
18 Sah
19 Satu Kamar
20 Pulang Ke Rumah Fadhil
21 Perlakuan Buruk
22 Kejutan Dari Keluarga Fadhil
23 Kembali Ke Sekolah
24 Sesungguhnya Fadhil
25 Sore Pertama
26 Pertengkaran
27 Sang Penggoda
28 Berulah
29 Tempat Tinggal Baru
30 Pindah
31 Resign
32 Gara-Gara Burung
33 Masa Lalu
34 Permintaan Za
35 Ingin Hamil
36 Intimidasi
37 Rasa Bersalah
38 Alya Hamil
39 Negatif
40 Kenyataan Menyakitkan
41 Galau
42 Traktiran Ghani
43 Menjenguk Bayi Fatma
44 Safira Sakit
45 Tertipu
46 Lany Berubah?
47 Masakan Lany
48 Meminang
49 Terungkap
50 Marahnya Fadhil
51 Tetangga Julid
52 Menunggu Kabar
53 Kabar Duka
54 Bayi Siapa?
55 Membeli Kebutuhan Alif
56 Menjadi Ibu Baru
57 Keinginan Fadhil
58 Kejutan Anniversary
59 Gagal
60 Family Time
61 Pulang Ke Rumah Ibu
62 Cemburu
63 Lupa Marah
64 Ancaman
65 Kedatangan Tante Sarah
66 Batal Menggugat
67 Telat
68 Bersikap Aneh
69 Penolakan Za
70 Berselisih
71 Batal Pulang
72 Kekhawatiran Ibu
73 Ngidam
74 Ayah Alif
75 Perdebatan
76 Membuat Janji
77 Safira Jatuh Cinta
78 Belum Move On
79 Kamu!
80 Baby Girl
81 Besok Nikah
82 Pertentangan
83 Ending
Episodes

Updated 83 Episodes

1
Dilamar
2
Keraguan
3
Menolak
4
Kedatangan Sepupu
5
Jalan Dengan Bian
6
Membicarakan Perjodohan
7
Lamaran Bian
8
Mendadak Menikah
9
Nasib Jomblo
10
Ternyata Dia
11
Kencan Dadakan
12
Mengantar Pulang
13
Ups! Kena Deh
14
Ajakan Menikah
15
Za Sakit
16
Rencana Konyol
17
Membeli Cincin
18
Sah
19
Satu Kamar
20
Pulang Ke Rumah Fadhil
21
Perlakuan Buruk
22
Kejutan Dari Keluarga Fadhil
23
Kembali Ke Sekolah
24
Sesungguhnya Fadhil
25
Sore Pertama
26
Pertengkaran
27
Sang Penggoda
28
Berulah
29
Tempat Tinggal Baru
30
Pindah
31
Resign
32
Gara-Gara Burung
33
Masa Lalu
34
Permintaan Za
35
Ingin Hamil
36
Intimidasi
37
Rasa Bersalah
38
Alya Hamil
39
Negatif
40
Kenyataan Menyakitkan
41
Galau
42
Traktiran Ghani
43
Menjenguk Bayi Fatma
44
Safira Sakit
45
Tertipu
46
Lany Berubah?
47
Masakan Lany
48
Meminang
49
Terungkap
50
Marahnya Fadhil
51
Tetangga Julid
52
Menunggu Kabar
53
Kabar Duka
54
Bayi Siapa?
55
Membeli Kebutuhan Alif
56
Menjadi Ibu Baru
57
Keinginan Fadhil
58
Kejutan Anniversary
59
Gagal
60
Family Time
61
Pulang Ke Rumah Ibu
62
Cemburu
63
Lupa Marah
64
Ancaman
65
Kedatangan Tante Sarah
66
Batal Menggugat
67
Telat
68
Bersikap Aneh
69
Penolakan Za
70
Berselisih
71
Batal Pulang
72
Kekhawatiran Ibu
73
Ngidam
74
Ayah Alif
75
Perdebatan
76
Membuat Janji
77
Safira Jatuh Cinta
78
Belum Move On
79
Kamu!
80
Baby Girl
81
Besok Nikah
82
Pertentangan
83
Ending

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!