Pagi yang singkat namun akan terus membekas sepanjang hari membuat Azazil tak bisa berhenti tersenyum, senyum itu kian lebar saat mengingat jabang bayi yang di milikinya di rahim Sunny.
Tingg..
"Aku akan menandatangani kontrak setelah kita melakukan tes DNA" Sunny mengirimkan pesan.
Sejenak Azazil menghentikan langkahnya untuk membalas pesan "Apa itu perlu?"
Tampaknya Azazil sudah tidak meragukan soal siapa ayah biologis anak yang di kandung Sunny.
"Aku hanya ingin kontrak kita terbuka dan bebas. Aku juga tidak ingin bayi ku ini di ragukan oleh Ayahnya." Sunny kembali membalas.
"Baiklah. Meski aku merasa itu tidak perlu, tapi aku akan mengikuti saran mu saja"
Sunny tak membalas lagi.
Azazil menatap layar cukup lama, berharap Sunny akan membalas kembali.
.
.
"Azazil" sebuah suara menyapa, Azazil sedikit mengangkat kepala untuk melihat siapa yang mendatanginya.
Suara angkuhnya harusnya meyakinkan Azazil kalau yang datang sudah pasti Lyana, namun tetap saja Azazil penasaran siapa yang menyapanya dengan nada seperti itu.
Rupanya tebakan Azazil tepat, dia adalah Lyana.
"Apa?." Sahut Azazil datar, mengembalikan handphone ke sakunya.
"Respon macam apa ini, Zil?" Lyana murka, tak terima Azazil mengabaikan panggilannya.
Azazil sudah sangat hapal dengan situasi ini, tak perlu marah untuk atau pun menunjukkan reaksi lebih cukup pergi dan tinggalkan Lyana dari tempat itu maka masalah akan selesai, dengan begitu dirinya tidak perlu mempermalukan diri di depan karyawan dan semua orang yang hilir mudik di dalam kantornya.
Lyana berteriak untuk menghentikan langkah suaminya. "Azazil!" Namun Azazil masih tidak peduli, pun tidak memperdulikan ibu kandungnya (July) yang berdiri dan tampak ingin menghentikan langkahnya juga, tetapi Azazil tidak ingin membuat keributan untuk itu ia memilih melewatinya saja.
Lyana mengikuti sampai ke ruangan "Dari mana kau semalam, Zil?. Pakaian mu" Lyana mengendus bau pakaian Azazil. Berharap mendapatkan bau seseorang agar bisa menuduh Azazil, tetapi bagai mana bisa meninggalkan bau jika selama bersama Sunny Azazil tidak pernah memakai pakaiannya.
"Kau akan mencurigai ku?. Apa kau berharap menemukan bau seseorang?" Tanya Azazil sambil mengedik kan alisnya.
Lyana diam tak memiliki jawaban.
"Silahkan ucapkan apa pun yang ingin kau fikirkan. Aku tidak akan keberatan" ucap Azazil datar, membelitkan dasi dileher tanpa beban sedikit pun. Meski begitu dalam hati Azazil berbunga bunga bila mengingat Sunny dan kehamilannya, Lyana di sampingnya seakan tidak berarti lagi.
"Dari mana semalaman kau, Zil?." lanjut Lyana membelitkan tangan di dada menginterogasi, di ambang pintu July (Ibu Azazil) memperhatikan anak dan menantunya yang tak lagi akur.
"Kau pasti pergi ke suatu tempat. Kau tidak ada di kantor kau bahkan tidak mengganti pakaian mu, pergi kemana kau, Zil?" Tanya Lyana dengan gaya yang sama.
"Halo. Burhan (Asisten)" Azazil menerima menerima telpon sambil mendengarkan ocehan Lyana. "Filenya sudah selesai aku lihat, ada sedikit kesalahan. Aku akan memperbaikinya sedikit. Baik, ingat! Lain kali lebih teliti mengerjakan projek seperti ini, ini sangat penting" ucap Azazil sementara Lyana terus mengoceh tetapi Azazil masih tidak memperhatikannya ia sibuk sendiri dengan pekerjaannya.
"Zil. Projek itu, aku yang akan menanganinya, aku juga membuat file tapi kenapa kau memilih file orang lain!. Mereka tak lebih pintar dari pada aku, Zil!" teriak Lyana lantang penuh percaya diri.
Azazil mengangkat bahunya, kemudian menatap Lyana dengan tatapan dingin yang sulit di artikan, Azazil tak banyak bicara sepatah kata yang keluar "Kau memang selalu merasa lebih unggul daripada orang lain, kenyataannya orang lain pun memiliki kelebihan dan kau pun masih memiliki banyak kekurangan"
Brahgghhh...
Lyana menggebrak meja, tak terima dengan penilaian Azazil.
"Ya! Aku memang banyak kekurangan, itu karena kau selalu melihat ku dari sisi lemah ku, Zil. Kau tidak pernah melihat dari sisi kelebihan aku!" Lyana masih berteriak sambil menunjuk nunjuk.
"Apa kurang ku?. Aku cantik, aku sexy, aku pintar, aku bisa melakukan banyak hal yang tidak bisa perempuan lain lakukan!. Aku punya potensi, kemampuan, pangkat, jabatan, aku juga pandai bersosialisasi dengan semua orang, siapa yang tidak kenal aku, Zil?. Semua orang segan dan menghormati ku, cuma kamu! Cuma kamu yang menganggap ku rendah dan tidak berguna!"
Azazil menoleh ke ambang pintu, di sana July berdiri, tak hanya July beberapa karyawan ikut menonton di belakang July, tampaknya mereka tertarik datang oleh teriakan Lyana. "Lyana, hentikan!. Banyak orang memperhatikan kita"
Sayangnya Lyana tidak peduli "Kenapa, Zil?. Apa kau takut kebusukan mu di ketahui orang lain?. Mereka harus tau, kalau pimpinan mereka tidak tau memperlakukan istrinya dengan baik, kau tidak tau bersyukur, kau angkuh, egois, dan kau lebih mementingkan diri sendiri!"
"Lyana hentikan!. Aku tidak sedang ingin berdebat. Keluarlah!" Usir Azazil dengan nada rendah. Azazil mengurut dahinya yang tak pening.
Lyana mengambil map lalu melemparkannya ke depan Azazil dengan kasar "Aku akan mengambil alih projek ini"
"Ly. Ini bukan projek seharga ratusan juta, ini milyaran."
"Kenapa?. Kau takut aku akan membuktikan potensi ku?. Kau takut mengakui kekalahan mu?" Sanggah Lyana.
"Ly." Azazil mengangkat tangan "Tolong dengarkan aku kali ini. Yang akan rugi bukan hanya kau dan aku, tapi kita semua. Perusahaan ini perusaan besar, kau akan mempertaruhkan semua orang yang ada di tempat ini"
"Dan aku, ingin mempertaruhkan kehormatan ku juga perusahaan ku" ucap Lyana dengan nada angkuh, tak ada tanda tanda Lyana akan mendengarkan Azazil. Terlihat setelah mengatakan rencananya mengambil alih projek Lyana pergi dari ruangan Azazil, sementara Azazil hanya bisa menggeleng lelah dengan sikap Lyana.
Sesaat setelah Lyana keluar July masuk, Azazil mendengus mencoba mengendalikan amarahnya.
"Kapan kalian akan kembali seperti dulu?" Tanya July.
Azazil menggeleng kurang yakin.
"Telinga ku hampir putus mendengar kalian bertengkar tiap hari"
Azazil masih diam tak menyahut.
"Mama fikir kalian berdua perlu pergi ke satu tempat yang lebih tenang, kalian perlu bicara dan memperbaiki hubungan kalian."
"Pergi liburan berdua, maksud Mama?"
"Ya. Apa salahnya, akhir akhir ini hubungan kalian sangat tegang. Kalian perlu mengendurkan suasana itu dan bawalah satu cucu buatku"
Azazil tersenyum tak yakin.
Selama ini July tidak mengetahui kekurangan Lyana, ia terus berharap akan mendapatkan keturunan lewat rahim Lyana.
"Mama yang akan mengatur sebuah tempat romantis buat kalian berdua"
Azazil menggeleng"Lain kali saja, akhir akhir ini aku tidak berminat" menolak tawaran dengan mengalihkan perhatian ke file yang di lemparkan Lyana di mejanya.
"Zil. Mama rasa kalian sudah waktunya punya anak, dua tahun lagi Lyana akan berumur 40. Apa kau tidak takut? Kehamilan akan terlalu beresiko buat perempuan berusia 40" Azazil terdiam memikirkan cara untuk menyampaikan masalah yang di miliki Lyana selama ini.
"Sudahlah, Mah. Kita akan membahas ini lain kali" Azazil bangkit untuk pergi ke ruangan rapat.
"Zil." July mengikuti Azazil, sadar sang Ibu masih berbicara padanya Azazil pun berhenti "Kalian sudah menikah selama lima tahun, apa kalian tidak terpikir untuk mengecek kesehatan kalian?."
Azazil menoleh. Khawatir Azazil menganggapnya sedang menuduh, July langsung meralat ucapannya "Melakukan pemeriksaan apa salahnya? sekarang banyak orang mengikuti program kehamilan, dan mereka berhasil"
"Lain kali saja, Mah. Azazil sibuk"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 48 Episodes
Comments
Uthie
kenapa kesalahan si Lyana di tutupi sihhh
2023-10-24
0
dita18
bkn anakmu yang salah bu July tapi menantu mu udh gk bsa hamil lg..
2023-10-03
0