*Flashback
"Zal! Oper!" Dylan menangkap bola basket yang dilempar oleh Firzal dan mengiring bola basket kedalam ring.
"Yes!" Sorak tim Dylan.
Dylan bertepuk tangan dengan Firzal pertanda kerja sama tim yang bagus.
"DYLAN!"
Ia menoleh dan menghampiri orang yang memanggilnya, "kenapa?"
"Ada yang nyariin lo," ujar Garvin.
"Siapa?"
"Gak tau, dia nunggu lo dilobi."
Dylan menepuk pundak Gravin terimakasih.
"Leo! Gantiin gue dulu!" Leo mengacungkan jempolnya dan menagkap bola yang dilempar olehnya.
Sepanjang perjalanan banyak siswi yang menatap dirinya kagum, sebab pesona Dylan yang sudah menawan tambah menawan saat wajah itu penuh dengan keringat.
Apalagi Dylan yang sedang membawa bola basket, menambah kesan cool yang membuat siswi tak dapat mengalihkan perhatiannya.
Dylan mengerinyit saat melihat seorang wanita yang membelakangi tubuhnya, "permisi? Ibu cari saya?"
Deg!
Bugh!
Bola basket yang dipegang Dylan jatuh menggelinding saat tangannya seakan kehilangan tenaga saat melihat sosok yang mencarinya.
"A—a maaf salah orang, permisi," langkahnya terhenti saat wanita tersebut memanggilnya.
"Dylan?" Tubuh Dylan membeku saat suara yang telah lama tak ia dengar mengalun di telinganya.
Ia terlonjak sontak menepis tangan yang mencoba menyentuhnya.
"Maaf? Cari siapa?" Tanya Dylan berusaha setenang mungkin meski nada bicaranya terdengar bergetar.
"Mah? Apa ini kakak?"
Saking terkejutnya Dylan sampai tidak menyadari kehadiran seorang anak kecil perempuan yang berada di belakang tubuh wanita itu.
"Sayang," wanita itu berjongkok didepan anak kecil tersebut.
"Iya, dia kakak kamu. Kakak yang selalu kita cari."
Tiba-tiba saja anak kecil itu berlari menghampirinya, "kak?"
Bukannya menyahut, Dylan justru meninggalkan mereka, tak peduli dengan teriakan sang wanita. Dylan tetap melanjutkan langkahnya.
*Flashback end
Luve menghela nafas berat, "kak dari pada diam-diaman begini mending ke warung, aku mau jajan," bujuk Luve mencoba mencairkan suasana.
Dengan kesal Luve naik keatas ranjang milik Heyden, "kak jangan diem aja dong, Luve gak papa tau."
"Mungkin saat ini gak papa tapi kedepannya siapa yang tau?" Ujar Dylan membuat Luve semakin kesal, bukannya membantunya membujuk Heyden, tapi malah semakin memanasi suasana.
Tangan Luve terulur membuka laci nakas yang terletak di sebelah tempat tidur dan menemukan koran usang.
"Kak? Koran ini udah lama kan? Kenapa masih disimpan?"
Dengan kasar Heyden merebut koran yang ada ditangan Luve dan menatap adiknya tajam.
"Eh!" Kaget Luve saat dirinya ditarik paksa turun dari atas ranjang oleh Heyden.
"Udah berapa kali kakak bilang? Jangan sentuh barang-barang milik kakak! Atau—"
Luve mengerinyit heran, kenapa kakaknya tiba-tiba marah?
"ATAU APA! ATAU APA? Pelit banget! Luve gak pernah larang kakak buat nyentuh barang Luve, lagipula koran itu udah usang, kenapa masih disimpan?"
"Atau kakak pukul!" Lanjut Heyden membuat Luve dan Dylan menatapnya tak percaya.
Dengan kesal Luve mengacak tempat tidur Heyden dan menendang tulang kering pria itu.
"PUKUL AJA KALO BERANI! PUKUL! BIARIN AJA, OM CAESAR DATENG LAGI NYAMPERIN KAKAK!"
BRAK!
Dylan menggaruk belakang kepalanya yang tak gatal, "kenapa begini jadinya?"
"Lo sih! Dia itu harus dibilangin baik-baik, bukan pake ancaman!" Heyden menatap Dylan tajam.
"Dia bukan anak kecil lagi yang harus dibilangin baik-baik, dia seharusnya ngerti mana yang boleh disentuh dan apa yang gak boleh disentuh."
"Mungkin raganya bukan lagi anak kecil, tapi pikiran dia masih anak kecil kak. Bahkan dia gak bisa bedain mana yang baik dan mana yang nggak buat dia, dan tugas kita sebagai kakak itu mengingatkannya secara baik-baik, bukan dengan cara kasar."
"Kalo lo gak mau barang-barang lo disentuh sama dia, kunci kamar lo, sekalian kunci rumah lo biar perlu!" Sambung Dylan dan melangkah pergi untuk menemui Luve.
Heyden mencengkram erat koran yang ada dalam genggamannya. Koran yang memberitakan tentang kasus penculikan yang dilakukan ayahnya. Terlebih ada foto Luve didalam koran tersebut.
...***...
Luve menghentakkan kakinya kesal bahkan ia menendang angin.
Hari ini Luve bahkan melupakan sarapannya demi menghindari kedua kakaknya. Ia bahkan membangunkan Lintang begitu pagi dan menariknya untuk pergi bersama.
Ia masih kesal dengan kejadian semalam, kenapa Heyden begitu marah bahkan ia hanya bertanya mengenai koran yang sudah usang itu.
Terlalu asik dengan pikirannya hingga Luve tidak menyadari bola futsal yang melambung kearahnya.
Bugh!
Luve terjatuh saat saat bola tersebut tiba-tiba menghantam wajahnya.
"Eh! Sorry!" Luve masih memejamkan matanya sambil merasakan wajahnya yang terasa kebas.
Orang tersebut yang tak sengaja menendang bola hingga mengenai wajah Luve mencoba menyingkirkan tangan Luve dari wajahnya untuk melihat kondisi Luve.
"Sorry ya? Gue bener-ben—"
Perkataan cowok tersebut terhenti karena mendapatkan pukulan mentah dari seseorang.
"ANJING!" Umpat cowok tersebut dan membalas pukulan Dylan.
Luve melotot tak percaya dan berusaha memisahkan mereka tapi yang ia dapat malah pukulan yang mengenai wajahnya.
Pukulan yang dilayangkan oleh cowok tersebut meleset saat Luve muncul ditengah-tengah mereka.
"Bangsat lo mukul dia?" Marah Dylan.
Bugh!
Bukan, bukan Dylan yang memukul cowok tersebut. Tapi Heyden lah yang tiba-tiba muncul.
Heyden memukul wajah cowok tersebut membabi buta, didepan para siswa yang kaget karena pertama kali mereka melihat Heyden berkelahi.
...***...
Disinilah mereka berempat, di ruang BK usai perkelahian.
Guru BK tersebut menggeleng kecil, "lihat lah penampilan kalian! Acak-acakan seperti bukan anak sekolah."
Brak!
Sontak seluruh pasang mata yang didalam ruangan menatap kearah pintu.
"Lintang?" Kaget si guru BK.
Lintang berjalan cepat melihat kondisi Luve. Ia menatap sendu luka adiknya.
"Gapapa kok kak, cuma nyeri sedikit sama gigi paling patah satu." Ujar Luve di akhiri kekehannya.
"Lo mukul adik gue?" To the point Lintang menatap si tersangka pemukulan.
"Gue gak akan mulai kalo dia gak akan mulai!" Ujar cowok itu menunjuk Dylan.
"Lo nendang bola ya ke muka adik gue! Gak usah playing victim!" Kesal Dylan.
"Kalian saudara?" Tanya si guru BK.
"Saudara kok gak sedarah!" Cibir cowok itu.
"Eh! Lo diam ya!" Tunjuk Dylan kesal.
"Sudah! Sudah! Kenapa kalian kembali ribut hanya karena hal kecil?"
"Hal kecil? Maksud ibu apa?" Tanya Dylan tak terima.
"Memang hal kecil bukan?hal kecil yang kalian besar-besarkan! Vernon hanya tak sengaja menendang bola yang mengenai wajah Luve, bahkan dia ingin meminta maaf dan ingin menolong Luve tapi kalian? Kalian malah memukulnya." Jelas guru BK tersebut.
Membuat mereka bertiga sontak menatap Vernon. Begitupun dengan Vernon yang menatap mereka bertiga dengan tatapan menyeringai.
"Kamu juga Heyden. Bukannya memisahkan tapi malah ikut memukul Vernon, kamu ini ketua OSIS. Kamu pelopor bagi para siswa. Terlebih Vernon adalah murid baru."
"Apa hal kecil yang ibu maksud adalah luka diwajah adik saya ini? Wajahnya akan membengkak dalam beberapa waktu, apa kata maaf bisa langsung menyembuhkan wajah adik saya?"
Luve mengangguk cepat, "saya cewek loh bu, mau di taro di mana muka saya kalo jadi jelek?"
Guru BK tersebut menghela nafas saat mendengar pembelaan Heyden dan Luve.
"Tidak ada yang menginginkan luka itu Heyden, semua ini kejadian yang tak terduga. Dan tindakan kalian bukanlah tindakan yang menunjukkan seorang pelajar."
Tok! Tok! Tok!
Dylan dan Luve melotot saat melihat kehadiran Nafis di ruang BK, tapi tidak dengan Heyden karena cowok tersebut sudah menduga ini.
"Mampus." Inner mereka.
Nafis terbelalak saat melihat wajah ketiga anaknya yang babak belur, "astaga! Wajah kalian?"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 23 Episodes
Comments