Heyden mencoba mencari keberadaan adiknya usai tak melihat sosok Luve di kelasnya.
Tersisa kantin tempat yang belum ia lihat dan benar saja, disana ada kedua adiknya sedang asik makan disaat kegiatan belajar berlangsung.
Tak!
"Kenapa gak dikelas?" Luve mengaduh kesakitan saat kepalanya diketuk oleh seseorang.
"Kak Ai?" Kaget Luve saat melihat kehadiran Heyden.
Dylan memutar bola matanya bosan, "Ck! Dia hampir pingsan gara-gara teman lo!," saut Dylan.
"Teman? Siapa?"
"Si Rachel, temen lo yang ngehukum dia," Heyden mengerinyit heran.
"Dia disuruh lari 10 puteran, lo bayangin aja seluas apa itu lapangan. Emang gak ngotak temen lo." Heyden terdiam entah apa yang ia pikirkan.
Luve mengangguk, "Untung ada Kak Lintang tadi."
"Lintang?" Bingung Heyden.
"Dia yang bawa Luve ke UKS."
"Terus dimana dia?" Dylan menggeleng tak tahu.
"Aku gak tau kalo kak Ai ketua OSIS," ujar Luve mengangkat jempolnya.
"Apa hebatnya ketua Osis," cibir Dylan.
"IH! Hebat lah, emangnya kayak lo." Dylan mendengus jengkel.
Tak lama terdengar suara ricuh karena bel istirahat berbunyi, membuat para siswa berhamburan ke kantin.
"Inget pesen Ayah, Luve," Luve memutar bola matanya bosan.
Nafis selalu berpesan kepadanya untuk tidak membuat masalah disekolah terlebih ia baru masuk SMA.
"Justru aku harus bikin masalah kak. Biar gak dibully sama temen-temen."
"Gak akan ada yang bully kamu."
"Masa? Kakak tau sendiri aku itu goblok, gak pinter. Tapi ayah masukin aku ke sekolah favorit gini, yang bener aja."
"Ini buat kebaikan kamu," jelas Heyden.
"Tau lo dibilangan jangan keras kepala! Tapi siapa juga yang mau bully lo jir? Lo liat aja kak Ai. Ketos nih, yakali ada yang berani macem-macem sama adeknya ketos," Tutur Dylan sambil memandangi murid-murid yang berlalu-lalang.
"Kebaikan apa! Kakak mau adek kakak dibully karena goblok? Kakak mah gak ngerti," kesal Luve yang ingin beranjak pergi tapi sudah lebih dulu ditahan oleh Heyden.
"Abisin dulu!"
Luve mencoba mengatur nafasnya yang memburu, "kak!" Adu Luve menatap Dylan penuh permohonan.
"Ck! Abisin dulu," kekesalan Luve bertambah saat Dylan malah memihak Heyden.
Tanpa mereka sadari banyak pasang mata yang menatap mereka penuh tanya, pasalnya Heyden dan Dylan sangat terkenal dikalangan siswa.
Selain otak mereka yang pintar, mereka juga tampan, dan baru kali ini mereka melihat Heyden dan Dylan berbicara panjang lebar dengan orang asing. Menurut mereka.
Terlebih banyak rumor bahwa Heyden adalah kekasihnya Rachel.
...***...
Tahun 1998
"Kamu suka coklat?" Tanya gadis kecil yang menyodorkan sebuah coklat di hadapan bocah laki-laki yang tengah sibuk mendengarkan musik menggunakan headset.
Merasa diabaikan, gadis itu mendengus lalu duduk di sebelah bocah laki-laki. Gadis itu menoleh ke arah rumah si bocah laki-laki yang terdengar berisik.
Netra gadis kecil itu jatuh pada dahi si bocah laki-laki, "dahi kamu berdarah."
Gadis cantik itu berlari menjauhinya. "Semuanya menjauh." Gumam bocah laki-laki itu.
Tidak heran dengan kondisi keluarga yang bermasalah, ekonomi yang bermasalah semua anak anak menjauhi dirinya. Kata mereka ayah nya adalah seorang penjahat, jadi tak ada yang berani berteman dengannya.
Deg!
Bocah laki-laki itu mendongak saat merasakan sesuatu yang menempel di dahinya. "Luka nya akan segera membaik jika sudah di obati."
"Dia kembali?"
Gadis kecil itu kembali duduk di sampingnya, lalu menjauhkan headset milik si bocah laki-laki itu.
"Kembalikan!"
"Kamu suka musik?"
"Kembalikan!"
"Tidak sebelum kamu menjawab pertanyaan ku." Bocah laki-laki itu mendesah lelah.
"Kenapa kamu selalu menutup telinga mu?"
"Haruskah aku menjawab?" Gadis kecil itu mengangguk.
"Tidakkah kamu mendengar teriakkan di dalam?" Gadis itu mengikuti pandangan bocah laki-laki itu.
"LUVENA?" Gadis itu mendongak menatap kehadiran sang ayah.
"Ayah?" Nafis tersenyum lembut menghampiri putrinya.
"Heyden?" Bocah laki-laki yang di panggil oleh Nafis mengangguk kecil.
"Kenapa main dis—
"HEYDEN!" Sebuah teriakan menggelegar yang meneriaki nama bocah itu.
Nafis berjongkok menyamai tinggi Heyden. "Dimana Mama kamu nak?"
"Tidak tau, paman." Nafis mengangguk, netranya jatuh pada seorang pria yang baru saja keluar dari rumah Heyden.
"DASAR ANAK SIALAN!
"HEYDEN DIMANA IBU KAMU?"
"PANGGIL ****** ITU KEMARI SIALAN!"
"Luve, ajaklah Heyden ke rumah untuk bermain." Luve mengangguk lalu berlari sambil menarik tangan Heyden untuk masuk kerumahnya.
"SIALAN HEYDEN KEMARI KAMU! KAMU PIKIR KAMU BISA LARI SEPERTI IBU KAMU?" Teriak marah pria itu.
"Berhentilah disana, sebelum aku melapor pada polisi!" Ancam Nafis.
Pria itu tertawa kencang mendengar ancaman Nafis.
Nafis mengetik sesuatu di ponselnya lalu menunjukkan nya pada pria itu.
"Hentikan langkahmu disana sebelum terlambat!"
...***...
"Kemarilah!" Luve menarik tangan Heyden hingga sampai pada sebuah piano.
"Bukankah kamu menyukai musik? Kamu tidak perlu menutup telinga mu lagi karena sekarang aku yang akan memainkan sebuah musik untuk kamu!"
"Ini seperti mimpi." Batinnya menatap gadis di depannya dengan pandangan yang sulit di artikan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 23 Episodes
Comments