3. Selalu Bersama

Dalam beberapa hari ini, ada tempat yang sangat ingin Luve datangi.

Satu-satunya tempat yang langsung membuat Luve jatuh cinta dengan sekolah barunya yang menurutnya menyebalkan ini.

Bahkan ia rela bolos di jam pelajaran hanya untuk melihat tempat ini. Apa lagi jika bukan ruang auditorium milik sekolah.

Sebelum masuk, Luve memastikan terlebih dahulu situasi sebelum memutuskan untuk masuk, tanpa ia sadari ada sepasang mata yang sejak tadi mengawasi gerak-gerik gadis itu.

Luve menatap kagum setiap interior bangunan ini, tempat yang selalu menjadi impiannya sebagai seorang musisi kelak.

"It's my dream! Anjay!" Pekik Luve senang.

Matanya berbinar saat ia melihat sebuah piano di depannya.

"Ketemu ayang," Luve mencoba menekan tus-tus piano yang membuat ruang auditorium ini menjadi ramai.

"Emang kalo jodoh itu selalu ada aliran-aliran yang selalu menunjukkan keberadaan jodoh kita, orang-orang biasa bilangnya ikatan batin."

"Ini piano gue betak juga nih," canda Luve.

Ia bangkit dari duduknya dan berjalan mengitari piano.

Entah apa yang merasuki dirinya, tiba-tiba saja Luve membungkuk kan tubuhnya seolah-olah dia adalah seorang pianis terkenal yang akan memulai perfomance nya. Ia mulai bersiap untuk memainkan piano tersebut.

Hingga lima menit berlalu, setelah ia selesai memainkan piano tersebut, terdengar suara tepuk tangan dari pintu masuk.

Luve tersenyum cerah saat melihat siapa kedua orang tersebut dan memberi salam terakhir.

"Gimana? Bagus kan?"

"Udah ulti!" Sahut Dylan mengacungkan jempolnya, yang diangguki oleh Heyden.

"Siapa disana?!" Netra Luve terbelalak saat mendengar suara derap langkah terburu-buru yang mendekati ruang auditorium ini.

Mereka bertiga segera berlari untuk mencari tempat persembunyian.

"Sebenarnya gak berguna juga kita ngumpet," ujar Luve yang masih berusaha menyembunyikan tubuhnya di balik sela-sela kursi.

"Shutt!" Dylan memberi kode Luve agar diam.

Tubuh mereka terlihat amat sangat jelas di sela-sela kursi penonton. Heyden menghela nafas panjang, karena mereka sudah benar-benar ketauan.

Ia memutuskan untuk keluar dari tempat persembunyiannya diikuti oleh Dylan dan Luve.

Disinilah mereka dijemur di tengah lapangan membuat para siswa yang sedang istirahat menatap mereka heran.

Lebih tepatnya menatap Heyden, karena ini adalah kali pertama mereka melihat Heyden di hukum. Sebagai ketua OSIS, Heyden memang harus jadi panutan bagi seluruh siswa di sekolah.

"Panas!" Keluh Luve, Dylan yang peka terhadap adiknya langsung menghalangi matahari yang menyorot wajah adiknya.

"Kak Dyl—

Tak!

Luve mengaduh saat kepalanya diketuk oleh Heyden yang langsung menarik Dylan kembali ke posisi awalnya, "Kak!"

"Lakukan dengan benar."

"Tapi aku kepanasan kak! Kalo aku item gak ada yang suka gimana? Kakak mau punya adek item dekil?"

"Tau lo kak," Heyden mendelik saat Dylan ikut-ikutan.

"Setidaknya dia cantik walau otaknya bego," celetuk Dylan yang diangguki oleh Luve.

"Ini salahnya siapa? Kenapa bolos di jam pelajaran. Mau kakak aduin ke ayah?"

Luve menelan salivanya kasar, ai beralih menatap Dylan, "mainnya ngaduan nih gak asik. Kak Dylan juga bolos, kenapa aku doang yang disalahin?"

Dylan mendelik tak terima, "gue cuma ngikut kak Ai buat nyari lo."

"Kakak gak bolos, cuma kebetulan lewat didepan kelas dia, tapi dianya gak ada," jawab Heyden mencari alasan.

"Elah jadi main salah-salahan!" Kesal Luve yang ingin meninggalkan Heyden tapi kepalanya sudah lebih dulu ditempeleng.

Luve menyentuh belakang kepalanya yang ditempeleng oleh Heyden.

"Udahlah, udahan aja. Lagi pula emang lo gak haus kak?"

Dugh!

Dylan melotot saat kakinya malah di tendang oleh Heyden. "Ck! Kalo lo gak mau yaudah, berdiri aja terus sampe kaki lo pengkor!"

"Ayo Luve!" Ajak Dylan yang lebih dulu meninggalkan mereka. Heyden menghela nafas lelah. Ia tak tau harus menyebut kedua adiknya sebagai anugrah atau malapetaka di hidupnya.

Mereka meninggalkan lapangan tanpa menyadari sepasang mata yang memandang mereka dari kejauhan.

...***...

'Cewek itu siapanya Heyden sama Dylan?'

'Baru kali ini gue ngeliat Heyden sama Dylan secare itu sama cewek asing, bahkan adek kelas!'

'Dia kelas 10? Kok bisa deket sama Dylan?'

'Eh! Cewek itu yang waktu itu Heyden bawa ke lapangan kan? Mereka ada hubungan apa?'

'bukannya Heyden pacarnya Rachel ya?'

Seperti itulah gosip-gosip yang Luve denger selama ia memakan nasi ayam geprek nya.

Seolah tak terganggu, Dylan dan Heyden pun terlihat biasa saja dan tampak menikmati makanannya masing-masing.

"Kak Ai pacaran sama kak Rachel ya?"

Heyden mendongak menatap Luve datar, Sedangkan Dylan hampir saja tersedak.

"Tau dari mana lo?"

"Jadi bener?"

"Jangan dengerin!" Celetuk Heyden.

Dylan mengangguk setuju, "kak Ai, pacarnya itu buku-buku tebel. Anak ambis kayak dia pacaran? Gue kuras air laut!"

Luve terkekeh geli mendengar perkataan Dylan, "apa bedanya sama kakak? Kakak juga gila belajar."

"Tapi gak seobsesi itu sama buku, kalo kak Ai udah gak tertolong." Dylan tertawa saat Heyden mencoba mencubit pinggangnya.

"Ekhem!"

"Kita boleh duduk disini Den? Tanya Gema selaku ketua MPK dan temen sekelasnya Heyden.

"Duduk aja," jawab Luve sebelum Heyden menolaknya.

Dan benar saja, ia mendapat tatapan tajam dari kakaknya.

Saat itu juga Rachel langsung mengambil tempat duduk di samping Heyden dan Vina yang langsung mengambil tempat duduk di samping Dylan.

"Pelan-pelan napa Vin! Gue bawa bakso panas nih, kalo lo ke guyur gimana?" Kesal Nakala.

"Sorry."

Heyden dan Dylan mendelik tak terima saat Luve diapit oleh Gema dan Nakala.

"Kal! Tuker," titah Heyden yang langsung beranjak dari duduknya, begitupun dengan Dylan.

"Hah?" Tanpa mengulang kembali perkataannya, Heyden menggeser bakso milik Nakala.

"Lo juga pindah," titah Dylan, membuat Gema menghela nafas panjang.

"Kalo bukan tempat ini yang kosong, gue gak akan duduk di sini," kicau Gema.

Luve mengangkat bahunya tak peduli. Tangannya meraih saus yang ada di dekat Heyden. Namun saus itu sudah lebih dulu dijauhkan olehnya.

"Gak boleh pake saus ini, ini saus nya gak sehat." Latang Heyden menjauhkan saus tersebut, sedangkan Rachel yang sudah terlanjur menuangkan saus pada mangkuknya terdiam.

"Kak Dylan!" Adu Luve.

"Gak sehat itu Luve, ngerti dikit dong," ujar Dylan.

"Ekhm!"

"Sorry ganggu pembicaraan kalian, tapi sebenarnya hubungan kalian bertiga ini apa?" Kepo Vina yang mewakili seluruh kekepoan para siswa.

Bahkan kantin langsung hening saat Vina melontarkan pertanyaan itu.

"Kenapa?" Tanya Luve ketus.

"Cu-cuma penasaran aja, soalnya Heyden sama Dylan ini tiba-tiba akrab."

"Emang sebelumnya mereka gak akrab?"

"Bukan gitu, mereka kaya orang gak saling kenal sebelumnya, terus semenjak ada lo, mereka jadi akrab begini, dan lo siapa? kenapa lo manggil mereka kakak?"

"Gue Luvena dari kelas 10 IPS 2," jawab Luve.

"Maksud dia kenapa lo manggil mereka berdua dengan sebutan kakak?" Kali ini yang menyahut Dyra.

"Karena mereka kakak gue," jawab Luve yang langsung memeluk erat kedua lengan Dylan dan Heyden.

"HAH?"

...***...

Luve tertawa puas saat mengingat raut wajah semua siswa di sana terlebih raut wajah Rachel dan Vina.

"Pasti mereka nggak nyangka, seorang Heyden anak emas sekolah, dan Dylan, seorang bad boy otak emas adalah kakak dari seorang Luvena yang jenius," tawa geli Luve membuat Heyden jengah.

Luve menatap kesekitar mencari keberadaan Lintang, hingga ia melihat Lintang berjalan lambat di belakang mereka.

"Kak Lintang? Kenapa di belakang? Sini!" Heyden dan Dylan sontak menghentikan langkahnya.

"Ngapain di belakang kak? Naber ya?" Celetuk Dylan.

"Sembarangan!" Ketua Lintang saat tangannya ditarik agar mereka berjalan beriringan.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!