Pelajaran selesai, Tyler dan kawan - kawannya sudah siap untuk pulang. Jack membuka ponselnya ketika sudah tidak ada guru di kelas.
"Eh, malem ini lo ikut balap Ty?" Tanya Jack. Tyler berdiri dan menatap Lana yang sudah siap mengemasi tasnya dan keluar dari kelas.
"Biasa juga gue ikut balap, kan." Sahut Tyler.
"Ada yang nantangin lo nih, Ty. Si kunyuk Kyle ngasih tantangan dengan taruhan mobil, anjir ni anak." Ujar Jack.
"Anjir, mobil. Mentang mentang bokapnya kaya." Ujar Renan, dan menampol belakang kepala Jack.
"Ya gak nampol juga dong, dodol." Ujar Jack, dan menatap Renan dengan tatapan malas.
"Sorry." Ujar Renan dan menyengir kuda.
"Kalo ada dia, gue gak ikut." Ujar Tyler, lalu bangun dari duduknya.
"Lah, terus?? Masa kita tolak gitu aja, gitu? Tar di kiranya kita cemen." Ujar Jack.
"Kan ada kalian, Luigi juga bisa gantiin gue." Ujar Tyler.
"Yahh.. " Ujar Renan dan Jack bersamaan. Akhirnya mereka semua keluar dari kelas.
"Ya udah, si.. kan ada gue, gue mau liat dia nangis karena mobilnya gue bawa ntar, ho - ho - ho" Ujar Luigi dengan tawa iblisnya, dan mereka pun sampai di parkiran motor.
Mereka pun pergi dari sekolah itu dan menuju markas tempat mereka berada. Luigi, Renan dan Jack juga bukan anak yang lahir dari keluarga bahagia, mereka jarang pulang ke rumah pribadi mereka dan lebih sering tinggal di markas dengan Tyler.
Suka duka sudah mereka lalui sejak masih di bangku sekolah dasar, mereka saling mempertahankan satu sama lain dan menjadikan Tyler sebagai ketua mereka karena Tyler lah yang menolong mereka dulu.
Tak lama, mereka sampai di markas. Dan di sana rupanya sudah ada motor besar berwarna biru yang terparkir di depan ruko.
Tyler membuka helmnya, dan langsung berjalan dengan langkah cepat masuk kedalam. Teman - temannya bahkan langsung menyusul tanpa melepas helm mereka lebih dulu.
"Bugh!" sebuah bogeman mentah melayang pada wajah seorang pria berambut putih.
"Apa - apaan lo, ngasih tahu adek sepupu lo kalo gua ada di sini, huh!?" Ujar Tyler.
"Ty! Ty! Ty! Sabar Ty, jangan maen pukul." Ujar Luigi melerai. Pria berambut putih itu mengusap sudut bibirnya yang berdarah berkat bogeman dari Tyler.
"Jawab gue bren*sek!" Bentak Tyler, dengan nafas yang memburu.
"Sorry, Ty." Ujarnya.
"Nest, lo yang bener dikit dong, lo kan tahu gak gampang kita nyari tempat. Tuh cewek sundel bisa aja dateng lagi kemari, kita udah pindah dari tempat lama dan lo kasih tau tempat ini ke dia, otak lo di mana si Nest!?" Ujar Jack yang ikut emosi.
Itu adalah Ernest, salah satu anggota geng motor Tyler, satu dari lima sekawan yang usianya lebih tua dari mereka. Ernest sendiri sudah duduk di bangku kuliah.
"Guys, please.. kita bisa omongin ini baik - baik, kan? Ayolah.." Ujar Renan menengahi.
Luigi menarik tangan Ernest dan duduk di sofa, Renan juga menarik tangan Tyler dan menyuruh Tyler duduk di sofa, tapi Tyler mengibaskan tangan Renan.
"Kalo sampe adek sepupu lo dateng kemari lagi, lo gak usah berada di antara kita lagi." Ujar Tyler, dan langsung naik keatas.
Renan, Jack, dan Luigi menghela nafasnya, pertemanan mereka yang sudah terjalin sebegitu lamanya, terancam akan berantakan gara - gara kebodohan satu orang.
Tyler masuk kedalam sebuah kamar, lalu dia menyalakan musik dengan sangat keras, musik barat yang sangat di gemari anak - anak muda.
" Heart on your sleeve like you've never been loved , Running in circles, now look what you've done. Give you my word as you take it and run, Wish you'd let me stay, I'm ready now" Sepenggal nada yang terdengar sangat keras hingga ke lantai satu.
"Ah, elah.." Ujar Jack, dan melepas helm yang masih menyangkut di kepalanya, lalu melemparnya ke sofa.
"Nest, lo kalo gak mau lagi jadi temen kita, gak apa - apa.. keluar aja, tapi gak perlu lo kasih tahu Fia, dimana Tyler berada, gak gampang kita bisa bikin Tyler happy lagi." Ujar Jack.
"Gue gak bermaksud begitu, Jack. Fia ngancem dengan piso di tangannya, dan bilang dia mau bunuh diri. Gue panik, jadi gue kasih tahu dia." Ujar Ernest menjelaskan.
"Gue juga tahu gimana terlukanya Tyler, karena satu - satunya cewek yang dia percaya justru jadi penghianat." Ujar Ernest lagi. Semua orang pun diam.
"Emang dasarnya itu cewek gila, kok." Ujar Luigi. Dan Ernest langsung melirik Luigi.
"Apa!? Gak terima adek sepupu lo gue hina?" Ujar Luigi, dan Ernest hanya bisa menghela nafas.
Ernest juga tidak menyangka Fia justru berubah dan menghianati Tyler, padahal Tyler sangat memperlakukan dia dengan berbeda di bansing dengan wanita lainnya.
Hingga malam tiba, Tyler tidak keluar sama sekali dari kamar itu. Musik yang keras juga belum mati dan masih saja memutar lagu dari penyanyi yang sama.
"Ty, kita pergi dulu." Teriak Luigi dari luar. Tapi suara Luigi masih kalah dengan suara musik yang Tyler putar.
"Dah lah, kita cabut aja. Tyler butuh waktu sendiri." Ujar Jack, dan semua orang mengangguk
Akhirnya semuanya pun pergi, dari atas Tyler melihat teman - temannya itu pergi. Dia pun mematikan musik keras yang sejak tadi dia putar. Setelah musik mati, dia mengambil kunci motornya lalu pergi juga dari sana.
Tapi tujuan Tyler bukan ke arena balap, melainkan pulang ke rumah kedua orang tuanya yang tak pernah menginginkan kelahiran Tyler.
Tyler sampai di rumah mewah berlantai tiga yang benar - benar megah. Setelah penjaga rumah membuka kan pintu, Tyler pun masuk ke dalam. Tyler melihat mobil ayahnya, yang artinya saat ini ayahnya ada di rumah, dia pun masuk kedalam rumah.
"Ngapain lo balik?!" Ujar sebuah suara pria, ayah Tyler. Bahkan dengan anak sendiri tidak ada kata sayang sedikitpun.
Tyler menyodorkan sebuah surat dan berkata, "Guru yang nyari lo, bukan gue." Ujar Tyler.
Ayah Tyler hanya melewatinya begitu saja dan duduk di sofa. Tyler kemudian melihat ibunya yang turun dari lantai dua dan melihat Tyler.
"Oh, lo tau pulang juga rupanya?" Ujar ibunya, juga tidak menunjukan sedikitpun kasih sayang.
"Dateng ke sekolah, gue capek di peringati guru terus buat bawa kalian ke sekolah." Ujar Tyler, dan meletakan surat dari guru di meja, di hadapan ayahnya.
"Gue sibuk! Bapak lo aja noh." Ujar ibu Tyler, sembari menyalakan rokok.
"Enak aja, dia bukan anak gue." Ujar ayah Tyler dengan tatapan tajam.
"Dia anak lo, kalo bukan anak lo gue gak mungkin nikah sama lo." Sahut ibu Tyler.
"Cukup ya! Gue gak ngerasa ngehamilin elo. Kita tuh nikah karena paksaan keadaan, dan juga gue baru nyentuh lo setelah kita nikah sebulan, itu pun terpaksa karena gue lagi mabuk. Sementara lo udah bunting dua bulan, saat itu." Ujar ayah Tyler.
"Lo cari bapak lo sendiri." Ujar ayah Tyler pada Tyler.
Tyler terlihat mengepalkan tangannya dan matanya saat ini terasa sangat panas, antara marah, sedih dan ingin menangis, tapi dia tahan.
"Salah lo lahir ke dunia, harusnya lo mati aja, dulu. Jadi gue gak perlu.. "
"AAARRGH!!" Teriak Tyler dengan keras, memotong apa yang akan di ucapkan ibunya. Ayah dan ibunya sampai terjingkat kaget karenanya.
"B4ngke!!" Teriak Tyler dan berjalan pergi. Sebelum benar benar keluar, Tyler meninju pintu dengan keras.
"BRAK!" Hingga darah segar mengucur dari jari - jari tangan Tyler. Dia langsung naik ka atas motornya dan kemudian pergi dari sana.
Tyler mengemudikan motornya dengan kecepatan tinggi, dan sebutir air mata lolos dari pelupuk matanya. Sampai akhirnya dia sampai di jembatan dan membuka helmnya.
"Hh..hh.. Kalo gue bukan anak kalian terus ngapain kalian ngelahirin gue!!" Teriak Tyler di sela tangisnya.
Kekecewaannya terhadap kedua orang tuanya sangat besar, marah dan benci semua menjadi satu dan dada Tyler sangat sesak sekarang. Bagaimanapun dia hanya remaja berusia tujuh belas tahun yang harus menanggung kenyataan hidup sangat pahit.
Tyler hanya duduk di sana hingga pagi tiba, dia tidak sedikitpun bergeming karena di hatinya masih saja merasa benci dengan hidupnya. Hebatnya.. Tyler tidak melakukan b*nuh diri walau masalah hidupnya sangat berat.
"Aduh, seragam kering gak, ya.. jangan sampe gue di hukum guru lagi ntar." Gumam Lana yang tiba - tiba lewat di jembatan.
Tyler yang biasanya melihat Lana pun sekarang hanya diam di tempat sembari tatapannya kosong, dia melamun.
Lana tiba - tiba menghentikan langkahnya dan melirik ke arah Tyler, dan melihat tangan Tyler yang berdarah.
"Gila, tangannya berdarah - darah gitu, apa gak sakit." Ujar Lana. Lana menghampiri Tyler, dan Tyler terkejut dengan Lana yang tiba tiba menepuk pundaknya.
"Tangan lo berdarah, obatin sebelum jadi infeksi." Ujar Lana. Tapi Tyler justru kembali membuang mukanya.
"Woi! Tuli ya?! Tangan lo berdarah." Ujar Lana, dengan nada sedikit keras.
"Pergi, gak usah sok peduli." Ujar Tyler ketus.
"Tsk! Seolah di dunia ini yang punya masalah gede lo doang." Ujar Lana, dan Tyler langsung melirik Lana dengan dingin dan tajam.
"Tau apa lo, gak usah banyak bac*t!" Ucap Tyler.
Lana menghela nafasnya, dan dia langsung membuka tas punggungnya untuk mengeluarkan kotak p3k. Tanpa permisi, Lana langsung menarik tangan Tyler dan menyiramnya dengan alkohol steril.
"Ban*sat lo!" Ujar Tyler yang terkejut sekaligus merasa perih di tangannya.
"Bac*t lo! diem kalo lagi di obatin." Ujar Lana, lebih galak, Tyler sampai mati kutu mendengar dirinya di bentak perempuan.
"Dunia ini luas, ngapain lo stuck di satu tempat. Kalo lo masih punya sayap, walau sayap itu rusak, setidaknya perbaikilah dan terbang sebisa mungkin meninggalkan tempat yang membuat lo sengsara." Ujar Lana tiba tiba sembari mengelap luka Tyler dengan tisu.
Tyler hanya diam dan menatap Lana tanpa kata - kata. Lana pun dengan fokus membersihkan luka Tyler dan mengobatinya lalu kemudian memperbannya.
"Kelar, kan.. Gitu aja marah - marah."
Ujar Lana dengan suara datar, lalu kemudian berjalan pergi. Tyler pun hanya diam menatap Lana yang pergi begitu saja.
"Sayap, emang gue burung." Ujar Tyler yang tidak peka, dan dia menatap tangannya yang di perban Lana.
TO BE CONTINUED..
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 85 Episodes
Comments
Nur Bahagia
kejam banget kata2 nya
2024-09-08
0
Nur Bahagia
sahabat sejati 🤗
2024-09-08
0
Dewi
Bener bener ortu Tyler nih, sama anak sendiri sampai segitunya
2023-09-16
1