Alvan menghirup nafas panjang, membuka matanya dan berdiri.
"Ayo kejar gadis itu No!" serunya seraya menaiki motor matic Nino. "Aku ngga mau menyesal dan menjadikan ketidakmengertianku pada ayahku menjadi mimpi buruk baru yang menghantui hidupku."
"Yup doi mungkin satu-satunya kesempatan lu buat mengenal lagi bokap lu yang selama ini ninggalin banyak pertanyaan di hati lu." Sahut Nino penuh makna dan segera naik ke jok belakang.
Keduanya mengenakan helm dan mulai melesatkan motor ke arah gadis tadi berlari. Alvan dan Nino menelusuri penjuru gang komplek berkeliling melewati tiap cluster nya. Cahaya jingga senja mulai menyinari setiap sudutnya. Beberapa anak kecil bermain di jalanan dengan ceria, tersenyum ketika melihat dua remaja lewat dengan sepeda motor.
Alvan menghentikan motornya dan bertanya pada anak-anak tersebut tentang keberadaan gadis berjaket hoodie putih yang mereka cari. Salah satu mengaku melihat dan menunjuk ke arah taman.
Mereka mengarahkan motor menuju area taman kota. Sinar lampu jalan mulai menyala ketika malam semakin mendekat. Taman itu ramai dengan warga yang berolahraga sore atau sekadar bersantai di bangku taman. Alvan dan Nino berhenti sejenak untuk menilik sekeliling, mencari tanda-tanda keberadaan gadis misterius itu dan menanyai beberapa warga.
Tak mendapatkan petunjuk yang pasti, mereka kembali melintasi jalanan yang semakin ramai, melewati area pertokoan hingga mengelilingi alun-alun kota yang telah riuh dengan bermacam lampu hias berwarna-warni yang mulai bersinar terang menyambut malam tiba.
Walaupun telah mencari dengan susah payah, keberadaan gadis itu masih belum juga ditemukan. Keputusasaan mulai menyelimuti hati Alvan dan akhirnya mereka menyudahi pencarian dan memutuskan untuk pulang.
Ketika malam semakin larut, Alvan berinisiatif memotong jalur dengan belok melewati komplek pinggir kota. Jalanan disini cenderung lebih gelap dengan lampu-lampu remang beberapa rumah. Banyak rumah dan ruko yang terbengkalai di sini. Disitu Alvan tersentak melihat sosok familiar gadis berjaket hoodie berkacamata sekelibat lewat memasuki sebuah gang kecil diantara 2 ruko yang mengapit.
"Itu dia." teriak Nino.
Motor berhenti di depan gang gelap yang rupanya lebih sempit dari yang mereka kira. Dengan banyaknya barang-barang memenuhi lorong gang itu membuat motor tidak bisa melewati nya.
Di ujung gang tampak siluet gadis itu berlari belok ke kanan.
"Kamu tunggu disini No!" Alvan turun dari motor dan segera berlari mengejar nya.
Alvan berlari keujung gang dan belok ke kanan, sosok gadis itu semakin jauh, namun Alvan tidak ingin kehilangan jejaknya. Dia berusaha mempercepat langkahnya, menyusuri gang-gang yang semakin menyempit dan gelap. Tanah kering dan debu terbang menghambur dari bawah langkah cepatnya. Suasana di sekitarnya semakin mencekam, dengan bangunan-bangunan tua dan terbengkalai yang tampak menakutkan.
Dengan nafas tersengal-sengal dan hati yang berdebar kencang, Alvan akhirnya berhenti di tengah gang yang gelap. Dia merasa sendirian dan terasing di tempat ini, tanpa tahu kemana harus pergi. Rasa putus asa melingkupi dirinya, dia merasa seperti terperangkap dalam situasi yang menakutkan dan tak terkendali.
Kembalikan...
Mata ku... Kembalikan....
Tiba-tiba suara berat yang mencekam bergema diantara dinding-dinding ruko yang terbengkalai. Alvan tersentak dan melihat ke sekitar. Ada banyak mata merah satu per satu terbuka dari balik kegelapan yang menatap tajam dirinya yang semakin panik.
"I-ini...." tiba-tiba Alvan seperti tersadar akan sesuatu.
KEMBALIKAN!
Sebuah bayangan tangan yang besar melesat dari salah satu gang ke arah Alvan. Alvan berusaha untuk berlari lebih cepat, namun terjebak dalam lorong-lorong sempit yang membuatnya semakin tersesat.
Suara itu terus menggema, mata-mata merah itu terus mengawasi dan tangan itu terus memburu nya sejauh apapun Alvan berlari.
Saat Alvan mulai kewalahan dan melambat, bayangan tangan besar akhirnya berhasil meraih tubuh Alvan. Mencengkram tubuhnya dan mengangkatnya 2 meter di atas tanah. Ketakutan merasuki setiap serat tubuhnya, dia merasa tak berdaya dalam genggaman bayangan misterius tersebut.
"Le-lepaskan!" Ketika Alvan berusaha untuk melawan, tiba-tiba muncul satu tangan lagi dari kegelapan. Tangan itu mengarahkan kuku tajamya tepat di depan bola mata Alvan yang terpaku tak mampu melakukan apa-apa.
KEMBALIKAN!
Teriakan itu kembali bergema bersamaan dengan kuku tajam bayangan itu yang dengan sadisnya menghujam kedalam kepala Alvan dan membuat cipratan warna merah di dinding sekitar.
"AAAAAAAAAARRRRGGGGH!!"
Alvan berteriak keras dan seketika terbangun menghempas selimut yang dikenakannya.
Nafasnya terengah-engah, matanya terbuka lebar, dia merasa seolah-olah baru saja melarikan diri dari ancaman yang nyata. Tangan nya gemetar, keringat dingin mengucur di seluruh tubuhnya.
Mimpi buruk itu lagi -gumam Alvan dalam hati.
"Astaga, kenapa Alvan?" pintu terbuka membawa cahaya putih lampu masuk ke dalam kamar Alvan yang gelap gulita. Sosok Ibunya muncul dengan wajah khawatir.
"Cu-cuma mimpi buruk, kok bu..." Jawab Alvan mencoba mengumpulkan kesadaran. Ada perasaan lega di hatinya setelah melihat sosok ibunya yang muncul. "I-ibu sudah siuman?"
"Makanya kalo mau maghrib jangan tidur." Ibunya menasihati sembari menyalakan saklar lampu kamar putra nya ini. "Gausah khawatir, ibu sudah ga pa pa kok, cuma terlalu kebawa emosional tadi..."
"I-ibu yakin?" Alvan merasa begitu cemas. "Setelah hampir enam tahun Bapak pergi...."
Si Ibu duduk di sebelah anaknya, menatapnya dan mengusap keringat di wajahnya yang masih tersisa.
"Ibu sedih, tapi ibu baik-baik saja. Bagaimana denganmu?"
"Alvan gatau bu, bingung...." Alvan mencoba mencari perasaan yang tersisa untuk ayahnya. "Benci, kecewa, ga terima tiba-tiba datang dengan kabar seperti ini."
"Apa kamu mau ingatan tentang bapak mu seperti itu terus selama hidupmu?"
Alvan tersentak dalam diam.
"Ya gimana lagi, memang selama bapak pergi cuma itu ingatan yang aku rasain bu." Jawab Alvan dengan nada meninggi. "Ibu juga ngerasain kan gimana beratnya kehidupan kita 6 tahun ini setelah ditinggal bapak."
Ibu meraih tangan Alvan dengan lembut. "Alvan, ibu paham betapa beratnya perasaanmu. Tapi, kita tidak bisa terus menerus hidup dengan perasaan seperti itu. Memendam kebencian dan kekecewaan hanya akan membebani hatimu sendiri."
"Apa ibu nggak merasa benci atau marah pada bapak?" Alvan bertanya ragu.
"Tentu saja ibu merasa marah, benci, itu wajar Alvan." Si Ibu menghela nafas. "Tapi, semua itu tidak akan membawa kita ke mana-mana. Kita harus belajar memaafkan untuk melepaskan perasaan itu dan fokus pada kehidupan kita yang sekarang."
"Sulit bu, rasanya seperti ada sesuatu yang kosong di dalam diriku. Seperti tidak ada alasan yang masuk akal untuk memaafkan nya."
"Itu tidak benar, ada banyak alasan untuk memaafkan, kamu hanya belum menemukannya saja Alvan."
"Di mana aku bisa menemukan alasan-alasan itu bu? Bapak benar-benar seperti hilang dari hidupku selama 6 tahun ini."
Ibunya terdiam kemudian tersenyum kecil kepada anaknya.
"Cewek yang tadi siang, Lumia, dia mungkin memiliki salah satu alasan yang kamu cari."
Cewek tadi, jadi nama nya Lumia... - batin Alvan.
"A-apa maksud ibu?"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 28 Episodes
Comments
Dukun Now
keren
2023-08-07
1
Dwi Sulistyaningsih
untung cuma mimpi, udah deg-deg an soalnya. Atau ini sebuah pertanda, kah
2023-08-01
2
Moonmoon
Makin penasaraaaann
2023-07-23
2