Khai Harun, pemuda tampan keturunan tanah minang si pemilik mata sayu. Alisnya tegas dengan hidung mancung dan bibir tipis, postur tubuhnya tinggi dan tegap begitu sempurna berpadu dengan tone kulit sawo matangnya, tak jarang teman-temannya malah menyebutnya si ambon manise. Jangan lupakan bahu kokoh juga dada bidangnya, tipe-tipe pria yang sandarable banget.
Khai adalah anak sulung dari empat bersaudara, berdarah campuran Jawa - Minang, ia mempunyai tiga orang adik, dua laki-laki dan satu perempuan. Ibu Khai adalah seorang perias pengantin yang membuka salon kecil-kecilan tak jauh dari rumah mereka, sedang ayahnya saat ini sedang tidak bekerja, jika ada yang memakai jasa rias pengantin dan pelaminan milik Ibunya, sang ayah yang akan membantu memasang pelaminan dan *****-bengek nya, dibantu oleh Khai dan adik-adiknya, lumayan kan bisa irit nggak bayar tenaga.
Khai bekerja sebagai seorang Satuan Pengamanan (Satpam/ Security) di salah satu instansi pemerintahan tempat pakdhe Rano bekerja. Pemuda tamatan Sekolah Menengah Kejuruan ini kini juga tengah meneruskan pendidikannya di jenjang perguruan tinggi memasuki semester kedua.
Sayup-sayup kumandang suara adzan membawanya kembali dari alam mimpi, meski baru tidur kurang dari dua jam, ia harus bangun untuk menunaikan kewajibannya sebagai seorang muslim, jika tidak ingin namanya dicoret dari daftar nama penghuni syurga.
Hari ini adalah hari minggu, harinya para jomblowers melakukan pendekatan pada targetnya masing-masing, begitu juga dengan Khai. Lama menyendiri tanpa ada yang mengisi rupanya membuat hati pria yg sudah dewasa ini mulai melakukan pencarian.
Target pertama, teman masa sekolahnya, belum terlalu jauh, baru tahap pendekatan, siapa tau cocok ye khaan?
Waktu menunjukkan pukul 09.00 WIB, Khai sudah rapi dengan stelan kaos polo dan celana jeansnya. Hari ini rencananya Khai akan mengajak teman gadisnya menonton bioskop, satu langkah maju, mumpung ia turun malam (jaga malam).
" Bu, Khai pergi dulu ya, mau main". Khai berpamitan pada ibunya yang tangah asik mengaduk sayur di dalam panci, diraih lalu ia cium tangan Ibunya. "Main kemana Khai, tumben amat jam segini udah mau keluar aja, biasanya juga masih molor ". Ibunya kembali fokus mengaduk sayur.
"Yaah...ibu, main sama temen bu, deket kantor". Khai mencolek sambal tomat buatan ibunya dengan sepotong tempe goreng.
"Sarapan dulu Khai kalo lapar, ibu masak emang agak siang hari ini, kang sayurnya pulang kampung".
"Iya bu, nanti Khai makan diluar aja ya bu". Khai mengambil sepotong tempe lagi kemudian berjalan keluar dari dapur dan mengambil kunci motor.
"Hhmm...dasar, biasanya juga makan masakan emaknya dulu baru pergi-pergi". Nah kan Khai, ibunya jadi ngomel sendirian.
Kalo Khai yang bawa motor tak akan butuh waktu lama untuk sampai ditempat tujuan. Brum ... brum ... wushh ... wushh ... sampailah Khai dirumah Nita, target pedekateannya.
Khai memutuskan untuk mengajak Nita menonton bioskop di mall yang letaknya bersebelahan dengan kantor tempatnya bekerja. Si kuda besi ia parkir di parkiran kantor, sengaja biar temannya pada lihat Khai bawa gandengan.
Khai menggandeng tangan Nita saat menaiki tangga bioskop. Biar nggak kalah, truk aja gandengan, masa Khai enggak. Selesai menonton, Khai mengajak Nita jalan-jalan menghabiskn akhir pekan.
Melupakan sejenak Khai yang tengah mencoba melakukan pendekatan guna mengubah statusnya dari jomblowan menjadi berpacaran, ditempat lain, Celia tengah berkumpul bersama dengan keluarganya. Ia dibantu mbak Devi sedang menyiapkan berkas lamaran untuk dibawa Celia besok pagi.
"Sudah beres semua Cel, ini nanti kamu masukin ke dalam amplop coklat ya, kamu punya kan Cel? kalo nggak punya nanti ambil dirumah mbak" Mbak Devi memberikan arahan pada Celia, ia tampak serius memeriksa kembali berkas-berkas itu.
"Ok mba, makasi ya mbak Devi udah bantuin Celia, kalo gitu Celia ambil dulu amplopnya di kamar". Mba devi mengangguk dan tersenyum seiring dengan Celia yang beranjak pergi ke kamarnya.
Sampai di dalam kamar Celia segera membongkar tasnya untuk mengambil amplop coklat besar, amplop kebanggaan para job seeker.
Amplop segede gini nanti isinya cuma berkas-berkas lamaran, coba kalo isinya uang, nggak perlu lah Celia pake acara merantau begini demi masderah (masa depan cerah). Celia memandangi amplop coklat ditangannya, kaya lagi mandangin lembaran uang kertas lima ribuan yang belum dipotong, lalu ia kembali ke ruang tengah.
Selesai menyiapkan semua berkas yang diperlukan, Celia kembali bercengkrama dengan keluarganya.
"Celia, besok pagi berangkat ke kantor jam 5 ya Cel, macet kalau kesiangan". Kata-kata pakdhe Rano sukses membuat Celia tersedak air yang tengah diteguknya.
"Jam lima pakdhe?" Celia mengerjap kaget, melihat kearah pakdhenya. Yang bener aja jam lima pagi udah berangkat, biasanya juga kalo dikampung jam lima mah baru kelar subuhan, ayam aja juga belum bangun ini mah.
"Iya, nanti keburu macet Cel kalo kesiangan, pakdhe harus berangkat lebih dulu sebelum pak Kepala datang". Oh ... OK Celia baru ingat jika sang pakdhe ini adalah ajudan kepala.
"iya pakdhe, insyaallah Celia siap". Hidup di kota besar, kota metropolitan harus siap mental, bagi yang kerjanya jauh harus rela berangkat petang pulang petang nggak ketemu matahari diatas langit di angkasa, ketemunya matahari di mall, harus sabar dan strong, berusaha tetap waras ditengah rasa lelah dan kemacetan parah.
Malam pun Tiba, Celia tidak bisa tidur meski ia memejamkan matanya. Ia gelisah, khawatir dan merasa sedikit takut memikirkan hari esok dimana ia akan di interview, di satu sisi ia juga sekaligus merasa sedih, malam ini ayahnya masih ada didekatnya, tapi besok siang ayahnya juga sudah harus kembali ke kampung, itu artinya ketika Celia pulang ayahnya sudah tidak ada dirumah budhe Rani.
Keesokan paginya, Celia sudah bangun pagi-pagi sekali, sebelum adzan subuh berkumandang Celia sudah selesai mandi. Setelah sholat subuh dan bermunajat kepada Rabbnya, Celia segera bersiap-siap untuk berangkat ke kantor.
"Bapak, Celia berangkat dulu ya. Doain Celia biar lancar interviewnya, dan bisa diterima kerja disana sesuai dengan harapan Bapak dan Ibu". Celia tampak menahan airmatanya ketika ia berpamitan pada sang ayah.
"Yo nduk, Bapak mengestoni moga-moga bisa ketrima, sing ngati-ati nduk (Ya nak, Bapak mendoakan semoga diterima, hati-hati)".
"Aamiin, Bapak pulangnya nanti juga hati-hati ya pak, Celia pasti akan kangen sama Bapak, Ibuk, juga adek" Celia mengusap sudut matanya yang sudah mulai basah.
"Iyo nduk, wes ndang mangkat, kae pakdhemu wes nunggu (iya nak, sudah lekas berangkat, itu pakdhemu udah nungguin)". Celia mengangguk, lalu mencium tangan sang ayah. Pak Sujadi mengusap kepala Celia lalu mencium kening putri tercintanya.
Si kuda besi berplat merah milik pakdhe Rano melaju sedang ditengah dinginnya udara pagi. Jalanan masih cukup lengang di jam-jam seperti itu, oleh karenanya pakdhe Rano selalu berangkat pukul lima pagi setiap harinya untuk menghindari kemacetan.
Dalam perjalanan menuju kantor, Celia tak hentinya berdecak mengagumi segala yang ia lihat, bangunan-bangunan apik, mall, gedung-gedung pencakar langit, dan masih banyak yang lainnya, ini tentu sangat berbeda dengan di kota asalnya, disana belum ada gedung pencakar langit, semua masih tampak asri.
Sampai di kantor terlihat beberapa security tengah berjaga. Ketika Celia dan pakdhenya memasuki gerbang kantor perhatian para security itu teralihkan pada mereka berdua, karena pakdhe Rano adalah pegawai disana maka ia bisa langsung masuk.
"Widih, siapa itu yang dibonceng pak Rano, kayanya belum pernah lihat disini?" "Sepertinya orang baru, wajahnya asing". Bisik-bisik mereka ketika Celia dan pakdhenya barusan melintas didepan mereka.
Ada satu lagi seorang security yang teralihkan perhatiannya, tak lain ia adalah Khai, ia baru saja selesai memarkirkan mobil dan hendak bergabung dengan rekan-rekannya di pos jaga. Seperti teman-temannya yang heran melihat pakdhe Rano membonceng seorang wanita muda, Khai pun juga berfikiran sama. Deg ... deg ... jantung Khai tiba-tiba berdesir, berdetak lebih cepat, ketika ia melihat wajah ayu Celia.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 81 Episodes
Comments
Lina Aulia Hikmah
ciiie pandangan pertama nya nih😁🤭
2023-09-02
1
Nilaaa🍒
Ciee, jatuh cinta pandangan pertama ya bang?
hai kak
saling dukung yukk
intip karya aku juga yuk di "Pelukis Buta Itu Suamiku"😆
2023-08-16
1
Nilaaa🍒
Penasaran jalan ketemuan mereka nanti
2023-08-16
1