Tak butuh waktu lama kaya jagain jodoh orang, hanya selang satu bulan setelah wisuda Celia benar-benar dikirim orangtuanya ke Kota J. Bukan tanpa penolakan, negosiasinya bersama ayahnya gagal, sang ayah tetap pada pendiriannya, masa depan anaknya akan lebih baik jika ia berada di kota J. Derai air mata mengantar keberangkatan si kembang desa, anak gadis satu-satunya Bapak Sujadi, pupus sudah harapan para kumbang desa untuk menjalin kasih dengannya, terpotek hati. kangmas dek.
Terminal hari ini ramai seperti biasanya, penjual asongan hilir mudik menjajakan barang dagangan mereka yang mayoritas adalah camilan dan minuman segar. Celia membeli sebotol air mineral dingin, siapa tau setelah minum air dingin pikirannya akan adem, dan sesak dihatinya akan berkuran. Celia menyandarkan kepalanya dipundak sang ibu, meski tak kokoh namun begitu nyaman. Ibu mengelus kepala Celia dengan lembut. "Nduk, sing ngati-ati, kerja sing temen, sing telaten, nurut budhe lan pakdhe ya nduk. Adoh seko wongtua kesehatane dijaga, ibu lan bapak mung bisa nyangoni donga pangestu, muga-muga awakmu olehe kerjaan sing kepenak, dadi kebanggaane Bapak lan Ibu sing bisa ngangkat derajate wongtuo (Nduk, yang hati-hati, kerja yang bener, telaten, nurut sama budhe dan pakdhe. Jauh dari orangtua kesehatannya dijaga, bapak dan ibu hanya bisa membekali dengan doa restu, semoga kamu mendapatkan pekerjaan ditempat yang enak. Kamu adalah kebanggaan ibu dan bapak, yang bisa memgangkat derajat orangtua)". Suara ibu bergetar, berusaha sekuat mungkin untuk menahan airmatanya agar terlihat tegar di depan putrinya. Tak ada Ibu yang ingin jauh dari anak-anaknya bukan?, terlebih Celia adalah anak gadis satu-satunya. "Inggih buk" (iya buk), hanya dua kata itu yang bisa keluar dari Celia, selebihnya semua kata yang ingin ia ucapkan seakan tertahan ditenggorokan dan terasa begitu sesak juga sakit saat ingin diucapkan.
Seandainya bapak dan ibuk tahu apa yang Celia inginkan, Celia hanya ingin bekerja disini, menemani kalian disini, Celia tidak mau jauh dari bapak dan ibu. Celia takut buk ... pak ... akan seperti apa dunia diluar sana, apakah akan sekejam kehidupan di kota-kota besar seperti yang sering aku lihat di TV? banyak yang jahat, berkelompok, intoleran, senior - junior, saling sikut, aaarrgghhh....ya Allah belum apa-apa Celia udah merasa takut dan minder pak ... buk.
Bus yang akan dinaiki Celia sudah akan berangkat, ia memeluk ibunya erat kemudian mencium tangan beliau, sementara ayahnya sudah menunggu di depan pintu bus, beliau akan mengantar Celia sampai di kota tujuan dan sekaligus akan menitipkan Celia dirumah budhenya.
Celia berpamitan pada adiknya, adik satu-satunya yang selalu meramaikan hari-harinya dengan canda dan tawa, saling menjahili, dan kadang berdebat hingga membuat ibu sampai mengangkat sendal jepit kebanggaannya agar mereka berdua berhenti bertengkar.
"Coy, aku titip ibuk karo bapak ya, koe ya kuliah sing tenanan ben cepet lulus, ojo pacaran wae (coy, aku titip ibuk sama bapak ya, kamu juga kuliah yang sungguh-sungguh biar cepet lulus, jangan pacaran terus)".
"iyo mbak, ati-ati, ojo nangis wae, arep merantau kok kaya arep ditinggal rabi mantan, isin karo umbel, nek tiba tangi dewe ya, awakmu gedhi raenek sik dasi ngangkat mbak (iya mbak, hati-hati, jangan nangis terus, mau pergi merantau kok kaya mau ditinggal mantan menikah, malu sama ingus, kalo jatuh bangun sendiri ya, badanmu besar gak ada yang kuat angkat)".
"eh si kamvreeet cupid, body goals ini lho, kutilang damon..kurus, tinggi, langsing, dada mont*k". Kaaan..kan..mereka masih bisa berdebat dan saling ejek, tapi setidaknya itu bisa sedikit mengalihkan kesedihan Celia.
"Ayo nduk, buse wis arep mangkat, bapak mangkat ya buk...le...(ayo nduk, busnya sudah mau berangkat, bapak berangkat dulu ya buk...le...)", suara bapak mengakhiri perdebatan dua anak besar itu.
"iya pak ngati-ati, salam kagem pakdhe budhe, direpoti dititipi anak wedok (iya pak hati-hati, salam buat pakdhe dan budhe, direpotkan dititipin anak perempuan kita)".
"iya bune (iya buk)".
Celia naik kedalam armada yang akan segera mengantarkannya ke kota orang. Pijakan pertama saat ia naik hati rasa terpotek, air mata bak air terjun grojogan sewu, apalagi ingusnya yang dari tadi sudah naik turun naik turun macam hysteria. Saat ia semakin melangkah masuk, berjalan menuju tempat duduknya hati dan langkah kaki Celia terasa semakin berat meski tak seberat dosa-dosanya yang dulu sering ghibahin anak tetangga. Para penumpang lainnya menatap kearah Celia, weitsss...stop! jangan berpikir mereka sedang mengagumi kecantikan gadis itu, karena faktanya penampilan Celia saat ini lebih mirip anak soang yang mau ganti bulu, rambut dikuncir asal-asalan, tanpa polesan make up, dihiasi dengan mata sembab, pipi basah, dan hidung merah semerah tomat, sungguh pemandangan yang paripurna.
Celia duduk disamping ayahnya, dekat jendela. Bus yang ia tumpangi mulai berjalan pelan meninggalkan terminal. Celia melambaikan tangan pada ibu dan adiknya. Dapat ia lihat ibu mengusap airmatanya, mereka nampak semakin kecil dan menjauh seiring laju bus yg semakin cepat meninggalkan terminal.
"Ojo susah nduk, bapak karo ibuk kepengen sing terbaik kanggo masa depan mu (Jangan sedih nduk, bapak sama ibuk ingin yang terbaik untuk masa depan mu)", ayahnya berkata pelan sambil mengusap pundak Celia untuk menguatkan.
Celia hanya mengangguk, sambil masih tetap melihat kearah luar kaca jendela, menikmati pemandangan kota kelahiran yang akan segera ia tinggalkan.
Selamat tinggal kota kelahiranku, tapi bukan untuk selamanya, Celia bukan toyibwati yang tiga kali puasa tiga kali lebaran gak pulang-pulang. Terima kasih kota kelahiranku, kota kecil penuh kenangan.
* Nduk : panggilan untuk anak perempuan
* Le : panggilan untuk anak laki-laki
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 81 Episodes
Comments
Lina Aulia Hikmah
Wahh good, jangan lupa mampir dikaryaku juga"3 Serangkai" 🤗
2023-09-02
1
Murniyati Mommy
Terhibur sekali!
2023-07-19
1
Faadhilah Fauziyyah
Ceritanya bikin aku jadi bisa lupa waktu thor, nelangsa tapi bahagia 😊
2023-07-19
1