Layar ponsel yang menyala menampilkan adegan-adegan pertarungan tokoh dalam sebuah film. Namun, sepertinya orang yang sedang menonton film tersebut tidak tertarik dengan alur cerita, ataupun percakapan antar tokoh. Matanya lebih tertarik pada Langit malam penuh bintang yang berkelip. Pikirannya dipenuhi oleh adegan-adegan tadi siang saat dirinya di sekolah. Dia merasa bersalah jika mengingat lagi kejadian itu.
...***...
*Di ruang serba putih terdapat dua orang remaja*.
*Saat seorang laki-laki yang membuat Langit pingsan ingin membaringkan tubuh perempuan itu di brankar UKS, tiba-tiba saja ada tangan yang menampar pipi kirinya*.
“*Apa yang kamu lakuin*?!”
*Tamparan yang di dapatkan laki-laki itu berasal dari tangan Langit yang sudah sadar dari pingsannya. Sepertinya dia salah paham terhadap laki-laki di hadapannya*.
“*Gue Cuma tolongin Lo yang tadi pingsan. Jangan mikir yang aneh-aneh*.”
*Langit tidak mungkin bisa berprasangka baik saat dia bangun tiba-tiba ada wajah laki-laki yang begitu dekat dengan wajahnya*.
“*Kamu pasti yang udah sebarin video itu, kan?” Tuduh Langit begitu sadar bahwa orang di depannya ini adalah laki-laki yang tadi pagi ketahuan merokok olehnya*.
“*Maksud Lo apa*?”
“*Jangan pura-pura enggak tahu. Kamu yang udah sebarin video aku sama Ibra waktu di taman*.”
*Laki-laki itu akhirnya paham apa yang di bicarakan oleh Langit. “Perkataan tanpa di sertai bukti, enggak akan di percayai sebagai fakta*.”
“*Tapi kenapa video itu ada di temen aku*?”
“*Gue enggak kenal sama Lo, apalagi temen Lo. Mungkin bukan Gue aja yang ada di taman waktu itu*.”
*Benar, Langit tidak bisa menuduh orang lain sembarangan tanpa adanya bukti. Bisa saja pada saat di taman memang ada orang lain selain laki-laki yang berpakaian berantakan di hadapannya ini*.
“*Padahal udah Gue tolongin. Harusnya bilang makasih, bukan nuduh sembarangan*.”
...***...
Notifikasi pesan menyadarkan Langit dari lamunannya. Dia baru sadar bahwa film yang tadi di tontonnya sudah selesai. Jarinya menekan notifikasi tersebut yang langsung menampilkan percakapan dalam grup bernama Kimia XI IPS 3. Ada satu pesan yang membuatnya terkejut.
Bu Vivi : Selamat malam anak-anak. Jangan lupa kerjakan 5 pertanyaan esai yang ibu berikan minggu kemarin. Jika ada yang tidak mengerjakan akan ibu keluarkan saat pembelajaran.
Gawat, Langit benar-benar lupa jika ada tugas kimia. Dia bahkan sama sekali belum mengerjakan tugas tersebut. Beruntungnya Bu Vivi mengingatkan, dan masih ada waktu baginya untuk mengerjakan.
Walaupun pertanyaannya hanya lima saja, tetapi jawaban dari pertanyaan tersebut akan sangat panjang. Karena Bu Vivi adalah guru yang teliti. Setiap pertanyaan harus di jawab sedetail dan sejelas mungkin. Jika ada yang kurang jelas maka Bu Vivi akan bertanya, “ kenapa hasilnya seperti ini? Coba jelaskan!” Sampai mereka bisa menjelaskan dengan benar Bu Vivi tidak akan membiarkannya duduk.
Buku tulis yang tadinya kosong kini sudah terisi sebagian oleh rumus-rumus serta penjelasannya. Langit bernapas lega. Materi yang ada dalam pertanyaan tersebut sudah di kuasainya. Jadi, selama mengerjakan dia tidak menemukan kesulitan sedikit pun.
...•••••...
Sinar mentari pagi menerobos masuk melewati kaca jendela. Sinarnya menerpa wajah Langit, membangunkan dia dari tidur lelapnya. Dia pun mencoba membuka matanya yang terasa berat. Saat kesadarannya terkumpul, Langit mulai panik melihat jam di atas dinding menunjukkan pukul 06:10.
Dia kesiangan untuk pertama kalinya. Pantas saja dia tidak mendengar dering alarm karena ternyata dia lupa menyetel ulang alarm di ponselnya. Bahkan dia tidak sadar bisa tertidur di meja belajar yang membuat seluruh tubuhnya terasa sakit. Bukan hanya itu saja, dia juga lupa menutup gorden dari sejak semalam.
Langit berusaha semaksimal mungkin untuk bisa datang sebelum gerbang sekolah di tutup. Namun, sebanyak apa pun usahanya tidak bisa membuatnya datang tepat waktu. Walaupun selama perjalanan dia mengemudikan motor dengan kecepatan penuh, melewati jalan pintas, tepat saja dia masuk kedalam daftar siswa yang telat.
Di lapangan upacara ada enam orang siswa yang sedang berjejer sambil hormat menghadap ke tiang bendera. Empat diantaranya adalah laki-laki yang merupakan kakak kelas, dan dua orang perempuan termasuk Langit sendiri yang sepertinya mereka seangkatan.
Lima belas menit sudah berlalu. Mereka yang di hukum karena terlambat pun akhirnya di bubarkan. Langit kemudian mengambil tasnya dari anggota OSIS. Dia pun melanjutkan perjalanan yang terpaksa terhenti menuju ke kelasnya.
“Sebelum memulai pembelajaran, kumpulkan dulu tugas minggu kemarin.” Perintah Bu Vivi saat memasuki kelas.
Ada banyak anak yang protes karena soalnya terlalu susah. Ada yang pasrah jika harus di hukum karena tidak mengerjakan tugas. Dan ada juga yang diam-diam menyalin tugas milik teman sebangkunya, walaupun pastinya tidak akan sempat untuk menyelesaikan semuanya. “Lebih baik mengerjakan sedikit, daripada tidak sama sekali.” Perkataan yang selalu di ucapkan Bu Vivi saat murid-muridnya tidak mengerjakan tugas sepertinya di ingat jelas oleh mereka.
“Angkat tangan bagi yang tidak mengerjakan.”
Beberapa anak mulai mengangkat tangan termasuk Langit. Dia sebenarnya sudah menyelesaikan tugas tersebut. Akan tetapi, buku yang berisi tugas kimia itu tidak ada di dalam tasnya. Sedari tadi dia sudah berusaha mengeluarkan seluruh isi dalam tas, tapi bukunya benar-benar tidak ada di dalam sana. Sepertinya karena takut terlambat dia lupa untuk memasukkan buku tugas kimianya.
"Bu, saya sebenarnya sudah mengerjakan tugas. Tapi buku saya ketinggalan di rumah.” Ungkap Langit yang menjadi alasannya mengangkat tangan.
“Maaf, Langit. Karena buku kamu tidak ada, maka kamu harus tetap keluar dari kelas walaupun sudah mengerjakan tugas.” Jelas Bu Vivi yang membuat Langit menghela napas pasrah, dia tidak bisa protes.
Dengan berat hati Langit melangkah keluar meninggalkan kelas, tidak bisa mengikuti pembelajaran. Dia ingin menenangkan diri. Karena itu dia memilih untuk menghabiskan waktunya di dalam perpustakaan. Di kelilingi banyak buku akan membuat hati dan pikirannya tenang.
Di tengah perjalanan menuju perpustakaan, Langit tersandung oleh tali sepatunya sendiri yang membuatnya tidak sengaja menabrak tubuh seorang laki-laki. Dan menyebabkan ponsel milik orang tersebut terjatuh ke lantai, menimbulkan suara nyaring di tengah koridor yang lengang.
Langit memberikan ponsel yang sudah rusak itu ke pemiliknya dengan wajah yang menunduk. “Maaf, aku enggak sengaja. Tapi tenang aja aku bakal tanggung jawab.”
Tiba-tiba tubuh Langit tertarik ke depan karena lengannya di cekal oleh laki-laki di hadapannya yang mulai berjalan.
“Kita mau ke mana?”
Laki-laki bertubuh tinggi itu menghentikan langkahnya dan menoleh ke belakang. “Katanya Lo mau tanggung jawab, kan?”
Lagi-lagi Langit harus berurusan dengan laki-laki berpakaian berantakan yang pernah di tamparnya.
Saat ini Langit tidak tahu laki-laki itu akan membawanya ke mana. Namun, pastinya tidak ada yang tahu bahwa mereka berdua yang seharusnya belajar di dalam kelas malah membolos keluar melewati gerbang belakang.
Mereka berhenti tepat di depan tempat servis ponsel yang jaraknya sekitar dua puluh meter dari sekolah.
Laki-laki itu menyodorkan ponselnya pada penjaga toko. “Mas, servis ponsel ini harganya berapa?”
“Karena ini ponsel keluaran terbaru kira-kira sekitar 1,5 jutaan.” Jawab penjaga toko sambil meneliti setiap inci dari ponsel itu.
“Karena Lo udah tahu harganya, jadi Gue minta uangnya.”
Langit panik saat mendengar permintaan dari laki-laki itu. “Kalau sekarang aku enggak punya uang sebanyak itu. Aku janji akan ganti rugi dengan cara di cicil."
“Enggak mau.”
“Kamu harus percaya sama aku. Karena aku enggak mungkin lari dari tanggung jawab, apalagi kita satu sekolah. Atau kamu bisa ambil ponsel aku dulu sebagai jaminan.”
Tidak ada jawaban yang keluar dari mulut laki-laki itu, dia melangkahkan kakinya meninggalkan Langit. Lantas Langit pun berlari mengejarnya.
*Sebenarnya apa yang dia inginkan*? Dalam hati, Langit bertanya pada dirinya sendiri.
“Lo tahu gosip tentang murid dari SMA kita yang pacaran sesama jenis?” Laki-laki itu bertanya pada Langit yang sekarang berjalan di sebelahnya.
“Giovano Mahardika kelas XII IPA 5, kan?”
“Iya, dan orang itu adalah Gue.”
“Hah?”
Langit tentu saja sangat terkejut mendengar hal itu. Karena ternyata laki-laki di sampingnya ini adalah seorang Giovano Mahardika. Walaupun Langit jarang sekali keluar dari kelas, apalagi untuk bersosialisasi dengan murid lain. Tetapi dia tahu dari obrolan teman-teman sekelasnya yang selalu membicarakan tentang Gio yang merupakan anak dari donatur terbesar di SMA Pelita Bangsa.
“Karena Lo enggak bisa ganti rugi perbaikan ponsel Gue, maka sebagai gantinya Lo harus jadi pacar pura-pura Gue supaya gosip itu hilang.”
“Jadi gosip itu beneran? Kak Gio suka sama laki-laki?”
Gio menghentikan langkahnya. Sehingga Langit pun ikut berhenti. Gio berbalik menghadap ke arah Langit, lalu dia mendorong bahu perempuan itu hingga membuat tubuhnya menghantam dinding belakang sekolah.
“Mau bukti kalau Gue masih suka sama perempuan?” Tanyanya sambil mendekatkan wajahnya pada telinga Langit.
Langit menahan napas, jantungnya berdegup kencang. Dia sangat gugup karena jarak mereka yang sedekat itu. Dia juga tidak bisa ke mana-mana karena tubuhnya terkurung diantara kedua tangan milik Gio.
Langit pun akhirnya memberanikan diri untuk bersuara. “Aku percaya, kok.”
“Pilihan Lo ada dua. Bayar ganti ruginya tanpa di cicil atau Lo jadi pacar pura-pura Gue?”
“Aku butuh waktu untuk jawab.”
“Oke, tapi kalau kita ketemu lagi Lo harus siap dengan jawabannya."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 46 Episodes
Comments
Atik Rahayu
kayaknya ok nih ceritanya
2023-10-16
0
Raudatul zahra
nggak ada visual ya nya thor???
2023-09-24
1
Martin victoriano Nava villalba
Keren, thor udah sukses buat cerita yang bikin deg-degan!
2023-07-15
2