Lucia membuka lemari pakaian yang sedikit berdebu dan melihat jijik pada pakaian-pakaian itu. "Astaga, pakaian apa ini? Begitu lusuh dan sederhana. Apa ini cara Duke memperlakukan putrinya?"
Tidak heran kalau Lucia di cerita asli begitu mengharapkan Damian. Dia pertama kali diperlakukan begitu lembut. Tidak mungkin Lucia tidak jatuh cinta.
Lucia mengambil gaun dari sistem dan memakainya. "Untung saja Nona menyimpan banyak pakaian dari dunia kecil sebelumnya, kalau tidak Nona pasti akan memakai pakaian ini," ujar Momo dengan lesu.
Lucia berpikir sejenak lalu mengambil gaun lusuh yang ada di lemari dan mengganti pakaiannya. Momo ternganga heran dan berkata, "Nona, kenapa kamu mengganti gaun indah tadi dengan gaun lusuh ini? Ini benar-benar tidak cocok untukmu."
Momo memandangi Lucia dengan tatapan yang tak enak untuk dilihat. Lucia menyentil dahi Momo lalu berkata, "Nonamu ini tidak sebaik itu untuk pelayan yang sudah memperlakukan Lucia seperti ini. Aku akan membalas mereka. Apa kamu lupa caraku bertindak?"
Momo seperti mendapat pencerahan. Senyumnya mengembang dengan antusias. "Begitu ya, Nona akan bersandiwara dengan keadaan pura-pura menyedihkan, meminjam tangan Duke untuk menyingkirkan pelayan."
Lucia dan Momo pun keluar dari kamar dan melihat kepala pelayan berjalan ke arahnya dengan sombong. Kaca mata tebal, kulit sedikit keriput, dan tubuhnya yang agak kurus serta sikapnya yang sombong membuat Lucia geram.
Pelayan yang memiliki nama Retta itu melipat kedua tangan di dadanya dan menatap Lucia dengan merendahkan.
"Nona kelihatannya sudah sembuh, karena kita kekurangan pelayan. Jadi Nona harus mencuci pakaian sendiri."
"Ah, iya Nona juga harus membantu kami para pelayan untuk membersihkan lantai di lorong ini. Seperti biasa Nona juga silahkan ambil makan siang dan malam seperti biasa di dapur."
"Saya harap Nona juga ingat, kami para pelayan tidak sarapan. Jadi harap Nona mengerti dan tidak sarapan bersama seperti ka...."
Plak!!
Pelayan bernama Retta itu terkejut tak percaya karena rasa sakit yang menyerang pipinya. Tamparan itu begitu menyakitkan dan membuat harga dirinya runtuh.
Mata Retta memerah. Dia melototi Lucia dengan ekspresi marah. Dia tidak pernah menerima tamparan dan merasa begitu terhina seperti sekarang.
"Nona, berani nya ka...,"teriak Retta yang disusul dengan tamparan di pipi kirinya. Retta merasa bahwa tamparan kali ini jauh lebih menyakitkan dari sebelumnya terlihat dari hidung dan mulut Retta yang meneteskan darah.
"aku di tampar, aku di tampar, aku tidak pernah mendapatkan hinaan seperti ini," bisik Retta dalam pikirannya.
Lucia mengangkat kakinya dan menendang Retta sekuat tenaga hingga pelayan itu terlempar beberapa meter. "Nona, be... beraninya kamu me... nendangku, aku akan melaporkan ini ke Tuan Duke dan membawa ini ke pengadilan."
Retta menahan sakit di perutnya dan bicara menakuti Lucia. Tapi bukannya Lucia takut dia malah melangkah semakin mendekati Retta. Hal itu membuat jantung Retta berdetum keras menahan teror dari tiap langkah Lucia.
Dia ketakutan, takut di pukul lagi oleh Lucia. "Nona, Nona sudah gila, tolong, tolong aku," teriak Retta. Suaranya yang menggema di seluruh ruang istana membuat beberapa prajurit dan pelayan mempercepat langkah mereka untuk melihat hal yang sedang terjadi.
Lucia tak hanya diam mendengar teriakan Retta. Dia kemudian memukuli Retta dengan lebih kejam. Seluruh tubuh pelayan licik itu lebam dan bengkak. Pelayan dan prajurit yang melihat Nona Lucia memukuli Retta merasa bulu kuduk mereka berdiri.
Bagaimana tidak? Wajah Retta tampak tidak berbentuk dan seluruh tubuhnya memar dan luka. Nona Lucia begitu kejam. Apakah benar ini Nona Lucia yang biasanya lemah lembut dan selalu tertindas itu?
Retta melihat prajurit dan pelayan untuk meminta pertolongan tapi mereka tidak berani bertindak. Retta bahkan tak bisa lagi mengeluarkan suara untuk berkata-kata dan hanya rintihan lirih yang terdengar.
Seorang prajurit yang lebih berani berkata, "Nona, bukankah kepala pelayan akan mati jika ini diteruskan...."
Lucia menatap tajam pada prajurit yang bicara. Itu tidak hanya membuat dirinya ketakutan tapi juga pelayan dan prajurit di belakangnya.
Prajurit dan pelayan ini tidak mungkin sebodoh itu untuk menatap Lucia secara langsung. Mereka hanya merunduk ketakutan. Bagaimanapun Nona Lucia adalah Nona dari kediaman Duke. Walaupun dia tidak diperhatikan, bukan berarti mereka bisa memperlakukan Lucia seenaknya.
Mereka memang selama ini tidak peduli pada Lucia yang direndahkan oleh kepala pelayan. Itu salah mereka. Sekarang Nona mungkin sudah muak dan akan melaporkan hal ini dengan Duke. Mereka tidak akan selamat. Keluarga mereka tidak akan selamat.
Prajurit tadi yang bicara berlutut diikuti dengan pelayan dan prajurit di belakangnya. Lucia menarik sudut bibirnya dan berjalan kearah mereka. Tapi sebelum itu dia menendang tubuh kepala pelayan ke samping.
"Kenapa kalian berlutut padaku, apa kesalahan kalian?" Tanya Lucia dengan wajah datarnya yang dingin.
"Kesalahan kami adalah mempertanyakan keputusan Nona dan selama ini kami tidak bisa membantu...."
"Cukup. Aku tidak ingin mendengar permohonan maaf kalian. Minggir dari jalanku." Lucia pun membelah kerumunan pelayan dan prajurit itu menjadi dua.
Setelah cukup jauh berjalan dia berhenti dan berkata pada prajurit yang berbicara sebelumnya, "Panggil semua pelayan dan prajurit ke aula. Aku akan mengumumkan sesuatu. Sekarang!"
Prajurit pun berlari dan mulai mengumpulkan orang-orang ke aula. Beberapa prajurit dan pelayan ada yang tidak mau datang. Tapi keputusan itu akhirnya membuat mereka menyesal nanti.
Bawahan Retta menyeret Retta ke kamar mereka. "Ini gawat, sepertinya Nona Lucia akan membalaskan dendamnya pada kita," ujar pelayan yang lebih kurus.
"Bagaimana ini? Aku takut sekarang. Dulu aku pernah memukulnya, menyiramnya dengan air panas, menginjak gaunnya," balas pelayan yang lebih gemuk.
"aku juga pernah memberikan makanan basi dan menumpahkan air kotor di tubuh Nona. Sepertinya kita tidak akan selamat, lihatlah keadaan kepala pelayan sekarang."
Mereka merasakan seluruh tubuh merinding saat melihat keadaan tragis Retta si kepala pelayan. Mereka sepakat untuk kabur bersama keluarga. Toh, selama ini mereka mendapat cukup uang dari korupsi yang dilakukan kepala pelayan.
Tapi saat mereka akan berkemas, prajurit masuk ke kamar mereka dengan paksa dan membawa mereka ke penjara bawah tanah termasuk Retta.
Lucia sedang bersantai di lantai 2 dengan kucing gemuk oren di pangkuannya. Kepala prajurit di sampingnya mendengar tiap perintah Nona dan memerintahkan prajurit untuk melakukan apa yang diperintahkan.
"Nona sudah berubah, Dia benar-benar berubah. Mungkin Kediaman Lamboerge ini akan meriah," pikir kepala prajurit.
"Tuan Dawson, aku merasa Tuan terlihat lebih bersemangat." Lucia meletakkan cangkir berisi teh jasmine di sebuah meja kecil yang juga berisi beberapa cemilan ringan.
Momo pun menghabiskan cemilannya secepat kilat membuat bibir Tuan Dawson berkedut. "Kucing rakus ini makan dengan cepat," pikirnya.
"Saya menanti cukup lama kebangkitan Nona. Saya memang tidak cukup cakap untuk membantu Nona sebelumnya. Saya beberapa kali membantu Nona tapi Nona tidak berkenan dengan itu."
Lucia pun mengingat kejadian dia melindungi kepala pelayan Retta dari kemarahan Tuan Dawson. Dalam penglihatannya Tuan Dawson sangat kecewa dengan Lucia yang asli.
"Ya, aku yang dulu memang bodoh." Lucia melihat kebawah, beberapa prajurit dan pelayan mulai berkumpul. Ada beberapa pelayan yang kebingungan dan juga ada yang ketakutan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 76 Episodes
Comments
nacho
😍😘😍😘😍😘😍😘😍😘
2023-10-29
1
Wanda Wanda i
like like like 😍
2023-10-05
0
Leon
ceritanya jagat banget thor, author harus lanjutin!
2023-07-15
1