Dua belas tahun sudah berlalu, kini aku, bocah mungil dari panti asuhan itu tumbuh menjadi gadis yang cantik. Aku selalu membuat iri para siswi di sekolahku. Bagaimana tidak? Semua orang tahu aku putri Keluarga Adhitama, keluarga terkaya kedua di negeri ini.
Parasku cantik, walau tak pernah memakai make up, karena abangku tidak akan mengizinkanku memakainya, dengan alasan yang selalu berbeda-beda setiap kali aku menanyakannya.
Aku adalah siswa yang selalu menduduki peringkat satu di sekolahku karena otak cerdas yang kuwarisi dari almarhum ayah kandungku, kata ayahku.
Aku anak yang periang. Aku juga memiliki banyak teman. Aku tidak pernah membedakan siapa pun dari status sosialnya karena aku masih ingat betul dari mana aku berasal.
Jangan lupakan hal yang benar-benar membuat iri kaum hawa di sekolah ini! Dua siswa paling populer di sekolah ini, yang selalu jadi incaran para siswi, selalu bersamaku, seperti ksatria yang setia mengawal tuan putrinya. Yang satu adalah abangku yang tampan dan yang satunya lagi adalah sahabatku yang tampan.
Abang? Ya, semua orang tahu kalau Vincent Adhitama, kakak kelas paling tampan itu adalah abangku, tapi tetap saja rasanya para penghuni sekolah ini sulit menerima kenyataan hubungan kakak beradik kami.
Aku akan sangat manja pada abangku itu, begitu pula Vincent yang selalu menunjukkan perhatiannya padaku di depan semua orang, bahkan Vincent yang terkenal playboy sekalipun, akan tetap menomor satukan aku daripada deretan para pacarnya.
Hal itu pula yang membuat banyak para siswi mendekatiku agar bisa dekat pula dengan abangku itu, tapi aku tidak pernah mau ikut campur urusan asmara Vincent.
Melihat deretan nama para gadis di kontaknya saja, sudah membuat kepalaku pusing. Apalagi jika harus mengurusi mereka yang tergila-gila pada seorang Vincent Adhitama. Jadi, setiap abangku sibuk dengan para gadisnya, aku pun akan menyingkir perlahan.
Dan Kei yang terkenal dengan panggilan "Pangeran Es" oleh siswa lain, akan menggantikan tugas Vincent menemaniku selama abangku itu tidak ada.
Pangeran? Mereka memberi gelar kehormatan itu karena Kei adalah putra pemilik sekolah ini yang selalu mendapat perlakuan khusus.
Kei bisa masuk sekolah, pulang sekolah atau libur kapan pun ia mau. Ia juga diizinkan untuk tidak mengikuti jam pelajaran olahraga ataupun kegiatan sekolah lainnya, bahkan saat jam istirahat, sekali pun tetap makan di kantin sekolah yang sama dengan siswa lain, tapi makanannya selalu disiapkan oleh koki khusus, hanya untuknya.
Tidak ada yang tahu apa alasannya, semua orang hanya menilai bahwa Kei adalah seseorang yang angkuh, bahkan aku dan Vincent pun tidak tahu alasan yang sebenarnya. Pernah aku menanyakannya, tapi Kei tidak pernah mau menjawabnya.
Kei benar-benar seperti es. Dingin! Tidak pernah berteman dengan siapa pun, hanya aku dan Vincent. Walaupun begitu, wajah tampannya selalu menjadi magnet untuk para siswi di sekolah ini.
Terlebih kesan dingin nan angkuhnya itu, malah menambah pesona tersendiri untuknya. Ditambah statusnya sebagai putra tunggal keluarga Dexter.
Ayolah! Siapa yang tidak ingin berbaris mengantri menjadi pacarnya? Tapi, setiap kali para siswi itu mencoba mendekatinya, Kei cukup menatap tajam mereka, seolah-olah mata itu berkata, "Aku tidak menyukaimu! Jadi, pergilah!" dan mereka pun mundur teratur seperti ditampar kenyataan bahwa mereka tidak akan bisa meluluhkan Pangeran Es itu.
Akan tetapi, gunung es itu akan mencair dan berubah menjadi sangat manis saat bersamaku. Kei bahkan bisa tersenyum dan tertawa di hadapanku. Iya, tawa renyah dan senyuman tampan yang tidak pernah ia tunjukkan pada siapapun, hanya Kei berikan untukku, sahabatnya dari kecil. Sahabat?
"Oh, ayolah! Apa ia hanya menganggapku sebatas sahabat?" gumamku seraya menghempaskan diriku ke atas kasur Vincent.
Vincent yang duduk bersandar di kasurnya terkejut saat mendapati aku yang menerobos masuk ke kamarnya tanpa izin, "Apa kau tidak bisa mengetuk pintu terlebih dahulu!" bentaknya seraya meletakkan tangannya yang sedang memegang ponselnya di dadanya.
Aku melirik ke arah ponsel Vincent, "Apa aku mengganggu abang?" tanyaku. Vincent kembali melihat layar ponselnya, tampak seorang gadis dengan ekspresi bingung di sana.
Aku pun menghela nafas panjang saat menyadari gadis itu, gadis yang berbeda lagi dari sebelumnya, "Ck! Kali ini siapa lagi?" ucapku seraya beranjak dari kasur itu.
"Ini bukan urusanmu. Cepat pergi sana!" usir Vincent seraya melemparkan bantal ke arahku, tapi terhalang pintu kamarnya yang sudah terlebih dahulu aku tutup.
***
Malam harinya di ruang keluarga, "Hei, mau apa kau tadi ke kamar abang?" tanya Vincent menghampiriku yang sedang menonton televisi sendirian.
Vincent duduk di sampingku, tanpa basa basi ia merebut minuman di tanganku, lalu meminumnya. Aku hanya diam, seperti itulah kelakuan abangku ini dari dulu. Kadang sangat manis, kadang juga sangat menyebalkan.
"Apa? Hmm?" tanya Vincent sekali lagi. Aku sedikit ragu menjawabnya. "Abang tahu ada yang ingin kau bicarakan," tatapnya dengan wajah serius. Aku masih diam.
"Apa kau mau abang temani belanja lagi? Jalan-jalan? Atau menonton drakor favoritmu lagi?" tawarnya. Aku menggeleng. "Kalau bukan, lalu apa?" tanyanya lagi.
"Ah, jangan bilang kau minta abang mengerjakan tugas sekolahmu. Bukankah selama ini kau yang membantu abang mengerjakan tugas sekolah," ucap Vincent seraya terkekeh sendiri mengingatnya.
Aku memutar bola mataku mendengarnya. "Katakanlah! Jangan buat abangmu ini penasaran!" ucap Vincent kesal. "Hmm... Sepertinya, aku menyukai Kak Kei," jawabku pelan.
Deg! Vincent terdiam mendengarnya. Ia menoleh menatapku yang duduk di sampingnya, "Apa yang kau katakan tadi?" tanyanya sekali lagi.
"Sepertinya, aku menyukai Kak Kei," ulangku. Kali ini, dengan suara yang lebih jelas. Jadi, tidak mungkin Vincent tidak mendengarnya atau sekedar salah dengar karena ia pasti juga mendengarnya dengan sangat jelas.
"Apa kau gila! Kau menyukai sahabatmu sendiri?" bentak Vincent tiba-tiba seraya berdiri dari duduknya. Aku mengerjapkan mataku terkejut melihat reaksinya yang menurutku berlebihan.
Ayah dan Bunda yang mendengar suara Vincent pun datang menghampiri kami, "Ada apa ini?" tanya bunda pada kami berdua. "Bun, Putri bilang dia menyukai Kei!" kata Vincent mengadu.
Aku membulatkan mataku, "Abang! Kenapa abang beritahu Bunda?" protesku. "Memangnya, kenapa? Kau malu?" sahut Vincent tampak semakin kesal, "harusnya kau tahu malu dari dulu!" lanjutnya menatapku tajam.
"Apa! Putri kita menyukai Kei?" tanya ayah yang menatapku penuh tanda tanya. "Benarkah itu, sayang?" tanya bunda yang duduk di sebelahku.
Aku menggigit bibirku tertunduk. Aku malu sekaligus takut, jika ayah dan bunda akan marah seperti Vincent, tapi ternyata aku salah.
Ayah yang memperhatikan reaksiku pun tertawa, "Haruskah ayah menghubungi om-mu?" ucap ayah. Sontak, pipiku merona merah mendengar perkataan ayah itu.
"Yah!" kata Vincent tidak percaya dengan apa yang didengarnya. "Kenapa? Apa ayah salah bicara?" tanya ayah yang bingung. "Apa maksud ayah?" tanya Vincent.
"Bukankah bagus, jika Putri dan Kei bersama? Lagipula, mereka sudah saling mengenal sejak kecil. Ayah sih, tidak masalah," jawab ayah santai.
"Bunda juga tahu, Kei anak yang baik," sahut bunda dengan tersenyum. "Jadi, kalian setuju jika mereka pacaran?" kata Vincent shock dengan reaksi kedua orangtuanya.
"Memangnya kenapa? Apa ada masalah?" tanya bunda lembut. "Ta-tapi me-mereka masih kecil," ucap Vincent dengan terbata. "Aduh! Siapa yang kau sebut anak kecil? Putra dan putri bunda ini bukannya sudah besar?" kata bunda terkekeh mendengar hal konyol yang dikatakan Vincent.
"Kau sendiri, sudah berapa anak gadis yang kau pacari, hah?" kata ayah meledek Vincent. Vincent tidak bisa menjawab pertanyaan ayah karena ia sendiri tidak tahu persis sudah berapa puluh gadis yang ia jadikan pacar.
"Kau ini! Dulu ayh kira, Kei yang akan jadi playboy seperti ayahnya saat sebelum menikah, tapi ternyata, malah putraku sendiri yang jadi playboy. Ck!" kata ayah sambil menggeleng-gelengkan kepalanya seraya membuang nafas kasar.
Vincent yang kesal pun berlalu meninggalkan ruang keluarga. "Hei, ada apa denganmu? V! Vincent" panggil bunda bingung melihat reaksinya.
"Hei, boy! Daripada kau mengkhawatirkan adikmu, lebih baik kau khawatirkan saja para gadismu itu!" goda ayah seraya mengeraskan suara agar terdengar oleh Vincent yang sudah berada di lantai dua. BRAAKK! Vincent membanting pintu kamarnya dengan keras.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 37 Episodes
Comments