Bab 3

Dengan langkah yang pelan, Laila berjalan menuju lift dan naik ke tingkat atas, berjalan lagi menuju ke kamarnya yang bernomor 508.

Dengan menggunakan sistem kartu, Laila membuka kamar tidurnya. Berjalan menuju lemari pakaiannya. Pakaian yang Laila bawa masih tersimpan di dalam koper miliknya. Laila membuka dan mulai menyusun pakaiannya dalam lemari pakaian asrama.

Dari kejauhan, dia mendengar suara gelak tawa dari gadis-gadis lain yang sedang bermain, bersenda gurau bersama teman-temannya.

Lalu dia mengambil sebuah foto dari tasnya. Foto itu foto seorang wanita muda. Lalu dipegangnya foto itu dan ditatapnya foto itu dengan penuh kasih sayang.

Kemudian foto itu dia sembunyikan di bawah bantal miliknya.

Ketika hendak menutup pintu lemari pakaian, dia melihat wajahnya di cermin. Cermin yang terpasang di depan pintu lemari pakaian asrama.

Dipandangi wajahnya dengan cermat dan teliti, seakan-akan baru pertama kali melihat wajahnya sendiri. Seolah-olah merasa wajahnya itu adalah wajah milik Lisa Tanuwijaya.

Di lain tempat, Lisa sedang asyik duduk sambil mengobrol dengan para sahabat-sahabatnya, yang berjumlah 4 orang di atas rumput taman asrama.

Tampak wajah Lisa masih kesal dengan kejadian barusan.

“Kalau aku jadi kamu, Lisa, aku tidak akan sudi terima gitu saja. Seenaknya saja datang dengan wajah yang sama denganmu.” Ujar sahabat Lisa yang bernama Sally ikutan kesal.

“Lalu apa yang harus aku lakukan?” Tanya Lisa kesal pada Sally.

“Cakar mukanya!” Ajar Nickha memberi saran.

“Kalau tidak, kamu gigit hidungnya!” Hasut Emma, sahabat Lisa yang lain, yang juga ikut-ikutan kesal.

“Kalian ini kalau ngajarin yang dewasa dikitlah. Kalian ini jangan kayak anak kecil! Lagian kita di sini kan didik untuk menjadi baik!” Ujar Lisa makin kesal.

“Sebenarnya anak itu tiba-tiba datang dan merusak liburan kita!” Geram Lisa.

“Tapi itu kan bukan salah anak itu, Lisa! Jika dia tiba-tiba muncul dengan wajah sama seperti kamu, itu bukan salah anak itu. Tuhan kan bisa saja menciptakan wajah manusia yang sama persis di muka bumi ini.” Ujar Nancy, sahabat Lisa yang lain.

Nancy mencoba menasehati Lisa agar tidak marah dan kesal lagi pada Laila.

“Ah… Kamu ini membela orang lain saja, Nancy. Bukannya kamu membela sahabatmu.” Ujar Emma membela Lisa.

“Tapi memang kenyataannya ada yang seperti itu !” Balas Nancy lagi.

“Mana mungkin ada dua orang yang wajahnya sama persis seperti kita, bahkan kayak pinang dibagi dua, kecuali mereka itu anak kembar, bodoh!” Tambah Nikha makin kesal.

Mereka terdiam, berpikir sejenak. Dan tak lama Lisa dan sahabat-sahabatnya jadi tertawa terbahak-bahak mendengar kata Nancy barusan.

“Iya… Iya… Apa kata kamu memang ada benarnya, Nancy…!” Kata Emma sambil tertawa geli.

Tak terasa waktu berlalu begitu cepat di asrama.

Siang berganti malam. Malam pun tiba.

Lonceng asrama berbunyi 3 kali, menandakan waktu makan malam sudah siap.

Para gadis-gadis cilik itu berlari menuju aula makan asrama.

Ternyata aula makan Asrama Cinderella itu sangat besar. Bisa menampung ratusan orang. Bahkan bisa dibilang sangat mewah. Lampu-lampu cantik menghiasi ruangan itu. Meja dan kursi di sana sangat banyak.

Para gadis-gadis cilik itu berbaris dengan tertib memasuki aula itu. Dan tentu saja mereka dilarang berisik.

Di aula makan asrama, Madam Linda berkata pada Miss Yeni, “Miss Yeni, tolong atur posisi duduk siswi-siswi ini. Kedua gadis yang berwajah kembar itu kita dudukan berdampingan. Mungkin dengan cara seperti ini ada manfaatnya.”

Perintah Madam Linda pada Miss Yeni.

“Baik, Madam.” Jawab Miss Yeni.

Sesuai dengan perintah Madam Linda, Lisa dan Laila duduk berdampingan di meja makan asrama.

Lisa yang mendengar perintah Madam Linda hanya menunduk pasrah menerima perintah itu.

Pelan-pelan terdengar kursi-kursi yang digeser.

Gadis-gadis cilik yang sedang bertugas di dapur, segera membawa piring-piring sayur ke meja-meja yang ada di aula itu. Terdengar pelan bunyi piring-piring serta sendok-sendok yang diletakkan di atas meja.

Tempat duduk di sisi Linda masih kosong.

“Kemana Laila, kenapa belum datang juga?” Tanya Miss Yeni dalam hati.

Tak lama Laila Salim muncul dari ambang pintu aula.

Ternyata kedatangan Laila sangat menarik perhatian siswi-siswi itu.

Pandangan mereka semua tertuju pada kedatangan Laila.

“Nah, itu dia, Laila. Mari, kutunjukkan tempatmu.” Ujar Miss Yeni pada Laila cepat.

Diantarnya gadis cilik berkepang dua yang pendiam itu menuju tempat duduknya.

Lisa tidak mau melihat Laila. Pura-pura Lisa mengalihkan pandangannya ke arah lain.

Laila menurut saja ketika disuruh duduk di samping Lisa.

“Ok. Semua sudah lengkap. Kita berdoa terlebih dulu sebelum mulai makan. Kita berdoa menurut kepercayaan kita masing-masing. Berdoa dimulai!” Perintah Miss Yeni.

Dengan sikap berdoa, mereka semua menundukkan kepalanya.

Tak lama kemudian, Miss Yeni, berkata lagi, “Doa selesai!”

Masing-masing mengambil piring dan sendok masing-masing yang sudah disediakan di atas meja.

“Kita makan dengan sikap tidak berisik.” Perintah Miss Yeni lagi.

Dengan tenang, merekapun menikmati makan malam mereka.

Masih dengan perasaan marah, Lisa mulai memasukkan sesendok sup hangat ke dalam mulutnya, walau saat itu kerongkongannya terasa seperti tersumbat sesuatu.

Saat itu, Lisa tidak bisa mengendalikan dirinya lagi. Dengan perasaan marah dan kesal, Lisa menendang kaki Laila.

Secara reflex, Laila menjerit kesakitan, “Aduh…!”

Semua mata yang berada di aula itu tertuju pada Laila.

Miss Yeni datang dengan tergesa-gesa memasuki aula makan itu.

“Apa yang terjadi? Kamu kenapa, Laila? Tampaknya kmau menjerit kesakitan.” Tanya Miss Yeni cemas menatap Laila.

“Tidak ada apa-apa, Miss. Saya baik-baik saja.” Jawab Laila berbohong.

Teman Sekelas Laila, yang bernama Anita tiba-tiba saja menjawab pertanyaan Miss Yeni.

Dengan tegasnya, Anita berkata, ”Kaki Laila ditendang Lisa, Miss Yeni.”

Anita gak rela kalo teman satu kelasnya disakiti orang lain, maka dia memberanikan diri untuk menjawab.

“Apa?! Apa benar kata Anita, Lisa?” Jawab Miss Yeni kaget.

Lisa diam saja, tidak menjawab pertanyaan Miss Yeni. Kepalanya menunduk ke bawah. Dia tidak berani menatap Miss Yeni.

Melihat Lisa diam saja, Miss Yeni dengan nada tinggi berkata, “Ayo, jawab, Lisa! Apa benar apa yang dikatakan Anita barusan? Jawab dengan jujur, Lisa?!” Tanya Miss Yeni agak marah dengan sikap Lisa barusan.

“Iya, miss.” Jawab Lisa takut.

“Sekarang kalian berdua ikut saya ke kantor Madam Linda. Yang lain lanjutkan makannya. Dan yang bertugas membereskan aula ini juga yang bertugas mencuci piring, selesaikan tugas kalian dengan baik. Saya tinggal sebentar.” Perintah Miss Yeni dengan tegas.

Dengan patuh siswi-siswi itu menjawab, “Baik, Miss.”

Mereka bertiga meninggalkan aula makan, berjalan menuju kantor Madam Linda.

Tok… Tok…. Tok….. Pintu kantor Madam Linda diketuk Miss Yeni dari luar.

“Masuk!” Perintah Madam Linda.

Miss Yeni membuka pintu, lalu masuklah mereka bertiga dalm kantor Madam Linda.

“Ada apa, Miss Yeni? Kenapa lagi dengan Kisa dan Laila?” Tanya Madam Yeni.

“Begini, Madam. Ketika di aula makan, Lisa menendang kaki Laila.” Jelas Miss Yeni.

“Aduh… Lisa… Lisa… Kenapa lagi kamu ini? Memang ada salah apa Laila sama kamu, Lisa. Sampai-sampai kamu kesal sama dia?” Tanya Madam Lisa merasa pening menghadapi siswi yang satu ini.

Madam Lisa merasa perlu tenaga extra untuk mendidik Lisa di asrama ini.

Lisa menunduk dan diam saja ketika Madam Linda bertanya pada dirinya.

Saat itu, dalam pikiran Lisa, dirinya pasti kena hukuman atas kejadian yang dia lakukan.

Melihat Lisa diam saja, Madam Linda bertanya lagi. Kali ini dengan nada yang tinggi. “Ayo jawab pertanyaanku, Lisa!”

“A… Aku hanya kesel saja, madam. Karena wajah dia sama dengan wajahku.” Sambil menundukkan kepalanya, Lisa menjawab dengan takut-takut.

“Apa?! Cuma hanya karena itu saja kamu marah sama Laila, Lisa?” Kata Madam Linda marah.

Lisa menggangguk pelan. Seolah-olah Lisa merasa bersalah.

Madam Linda berpikir keras. Dia berpikir hukuman apa yang pantas untuk Lisa.

Tak lama, Madam Linda berkata dengan tegas. “Baiklah kalau begitu. Kalian berdua akan mendapatkan hukuman yang sama.”

Laila yang sedari tadi diam saja, tiba-tiba berkata, “Tapi, madam. Saya kan tidak bersalah, madam.” Ujarnya menolak hukuman Madam Linda.

Laila merasa bahwa dirinya tidak bersalah. Maka dari itu dengan sekuat tenaga dia membela dirinya di depan Madam Linda.

“Iya, betul. Kamu tidak bersalah, Laila.” Kata Madam Linda dengan santainya.

“Tapi kenapa saya juga kena hukuman, madam?” Tanya Laila kurang puasa akan jawaban Madam Linda.

“Benar, kalian berdua akan mendapatkan sebuah hukuman yang sama.” Jawab Madam Linda dengan tegas.

Kira-kira hukuman apa ya yang akan diterima Lisa dan Laila?

Nantikan jawabannya di Bab 4………

Yuk cek di Bab selanjutnya......

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!