Setelah sekitar lima belas menit kami menjelajah di lantai satu akhirnya kami menemukan tangga yang terhubung dengan lantai atas. Tangga ini terbuat dari besi dan sudah berkarat.
“Apa ini masih bisa dinaiki?” Layla menatap tangga itu khawatir.
“Aku akan naik duluan, kalian menyusul. Ingat, naik satu persatu!” Nana menatap kami, kemudian melangkah mendekati tangga. Nana dengan sangat hati-hati meniti tangga demi tangga. Bentuk Tangga ini melingkar tanpa pinggiran, sehingga tidak ada pegangan. Tangga ini benar-benar menakutkan.
Nana sudah sampai di lantai atas, disusul Arthur, Layla, dan aku yang terakhir. Tidak seperti penampilannya, ternyata tangga ini cukup kokoh. Pandanganku menyapu Sekitar. Kami terus berjalan menyusuri koridor. Ruangan-ruangan yang ada di sini berbeda dengan yang ada di lantai bawah yang dimana hanya terdiri dari ruangan kosong saja. Kebanyakan ruangan di lantai dua diisi dengan beberapa peti mati.
“Apa perlu kita periksa?” Aku mengarahkan senterku pada salah satu peti yang terbuka.
“Aku rasa mungkin ini—” Layla tidak meneruskan kalimatnya. Dia melangkah memasuki ruangan, mendekati peti itu. Aku, Nana, dan Arthur bersitatap, melangkah menyusul Layla.
“Manekin?” Ujarku bingung.
“Untuk apa manekin ditaruh dalam peti mati?” Nana mengarahkan lampu senternya pada tubuh manekin.
“Apa mungkin ini jimat?” Arthur memeriksa bagian luar peti.
“Lihat, ada beberapa tulisan yang menggunakan huruf asing.” Arthur menunjuk pinggiran peti yang terukir penuh dengan liuk-liuk aneh. Dan di sana juga terdapat beberapa huruf yang memang tidak pernah aku lihat.
“Apa mungkin alien yang tinggal di sini?” Arthur mendongak. Layla memainkan bibirnya, berusaha menahan tawa.
“Mana mungki? Itu mustahil. Walaupun alien memang pernah tinggal di sini, apakah peradaban mereka sama seperti kita? Peti mati? Apa mereka juga menjual baju menggunakan manekin?” Nana tersenyum. Jangan membuatku tertawa. Demikian yang dikatakan ekspresi Nana.
Aku memperhatikan dinding Ruangan. Di dinding kanan aku melihat ukiran yang tidak asing. Ukiran itu menggambarkan sebuah kotak, lalu ada anak kecil yang berlari ke kotak itu. Gambar selanjutnya anak kecil itu membuka kotaknya. Apa maksudnya? Gambarnya hanya berhenti sampai di situ.
“Lina, kita akan pergi ke lantai selanjutnya. Ternyata itu hanya manekin biasa. Tentang huruf itu juga tidak ada yang tahu dan tidak ada petunjuk.” Arthur menepuk pundakku. Aku berdiri, berjalan ke luar ruangan sambil terus memandangi gambar itu.
“Lina?” Layla menatapku lurus. Aku sedikit terperanjat.
“Jangan sampai melamun kalau tidak mau tubuhmu diambil alih oleh makhluk tidak kasat mata.” Nana balik kanan, kembali memimpin jalan. Semakin kami memasuki lantai dua, semakin banyak peti mati yang berserakan di dalam ruangan.
Tidak seperti keadaan sebelumnya, tekanan udara di sini jauh lebih baik. Aku bernapas dengan normal lagi walaupun kadang terbatuk karena debu.
Kami terus berjalan dan menaiki tangga selama sekitar dua jam. Pukul satu malam. Kami sampai di lantai sepuluh dengan berlari-lari kecil.
“Apa tidak sebaiknya kita kembali saja?” Aku berkeringat dingin. Tekanan udara memang membaik, tapi tidak dengan tekanan yang diberikan pada mentalku. Aku takut, aku akui. Kami berada di dalam bangunan yang sudah lama ditinggal. Walaupun kelihatannya bangunan ini masih kokoh, siapa yang akan tahu kalau tiba-tiba saja bangunan ini runtuh? Di tambah lagi kami berada di tempat yang tidak diketahui. Tempat asing dan misterius.
“Aku sependapat dengan Lina. Ini sudah lewat tengah malam. Mereka mungkin sudah kembali ke tenda.” Layla menatap Nana dan Arthur.
“Kita lanjutkan satu lantai lagi. Aku masih penasaran bangunan apa ini.” Nana kembali berjalan di koridor lantai sepuluh. Arthur berlari mendahului kami.
“Hei, Lihat ini!” Arthur menunjuk ke dalam salah satu ruangan. Nana langsung berlari ke arahnya disusul aku dan Layla.
Mataku membelalak. Ruangan apa ini? Tempat eksprerimen? Dan apa itu? Aku melihat tabung kaca yang besar. Ada dua tabung. Satu tabung tingginya tidak jauh berbeda dengan tinggi badanku hanya beberapa senti lebih tinggi dariku. Lalu, tabung yang kedua dua kali lebih besar dari tabung yang pertama.
“Makhluk apa mereka ini?” Layla beringsut mundur. Ngeri melihat makhluk dengan bentuk aneh seperti mereka.
Dua tabung itu berisi cairan hijau yang bercahaya sampai kami bisa melihat isi ruangan tanpa senter. Tabung yang lebih kecil berisi manusia, mungkin. Bentuknya agak berbeda dari manusia pada umumnya. Dia memiliki empat mata dan empat tangan, tapi dia tidak punya hidung. Rambutnya juga sangat panjang. Dia mengingatkanku pada salah satu film horor yang pernah aku tonton. Lalu tabung yang lebih besar berisi makhluk yang aku tidak tahu harus menyebutnya apa. Tubuhnya besar dan tinggi. Dia gemuk dan perutnya buncit. Kepalanya dipenuhi oleh mata. Dia tidak punya rambut, hidung, ataupun mulut. Kukunya sangat panjang dan terlihat tajam. Seperti pedang bermata dua.
“Ini kuku?” Arthur menatap kuku panjang itu tidak berkedip.
“Kalau bukan kuku apa lagi?” Nana menatap wajah penuh mata itu, bergidik ngeri.
“Lihat! Di bawah tabung ini ada tulisan.” Layla menatap lekat bagian bawah tabung yang terbuat dari besi. Di sana ada tulisan ‘Aryek’
“Aryek? Apa itu nama makhluk ini?” Arthur mendongak, menatap wajah yang dua kali dari tingginya.
“Ini huruf yang bisa kita baca.” Nana mengusap tulisan itu dengan ujung jari.
“Dan ini Arf-ak? Bahkan nama ini lebih aneh dari pada yang tadi walau bentuknya lebih sedikit manusiawi. Hanya sedikit, catat itu!” Arthur mendekatkan wajahnya dengan tabung kaca. Saat Arthur lamat-lamat menatap empat mata makhluk Arf-ak itu, tiba-tiba bola matanya bergerak. Arthur terperanjat, napasnya tersengal. Nana Mengernyitkan dahi, meningkatkan kewaspadaan.
“Mereka hidup?” Layla beringsut mundur. Matanya menatap waspada, tak berkedip.
“Kita kembali. Akan berbahaya jika terus berada di tempat ini.” Nana balik kanan, berjalan menuju keluar ruangan. Arthur menyusul. Layla masih bergeming di tempatnya. Aku menarik pergelangan tangan Layla, segera menyusul Arthur dan Nana.
“Entah aku berharap ini mimpi atau bukan. Jika monster itu tiba-tiba keluar aku berharap ini hanya mimpi. Tapi ini terlalu keren kalau hanya sekedar mimpi.” Arthur mengoceh sambil berlarian di lorong koridor.
“Apa kamu tidak bisa serius sedikit?” Nana berlari menuruni tangga. Kakinya sempat terpeleset, tapi dia langsung berdiri lagi.
\*\*\*\*
Tinggal lima belas meter lagi jarak kami dengan pintu keluar. Daritadi mulutku terbuka untuk mengambil napas. Paru-paruku terasa terbakar. Aku hampir tidak bisa bernapas. Bayangkan saja berlari dari lantai sepuluh sampai lantai bawah tanpa berhenti, itu benar-benar menguras tenaga. Kepalaku juga dibuat pusing karenanya.
“Akhirnya sampai juga.” Layla susah payah berbicara. Diantara kami Layla yang paling terlihat kelelahan. Dia bahkan langsung jatuh tersimpuh saat sampai di depan pintu.
“Tapi bagaimana cara kita membuka pintu ini? Lihat, tidak ada retakan atau tombol apapun dan pintu ini dan satu lagi, ini yang paling penting. Pintunya terbuka ke dalam, tidak mungkin kita akan menariknya ditambah pintu ini tidak mempunyai gagang pintu sama sekali.” Arthur menegakkan badan. Kedua tangannya ditekuk ke pinggang. Arthur mengambil napas dalam, lalu mengeluarkannya perlahan.
Arthur benar. Bagaimana cara mmebuka pintu yang besar dan berat seperti ini? Walaupun pintu ini punya gagang untuk ditarik kami juga tidak akan bisa membukanya.
“Apa kita terjebak?” Layla berusaha berdiri, namun kembali terjatuh. Tiba-tiba pintu itu bercahaya. Ada semacam hologram di pintu batu itu. Ada tulisan dengan huruf asing. Tidak lama setelah itu layar hologram bergetar, menampilkan terjemahan. Di sana tertera ‘klik di sini'. Lalu Nana menekan kolom pada hologram. Layar hologram kembali bergetar. Ada tulisan ‘Siapa nama kalian?’. Lalu di bawahnya terdapat kolom kotak.
Nana menyentuh kolom itu, kemudian papan ketik muncul di bawah kolom. Nana mengetik nama kami pada kolom itu. Setelah Nana meng-Klik tombol selesai layar hologram bergetar. Namun layar hologram itu tidak menunjukkan apa-apa. Sebagai gantinya, kartu hologram tiba-tiba keluar dari lantai. Nana mengambil kartu itu, mengetuknya.
Sebuah duplikat bangunan muncul dari kartu hologram. Itu adalah bangunan dimana kami berada sekarang. Ada empat titik hijau di bawah duplikat bangunan hologram itu. Empat titik hijau itu adalah kami. Lalu ada tiga titik kuning. Satu titik berada di lantai dua, satu lagi di lantai dua puluh lima, dan yang terakhir di lantai empat puluh lima. Setelah itu ada dua titik merah di lantai sepuluh. Aku rasa dua titik merah ini adalah dua makhluk aneh itu.
Layar hologram kembali bergetar. Di sana ada tulisan ‘kata kunci' lalu terdapat tiga kotak di sampingnya. Di bawah tulisan itu juga ada tulisan ‘Tempat'. Di bawah tulisan itu juga terdapat satu kolom. Di dalam kolom itu ada empat kolom lagi.
“Apa ini teka-teki?” Arthur memiringkan kepala.
“Dilihat darimanapun ini sudah jelas teka-teki.” Nana menarik duplikat bagunan di kartu hologram dengan Ibu jari dan telunjuk. Duplikat itu membesar, memperlihatkan lebih rinci isi dari bagunan. Nana menggeser jari telunjuknya. Duplikat itupun berputar sembilan puluh derajat.
“Wuuuh!!” Arthur memonyongkan bibir. Layla berdiri, melangkah mendekati kami.
“Bagaimana cara kita menyelesaikan teka-teki ini? Kita bahkan tidak diberi petunjuk.” Aku menatap layar hologram di pintu. Mendesah.
“Lihat! Di sana ada ‘kata kunci’ dan tiga kolom. Titik kuning di peta ada tiga. Berarti satu titik terdapat satu kata kunci. Aku tidak tahu kata kunci itu akan berbentuk apa. Tapi untuk sekarang kita cek dulu titik pertama di lantai dua. Setelah itu kita baru mencari kata kuncinya di sana.” Layla menatap kami. Matanya penuh dengan keyakinan walaupun dia susah payah menjelaskan dengan napas yang masih ngos-ngosan. Kami bersitatap, mengangguk. Setidaknya kami harus menyelesaikan teka-teki ini jika ingin keluar dari bangunan besar ini.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 41 Episodes
Comments
calliga
Lanjut thor semangatt
2023-07-11
1