Kota Tua

Lengang. Malam ini mereka benar-benar pergi berjelajah. Tapi, tidak semuanya. Ada Nana, Layla, dan Arthur yang menemaniku.

“Huh!” Aku mendesah. Bahkan Seli sekalipun ikut pergi. Menjelajah memang sangat menggiurkan, aku saja sangat ingin pergi. Tapi, firasatku berhasil membungkam ambisiku.

Mereka sudah pergi berjam-jam yang lalu. Sekarang sudah pukul Sembilan malam dan mereka tidak kunjung datang. Aku mulai khawatir.

“Apa sebaiknya kita menyusul mereka? Bukannya aku tidak takut, hanya saja aku merasa khawatir. Kita tidak pernah datang ke tempat ini dan walaupun kita memang menemukan sesuatu yang unik di dalam hutan ini kita juga tidak tahu apakah itu berbahaya atau tidak.” Nana menatapku was-was.

Dia ada benarnya. Mungkin firasat ini hanya perasaanku saja karena baru kali ini aku jauh dari rumah dan berada di tempat asing yang menyeramkan. Sudah saatnya aku keluar dari tempat yang mengunciku sekarang.

“Yosh!” Aku berdiri. “Kita akan menyusul mereka. Kita memang tidak seharusnya terpisah seperti ini.”

“Baru sadar, Non?” Arthur mengernyitkan dahi. Aku melambaikan tangan, malas menanggapi.

“Kalau begitu aku akan mengambil senternya!” Layla beranjak berdiri, berjalan menuju tenda.

“Jangan lupa baterainya!” Arthur mengingatkan. Layla memang membawa bebtapa senter dengan daya baterai. Sekitar sepuluh senter. Tiga diantaranya sudah dipinjam Seli, Harry, dan Percy. Jadi tersisa tujuh senter lagi.

Layla keluar tenda membawa empat senter dan dua puluh baterai. Setiap dari kami mendapat lima buah baterai. Layla menjulurkan senter dan baterai pada kami. Aku menarik napas, berjalan di depan.

Beberapa ratus meter jarak kami dengan tenda, suasana di hutan ini sudah sangat berbeda. Dahan-dahan pohon yang menjulang tinggi seperti makhluk yang siap menangkap kami.

“Apa hanya aku yang merasa merinding?” Arthur memegang leher belakang, menatap sekitar. Aku tidak mengacuhkannya.

Orang yang tidak merasa merinding saat berada di hutan ini aku rasa dia bukanlah manusia. Bayangkan saja jika ada orang yang merasa 'biasa saja' di hutan gelap dengan pohon-pohon tinggi tanpa suara hewan satupun. Jangankan suara hewan, bahkan aku tidak merasakan adanya angin di hutan ini.

Semakin kami memasuki hutan, aku merasa oksigen semakin menipis. Aku mulai sesak napas. Pandanganku pun mulai kabur. Samar-samar aku melihat seorang anak kecil berlari menuju kami. Gaun putihnya terlihat sangat kumuh. Kulitnya yang putih tertutup debu tebal. Rambut merah keritingnya sangat lebat dan kusut. Anak kecil itu memegang pergelangan tanganku. Aku tersentak, reflek mendorong anak kecil itu hingga dia terjatuh.

“Lina!” Layla memegang bahuku, menggeleng, bergegas menolong anak itu.

“Siapa namamu?” Nana ikut mendekat. Gadis itu berdiri, berlari menjauhi kami.

“Lihat, dia jadi takut!” Arthur menatapku datar.

“Itu hanya reflek karena aku terkejut!”

“Kamu terkejut dengan anak kecil semanis itu?” Arthur menatapku heran. Aku terbungkam. Aku tidak merasa kalau aku salah. Aku hanya terkejut karena aku merasa dia tidak seperti manusia pada umumnya.

Kami kembali berjalan menelusuri hutan sampai kami tiba di tempat yang tidak lazim. Wilayah ini seolah terbagi. Rumput hutan yang lebat terbagi dengan tanah yang gersang. Seperti dua dunia yang jauh berbeda. Di depan kami terdapat bangunan seperti kota yang mungkin sudah ditinggalkan. Kami bisa melihat bahwa tanah-tanah di sana terhembus angin yang lumayan kencang. Sedangkan di tempat kami berdiri, di atas rumput lebat, kami tidak merasakan angin sedikitpin.

“Bukankah ini terlihat sedikit aneh?” Arthur memiringkan kepala.

“Bukan sedikit aneh, tapi sangat aneh.” Nana lamat-lamat menatap 'dunia lain' di depan kami sampai tidak berkedip. Aku terpaku menatapnya. Perasaan antara kagum, takut, dan bingung. Aku menelan ludah. Ternyata firasatku memang benar.

Aku melangkah melewati batas, menginjakkan kaki di tanah gersang. Udara di tempat ini berbeda. Auranya jauh lebih ringan, namun keberadaan oksigen di sini juga sama sedikitnya.

“Apa kamu Lina?” Arthur berseru di belakangku. Aku menoleh, menyipitkan mata. Arthur menggaruk kepala belakang.

“Aku pikir saat melewati batas ini siapapun akan berubah menjadi sesuatu yang baru.” Arthur menyeringai. Aku tetap menatapnya tidak berkedip.

“Sudah kuduga! Kamu bukan Lina. Lalu siapa kamu?”Arthur melangkah mundur. Nana dan Layla melangkah

menyusulku.

“Raja drama banget, sih! Kalau masih mau drama kami tinggal.” Nana melangkah duluan, disusul aku dan Layla. Arthur mendengus. Tidak ada pilihan lain selain berhenti berdrama.

Aku rasa kota ini sudah puluhan atau bahkan ratusan tahun ditinggalkan. Beberapa bangunan bertingkat hancur dan beberapa lagi masih berdiri. Jendela kaca sudah hancur. Aku tidak pernah tahu kalau ada kota seperti ini di tengah hutan. Dan apa yang terjadi dengan kota ini? Kenapa kota ini ditinggalkan?

Kami terus berjalan menyusuri bangunan kota tua. Ada beberapa bekas tembakan di tembok bangunan. Apa di kota ini pernah terjadi perang? Mataku menyapu setiap sudut kota, sampai aku menemukan bangunan yang sangat besar. Bangunan itu masih berdiri kokoh walau sudah terlihat usang dan semua jendela kacanya juga sudah hancur. Bangunan ini memiliki sekitar seratus lantai. Luas alas bangunan ini juga besar. Aku mendongak, menyipitkan mata, mencoba melihat puncak bangunan.

“Mau masuk?” Nana berdiri di sampingku.

“Aku rasa tidak mustahil jika kita menemukan mereka di sana.” Layla ikut mendongak.

“Lagipula jika mereka menemukan bangunan seperti ini mereka akan langsung masuk tanpa pikir panjang.” Arthur mengarahkan senternya pada pintu masuk yang terbuat dari besi. Itu terlihat sangat berat. Layla berjalan menghampiri pintu itu, merabanya.

“Aku rasa beratnya mencapai seratus kilogram. Karena ini ada dua pintu jadi dua ratus kilogram.” Layla menengadah, melihat pintu yang tingginya dua kali dari tinggi badan Layla. Aku menelan ludah. Ada pintu seberat itu? Kalau pintunya saja sudah seperti ini bagaimana dengan bagunannya? Apa semua pintunya seberat ini?

“Arthur, coba buka pintu ini!” Layla melangkah mundur.

Arthur menggeleng, “Mana bisa?!”

“Kita lakukan bersama. Arthur dan Lina pintu kiri, aku dan Nana pintu bagian kanan.” Layla menarik pergelangan tangan Nana. Aku menoleh pada Arthur. Dia mengangkat bahu, berjalan menuju pintu besar itu. Aku menyusul.

Empat telapak tangan sudah menekan pintu kiri, dan empat telapak tangan juga sudah Menekan pintu kanan.

“Satu, dua, dorong!” Kami mendorong pintu secara bersamaan. Pintu bergeming, tidak bergerak sedikitpun.

“Aku rasa kita hanya melakukan hal yang sia-sia.” Nana menghempaskan tangannya.

“Seharusnya pintu sebesar dan seberat ini mempunyai tuas atau tombol untuk membukanya.” Arthur menatap pintu lamat. Aku terperanjat.

“Itu dia!” Aku memukul lengan Arthur. “Seharusnya ada tuas yang tidak jauh dari sini. Kita cari, berpencar!” Ujarku antusias. Aku dan Arthur mencari di sebelah kiri, Layla dan Nana mencari di sebelah kanan. Setelah setengah jam mencari hasilnya nihil. Kami tidak menemukan tuas atau tombol untuk membukanya.

“Apa pintu ini memang dibuka secara manual? Jika iya maka membutuhkan sekitar sepuluh orang.” Arthur mendesah.

Aku memperhatikan pintu ini lamat-lamat dari atas sampai bawah. Di bagian bawah pintu Seperti ada retakan yang membentuk melingkar. Aku melangkah mendekati pintu, berjongkok.

“Lihat, menurut kalian ini apa?” Aku menoleh, menunjuk retakan itu. Mereka berjalan mendekat. Arthur menekan lubang itu sampai menjorok ke dalam, tidak lama kemudian tanah bergetar dan pintu perlahan terbuka.

“Wow!” Kami terpesona menatapnya.

“Apa ini teknologi kuno? Atau sihir? Tidak mungkin hanya dengan menekan retakan itu tiba² pintu terbuka sendiri tanpa adanya listrik.” Arthur melongo.

“Kecuali jika arsitektur bangunan ini memasang kabel di dalam batu!” Nana melangkah masuk. Aku menelan ludah. Ruangan ini sangat gelap. Jika tidak membawa senter mungkin kami tidak dapat melihat apa-apa. Tidak seperti yang aku pikirkan, ternyata semua ruangan di bangunan ini tidak memiliki pintu. Bangunan ini sangat berdebu. Aku terbatuk. Kami terus melangkah mencari tangga menuju lantai berikutnya. Tiba-tiba pintu menutup dengan sendirinya.

Terpopuler

Comments

Lamsiah Lamsiah

Lamsiah Lamsiah

Asik kaya nya

2023-09-14

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!