Dimana aku? Gelap. Aku tidak bisa melihat apapun. Aku menengadah, mengembuskan napas melalui mulutku. Seiring dengan napasku aku melihat gelembung yang naik ke atas.
Aku menunduk dan mendapati kegelapan yang tak berdasar. Aku melayang? Tubuhku terasa berat dan dingin. Dimana ini?
Aku kembali mengembuskan napas dan disaat bersamaan pula gelembung itu kembali terlihat naik.
Air? Apa aku di dalam air? Dadaku sesak, sakit, aku tidak bisa mengambil napas. Tidak ada udara. Siapa saja, tolong aku!
Tubuhku tenggelam semakin dalam, kemudian aku terperanjat dengan napas yang tersengal. Ternyata aku baru saja terjaga dari tidurku.
“Lina? Kamu baik-baik saja?” Arthur menggenggam tanganku.
“Tentu saja tidak, Ar. Lihat bagaimana dia bermandi keringat!” Layla menjulurkan sapu tangan padaku. Aku mengambilnya dan mengusap keringat di wajah dan leherku. Apa itu mimpi? Hanya sebuah mimpi? Aku memegang dadaku. Tapi semua itu terlalu nyata sebagai sebuah mimpi. Apa yang aku lihat, apa yang aku rasakan, semuanya terlalu nyata.
“Pukul berapa sekarang?” Aku memegang keningku. Arthur melihat jam di tangannya.
“Setengah dua belas.”Arthur menjawab dengan cepat.
“Hah?!” Aku melongo. Setengah dua belas?
“Baru juga sadar, sudah bisa berekspresi seperti itu.” Arthur bangkit, meletakkan lampu senter di meja.
“Aku akan tidur. Layla dan Seli, aku serahkan Lina pada kalian.”
“Lalu kamu enak tidur sedangkan kami disuruh menjaga Lina? Begitu?” Seli berseru keberatan.
“Kalau begitu aku tidur di sini, kalian tidur di tenda sebelah.” Arthur melipat lengan.
“Kamu tidur di sini?” Seli menunjuk ke bawah. Arthur mengangguk.
“Berdua?” Seli menautkan alis. Arthur mengangguk sekali lagi.
“What? Kalian akan tidur berdua dalam satu tenda? Hah? Buuuaaahayaaaa!!!” Seli melotot.
“Aku tidak bisa mempercayakan Lina pada orang sepertimu. Sungguh!” Seli geleng-geleng kepala. Arthur menatapnya heran.
“Memang kenapa? Kami hanya tidur, 'kan?”
Seli menepuk jidat. “Kurang-kurangi sifat sok polosmu itu. Aku tahu kamu mengerti maksudku.”
“So?” Arthur semakin mengeratkan kerutan di dahinya.
“Tidak jadi, deh!” Seli tersenyum penuh paksa. Aku terkekeh, menoleh pada Layla. Wajahnya sangat jelas mengatakan bahwa dia benar-benar tidak mengerti arah pembicaraan ini. Wajah polos yang sebenarnya.
“Jadi bagaimana? Aku yang akan menjaga Lina atau kalian?” Arthur menatap Seli, menantangnya. Seli menyipitkan mata.
“Heh, kunyuk. Kamu itu—emmm. Terserah! Aku menyerah!” Seli menggelar kasur gulung disampingku.
“Terserah? Oke, aku tidur di sini dengan kalian.” Arthur kembali berjalan memasuki tenda. Seli yang tadinya sudah bersiap tidur dengan selimut hangat tiba-tiba terperanjat bangun, memelototi Arthur.
“Apa lagi?!” Arthur menatap Seli gemas.
“Enak saja kamu, ya. Main tidur di tenda gadis. Pergi!” Seli menghardik.
“Ampun, Mak. Iya, iya, aku keluar dari rumah, Mak. Tapi jangan coret nama aku dari KK, ya!” Arthur nyengir lebar. Mengacungkan jari tengah dan jari telunjuknya membentuk huruf “V”.
“DASAR BIAWAK!! SETAN!!!” Seli melempar bantal pada Arthur.
“Ampun, Nyaii!!” Arthur tertawa, berlari keluar tenda.
“Tadi kunyuk, habis itu biawak, terus setan. Yang benar yang mana?” Layla menatap Seli penuh tanya.
“SEMUANYA!!” Seli melotot.
“Goodbye, good night. Jangan ganggu lagi! Berani ganggu hilang pala kau!” Seli merebahkan tubuhnya, menarik selimut. Layla menatapku. Aku menggeleng.
✧༺❖༻✧
Sinar matahari menyeruak masuk ke dalam tenda. Menyilaukan mata. Mataku mengerjap-ngerjap, menoleh. Aku mendapati Arthur yang sedang tertidur di sebelahku.
“Heh?!”
“HEH?!”
“HEEEEH?!!!” Aku terperanjat. Tanganku spontan menampar Arthur. Dia juga ikut terperanjat, terduduk.
“Ya ampun, Lina!” Arthur mengelus-elus dada, menggeleng.
“Kenapa kamu tidur di sini?” Aku melotot.
“Tanyain saja sama Seli, dia yang nyuruh!” Arthur mendengus. Aku beranjak keluar tenda, memeriksa keadaan. Oh Tuhan, aku benar-benar ditinggalkan berdua dengan Arthur. Lihatlah! Tidak ada Satu orangpun di sini.
“Astaga! Mereka benar-benar kelewatan!” Aku menggeleng kepala. Tidak lama kemudian, aku melihat batang hidung mereka dikejauhan. Aku mendengus.
Arthur menyusul keluar tenda, menguap panjang, mengacak-acak rambutnya yang memang sudah berantakan.
“Itu mereka!” Ujar Arthur sambil menguap.
“Masih ngantuk?” Aku mengangkat alis. Arthur menggeleng.
“Hai, Lina!” Layla tersenyum. Demi melihat senyum itu wajahku berubah masam.
“Kenapa?” Mery bertanya sambil meletakkan ember di dekat bekas api unggun semalam.
“Keterlaluan kalian!”
“Lha? Kok?” Harry menatapku bingung.
“Bisa-bisanya kalian meninggalkan aku sendirian.”
“Terus aku setan? Ya ampun, Lin!” Arthur melotot.
“Ya kamu juga! Ngapain tidur di tenda cewek?” Aku balas melotot. Arthur memalingkan wajah.
“Aku yang nyuruh!” Seli menimpali. “Kasihan kalau kamu ditinggal sendrian. Kalau-kalau nanti ada yang nyulik gimana?”
“Ya tapi, ‘kan tidak harus si biang rusuh ini!” Aku mendengus.
“Biang rusuh kata kamu?!” Aku menautkan alis.
“Sudah! Jika kalian tidak mau berhenti, lebih baik kita pulang!” Liya menengahi. Aku berdecak.
“Terus kalian dari mana?” Aku menatap ember hitam yang dibawa Mery tadi.
“Kami memancing.” Mery nyengir lebar.
“Hah?! Memancing?” Aku melongo tidak percaya. Mery mengangguk.
“Sekarang aku tahu dari mana kakek itu mendapatkan ikan. Ternyata di sini ada danau yang lumayan besar dan banyak ikannya.”Ujar Percy sembari membetulkan posisi kacamatanya.
“Danau? Yang benar saja! Di tempat seperti ini?” Aku menggeleng.
“Aku rasa kita perlu menjelajahi tempat ini.” Nana memberi saran.
“Aku setuju. Pasti akan ada banyak hal menarik yang menunggu untuk ditemukan.” Liya menatap dahan-dahan pohon yang menjulang tinggi.
Aku menggeleng. Perasaanku sangat tidak nyaman. Firasatku mengatakan kalau menjelajahi hutan ini adalah ide yang buruk.
“Kenapa?” Mery menatapku tidak mengerti. Aku menghela napas.
“Jika kalian memang ingin pergi, silahkan! Tapi aku akan tetap di sini!” Aku dengan tegas menolak ajakan mereka.
Hutan ini terasa seperti hutan tubuh Dryad yang selalu mengawasi kami. Aku tahu, berpisah seperti ini bukanlah hal yang tepat. Tapi, aku juga ingin menghentikannya. Menghentikan mereka supaya tidak pergi terlalu jauh dan tenggelam di dalam hutan.
"Liya, bukankah lebih baik kita tetap bersama sampai besok? Kita baru sampai kemarin, setidaknya istirahat dulu untuk sekarang."
"Apa maksudmu? Justru karena kita sudah sampai dari kemarin kita harus menjelajah hari ini. Kita berkemah memang untuk ini, 'kan? Waktu kita juga tidak banyak."
"Tapi, Seli—"
"Aku setuju dengan Seli." Percy berjalan mendekati kami sambil menguap.
"Percy, kamu mau ikut?" Mata Seli berbinar mendengar Percy setuju dengannya.
"Ya! Aku akan ikut. Tapi aku tidak mau Arthur juga ikut. Dia orang yang sangat merepotkan!"
"Siapa juga yang mau ikut?! Mending disini sama Lina daripada sama orang muka datar modal tampang doang!" Arthur memonyong bibir, mengejek Percy yang sangat jarang berekspresi.
"Aku juga akan tetap disini. Harus ada yang bisa mengatur anak keras kepala." Layla melirik ke arah Arthur yang sedang berada tidak jauh dariku.
"Ya..ya.. Terserah kalian saja!" Arthur membuang muka masamnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 41 Episodes
Comments
Welda Arsy❤
penasara aq ny..thorrr
2023-10-04
1
calliga
Next
2023-07-09
2
ReN_
malem?
2023-07-09
3