Mereka hanya mengandalkan warga yang setia mendukung perjuangan. Menerima hasil bumi yang diberikan cuma-cuma sebagai tanda bakti kesetiaan hanya untuk perjuangan buat junjungan yang begitu dicintai, dikasihi. Supaya dalam perjuangannya tak kelaparan, kekurangan makan dan bisa memberi perlindungan nantinya.
Kini keadaan mulai berbalik. Laskar terdesak. Tak mampu melawan pasukan bersenjata lebih lengkap. Dan kekuatannya seakan tak pernah habis. Mendapat bantuan terus menerus dari daerah yang dikuasainya. Para Kumpeni juga banyak mendapat suplai persenjataan. Yang semakin maju dan canggih. Terutama jika dibandingkan dengan persenjataan para laskar yang seadanya itu. Batavia selalu memperbanyak senjata. Juga didatangkan langsung dari negerinya.
Lain dengan laskar, yang banyak bergerilya. Karena bergerilya itulah jadi berpencar. Jelajahnya luas. Menjangkau daerah mancanegara. Dimana kemungkinan buruk seringkali terjadi. Ada yang terkena penyakit. Ada yang kena jebakan. Atau terjatuh ke jurang. Makanya banyak yang tewas.
Semua mengharap kemenangan. Belum paham pada akhir di esok harinya. Sang penguasa wilayah Diponegoro mendapat dukungan dari sebagian masyarakat. Juga sebagian besar bangsawan. Serta menjangkau wilayah Surakarta yang turut berjuang.
Sedangkan keraton, mendapat kekuatan utama dari Kumpeni. Mereka mendukung dengan sepenuh jiwa. Tak tanggung-tanggung. Segala biaya dikerahkan besar-besaran. Mereka menganggap pusat Jawa ini begitu penting untuk dikuasai. Apalagi, luar daerah juga banyak terjadi pemberontakan. Baik Sumatera, Belgia, juga wilayah lain, mulai terpengaruh pada perjuangan Jawa yang gigih.
Kekuatan berimbang. Dari sisi jumlah. Meskipun lebih banyak para laskar berasal dari kelompok rakyat jelata. Dari mereka yang tak khawatir pada kehidupan. Sebab banyak yang tak mempunyai tanah, keluarga dan harta yang mesti dipertahankan. Mungkin hanya Kanjeng Pangeran Diponegoro dan para bangsawan saja yang punya tanah.
Yang menyedihkan Kanjeng Pangeran mesti tinggal berpindah-pindah. Dalam goa atau tempat lain yang kurang layak buat sang bangsawan sebagai anak tertua raja.
Mungkin sebentar lagi perang bakalan berakhir. Jawa tenang. Jogja kembali pulih. Itu harapan, yang entah kapan menjadi kenyataan. Yang terang sekarang mesti berjuang. Menggapai segala upaya, agar kemenangan benar-benar bisa tercapai. Sebab kalau hanya berdiam diri, apalah artinya. Hanya akan menunggu kedatangan musuh yang setiap saat bakalan merenggut nyawa.
Kecubung Biru adalah seorang perawan yang kali ini tengah beranjak dewasa. Mungkin usianya menjelang 16 tahun. Tak jauh beda denganku. Dia harus turut merasakan kesedihan akibat ikut larut dalam petualangan yang tak semestinya.
“Aku jenuh dengan semua ini,” kata Ronggo Pekik. “Mungkin sebaiknya aku menyerah. Lalu kembali ke keraton.”
“Itu terserah padamu,” kata Pulung Jiwo. Dia seakan tak hendak mencegah keinginan rekannya yang sudah seperti saudara itu. Bagaimana lagi. Perjuangan memang berat, belum tentu berakhir menyenangkan. Kalau memang sudah tak ingin melanjutkan, bisa berhenti, hidup tenang, dan mencari penghidupan layak. Itu kalau musuh masih mau menerimanya. Kalau tak mau palingan juga hanya akan menjadi tawanan perang.
“Kamu bagaimana?”
kata Pulung Jiwo. “Mungkin masih ingin terus bergabung dengan Kanjeng Pangeran. Entah sampai kapan. Mudah-mudahan berakhir dengan kemenangan.”
Lalu kata Ronggo Pekik, “Ayo sekarang juga kita berangkat menuju Selarong kalau keinginannya memang begitu. Kita jangan menunggu lebih lama lagi.”
“Berangkatlah dulu, biar aku dan putriku mencari jalan lain. Barangkali di barat Progo masih banyak kawan yang menunggu kita,” jelas Pulung Jiwo.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 29 Episodes
Comments
Sis Fauzi
love love love author ❤️
2021-04-20
1
anggita
Respct buat Author~crita berlatar sjarah melawan pnjajhan di bumi nusantara sdh jrang ada yg nulis.,💪 smangat trus.
2020-12-27
1