Sudah hampir tengah hari, Nesya belum juga sadar. Berulang kali Mark melirik jam tangannya, walaupun hari ini hari minggu, tapi dia ada pertemuan dengan rekan bisnis dari luar negri.
Jamiel menangkap aura kegelisahan di wajah Mark. "Kalau tuan ada kepentingan, tinggalkan saja Nesya, Nesya biar kami yang jaga," serunya.
"Iya, kami tidak sibuk, kami bisa jaga Nesya, terima kasih tuan, anda sudah menjaga anak kami," seru Syaikha.
Mark terpaksa pamit, karena urusan ini sudah berulang kali dia tunda. Mark pergi meninggalkan ruangan Nesya. Di lorong rumah sakit Mark berpapasan dengan Gildan. Mark terus berjalan menuju lift, sedang Gildan terlihat bingung menuju ruangan mana, dia lupa petugas tadi mengatakan ruangan nomer berapa.
Di ruangan Nesya.
"Mark sudah pergi?" Tanya Nesya yang mengejutkan kedua orang tuanya.
"Sayang kamu sadar," Syaikha begitu gembira melihat putrinya sadar.
"Sudah sedari tadi mama, aku malas membuka mata kalau ada Mark," rengek Nesya.
"Mana kami berani sayang mengusir Mark, untung dia pergi sendiri," seru Jamiel.
"Selamat si---" Gildan tidak jadi meneruskan kata-katanya karena dia salah ruangan. Namun melihat sosok yang terbaring di ranjang rumah sakit itu membuat Gildan mematung.
"Kak Gildan jenguk aku?" Sapa Nesya. Wajahnya begitu ceria, melihat Gildan berada tepat di pintu kamar perawatannya.
"Maaf Nesy, aku salah ruangan," jawab Gildan. Perlahan Gildan undur diri dari ruangan itu.
"Sudah kuduga kakak mencari gadis kecil itu, gadis itu sengaja aku tabrak!" Seru Nesya.
Langkah kaki Gildan terhenti mendengar pengakuan Nesya. Sedang Jamiel dan Syaikha sangat kaget mendegar penuturan putri mereka.
Gildan berbalik arah dan berjalan mendekati Nesya. "Apa maksud kamu? Kenapa kamu menabrak Ara?" Tanya Gildan.
"Mama papa, bisa kalian keluar?" Pinta Nesya.
Jamiel dan Syaikha saling pandang, mereka meninggalkan ruangan Nesya, menuruti kemauan putri mereka.
Nesya mulai bicara setelah papa mamanya keluar dari ruangannya. "Sedari pagi aku memata-matai rumah kakak, aku melihat gadis itu datang, setelah kakak pergi, aku juga melihat gadis itu menguntit kakak, dia pacar kakak kan? Apa karena dia kakak menolak aku?"
"Astaga Nesya, aku menolak kamu karena aku tidak mau menyakiti kamu,"
"Bohong! Kakak sekarang suka daun muda kan? Apa karena daun muda itu kakak tidak mau lagi bersamaku?"
"Kamu apa-apaan Nesya? Aku memutuskan hubungan bukan karena gadis kecil itu, tapi aku menerima perjodohan, aku belum tahu siapa yang akan di jodohkan kedua orangtuaku denganku, mereka baru menawarkan apakah aku mau,"
"Di jodohkan? Emang ini zaman apa?!"
"Aku menerima perjodohan ini karena mimpiku, jika aku menerima perjodohan ini, proyek impianku akan terwujud."
"Aku masih tidak percaya, pasti gadis kecil itu!"
"Astaga, gadis kecil itu sahabat adikku, dia sering datang dan menginap di rumah, Nesya, lupakan aku, aku tidak tahu cinta Nesya, bagiku saat ini yang utama, adalah mimpiku, demi mimpiku, aku akan meninggalkan semua kebiasaan burukku."
Nesya mematung mendengar pengakuan Gildan. Laki-laki yang selama ini dia kagumi, laki-laki yang selama ini bersenang-senang dengannya, benar-benar mwninggalkannya.
"Nesya, aku pergi, aku salah ruangan, kedua orangtuaku ada di ruangan itu." Gildan pergi dari ruangan Nesya.
"Oke Gildan, kamu telah menghancurkan hatiku, maka aku akan mengahancurkan mimpimu," seru Nesta dalam hati.
**
Di luar ruangan Nesya.
"Saya pamit om tante," seru Gildan sambil berlalu dari hadapan orangtua Nesya.
Gildan masuk keruangan yang ada di seberang ruangan Nesya, sedang kedua orang tua Nesya masuk kedalam ruangan anak mereka kembali.
******
Setiap pulang Kerja, Mark selalu menjenguk Nesya. Setiap setiap kali di rumah sakit dia selalu berpapasan dengan gadis kecil yang memanggil dia om. Namun keduanya sama-sama cuek.
"Sore Nesy," sapa Mark.
"Sore juga Mark, terima kasih selama seminggu ini kamu selalu menjenguk aku," seru Nesya.
Mark hanya membalas dengan senyuman kecil. "Kamu sudah terlihat membaik, kapan kamu bisa pulang?" Tanya Mark.
"Harusnya besok sudah bisa pulang, tapi papa mama masih sibuk, masa aku mengurus kepulangan aku sendiri,"
"Aku akan bantu mengurus kepulangan kamu, besok kamu pasti pulang jika kamu mau," seru Mark.
Pikiran Nesya saat ini memper alat Mark untuk menghancurkan mimpi Gildan. Karena Mark adalah orang yang paling berkuasa di kota ini, bahkan beberapa kota besar di sekitar kota tinggal mereka.
***
Di ruangan Ara.
Ara merasa lebih baik, setiap pulang sekolah, Shita dan Loiz selalu mengunjunginya. Bahkan Shita dan Loiz menghabiskan waktu hingga malam hari, untuk menemaninya. Kebahagiaan Shita semakin memuncak jika Gildan datang ikut menjaganya. Entah kenapa dan entah dari mana perasaannya timbul untuk Gildan. Sejak perasaan itu hadir, perasaan itu semakin tidak terbendung. Ara sudah meminta mama papanya untuk menjodohkan dia dengan Gildan. Namun permintaannya itu tidak ditanggapi kedua orangtuanya. Padahal dia sangat mengagumi Gildan, sejak kelas satu SMA dulu.
***
Gildan merenung sendiri, sampai sekarang kedua orang tuanya masih belum mengatakan siapa calon istrinya.
"Mah, siapa yang akan bertungan denganku dalam waktu dekat ini?" Tanya Gildan saat melihat Ana lewat di hadapannya.
"Adik kamu mana?" Tanya Ana.
"Sepertinya masih mandi mah," jawab Gildan.
"Pram menawarkan proyek impianmu, dengan syarat kamu mau menikah dengan Tsamara," bisik Ana.
"Apa? Anak kecil-"
Ucapan Gildan terpotong melihat isyarat diam dari ibunya.
"Kalau kamu nggak mau, katakan sekarang, mumpung Ara belum tahu," seru Ana.
"Demi proyek impianku, demi karier Arsitektur ku, jangankan nikahin anak kecil seperti Ara, nikahin tiang listrik juga aku bersedia mama," seru Gildan.
"Hentikan juga kebiasaan buruk kamu, mama nggak mau lihat Ara nangis karena kamu main sama cewek di luar sana," bentak Ana.
"Siap mama, aku akan buat hari ini jadi hari patah hati sekota," seru Gildan meraih ponselnya.
"Dasar!!!" Ana meng uyel-uyel rambut Gildan, geram dengan jawaban Gildan yang dia dengar.
Gildan memutuskan semua hubungan dengan wanitanya, demi lancarnya pertunangan dia dengan Tasmara, sahabat adiknya yang akan jadi istrinya nanti.
Sedang Ana langsung memberi kabar pada sahabatnya, kalau Gildan bersedia menerima perjodohannya dengan Ara.
*****
Keesokan harinya, Gildan, Loiz dan Shita menemani Ara. Loiz dan Shita rela izin, tidak masuk sekolah demi menemani sahabatnya. Karena hari ini Ara boleh pulang. Sedang Gildan berusaha meng akrabkan diri dengan calon istrinya tersebut.
Urusan rumah sakit selesai, Ara yang duduk di kursi roda di dorong oleh Gildan, sedang Loiz dan Shita mengikuti dari belakang. Saat yang sama, Nesya juga keluar dari ruangannya, duduk di kursi roda di dorong oleh Mark.
Mereka semua berada di ruangan Lift yang sama, tidak ada yang saling sapa. Semua saling diam.
"Bambang," Shita mentoel pergelangan Gildan.
"Apa?" Jawab Gildan.
"Nanti aja," seru Shita.
"Ih, gak jelas!" Gerutu Gildan.
"Bisakah kita mengurus kejadian ini dengan damai?" Tanya Mark pada Ara.
"Enak aja damai, sudah nuduh-nuduh Ara nabrak juga sebelumnya, sekarang ... sudah tahu kejadian minta damai aja, jangan mau Ra," seru Shita.
"Shitaaaa," seru Gildan.
"Om ini ngatain Ara nyetir sembarangan, sudah tahukan siapa yang nyetir sembarangan," seru Shita.
"Kalau Ara mau jalan damai, aku bisa bantu Ara jadi model, Ara mau jadi modelkan?" Tanya Mark. Mark teringat laporan kedua sekretarisnya yang mencari tahu tentang Ara.
"Aku setuju kak," sahut Ara langsung.
"Kamu lebih pinter dari teman kamu, kamu bisa memanggil aku dengan panggilan yang tepat, kakak, teman kamu itu manggil aku om, emangnya aku sudah tua? Aku ini ganteng lho," seru Mark sambil menaikkan satu alisnya menatap ke arah Shita.
"Uwekkkk!" Seru Shita menanggapi kata-kata Mark.
"Shita, jangan kurang ajar kamu," bisik Gildan. Gildan sangat tahu siapa laki-laki yang bersama Nesya.
Setelah keluar dari lift, mereka melangkahkan kaki mereka, menuju tujuan mereka masing-masing. Kini Ara, Shita, Loiz dan Gildan berada dalam mobil Gildan.
"Wah, mobil kak Gildan bersih, gak kayak mobil Shita yang, iyuhhh!" Seru Ara membayangkan keadaan mobil Shita.
"Jemput kamu harus pakai mobil yang steril," seru Gildan.
"Ra, kok mau damai sih, tuntut aja Ra," seru Shita.
"Jangan kompor kamu Shita, kamu tahu siapa laki-laki yang bicara sama kita di lift? Kita beruntung bisa sedekat itu dengan dia, biasanya jangankan dekat, memandang dia aja gak bisa lama-lama," seru Gildan.
"Memang dia siapa kak?" Tanya Ara.
"Dia Mark Lewiz Emanuel, pemilik banyak perusahaan di kota ini, kalau kamu macam-macam sama dia, bisa-bisa perusahaan papa yang bangkrut!" Seru Gildan.
"Ih, takut aku, Iya deh Ra, damai aja," seru Shita.
Gildan segera melajukan mobilnya meninggalkan area parkiran rumah sakit, dia langsung melajukan mobilnya menuju rumah Ara, mengantar Ara pulang kerumahnya.
Ara sangat bahagia, sepulang dari rumah sakit Gildan sangat perhatian dengannya. Bahkan Gildan tidak canggung duduk di sampingnya, membuat jantung Ara semakin tidak karuan.
Arum dan Pram yang sudah berada di rumah sangat bahagia melihat putri tunggal mereka terlihat sangat bahagia.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 79 Episodes
Comments
Jasmine
masih menyimak 😎
2023-01-20
0
Cika🎀
weh weh
2021-02-01
0
Sarah Ginting Bre Karo
antara Nesya dan Ara yg lagi berkembang Biak di kantor sma mark
2021-01-31
0