SIANG sudah berganti malam. Di kamar yang ada di lantai atas
tempat menyimpan barang-barang bekas, Dadang mengambil pena dan sehelai kertas
polio untuk ia menulis. Malam ini Amel dan Imam pun sudah masuk ke kamar mereka
sebagai pengantin baru. Dadang disini mau menghabiskan waktu dengan hobinya
membuat puisi. Ruangan yang diberi lampu 25 watt, terang berderang. Bulan
purnama diluar nyaris tidak berarti. Karena disini Dadang mau menghabiskan
malam bukan dengan begadang diluar. Tapi dengan mencurahkan seluruh isi hatinya
yang ada.
“Di hari pertama mungkin dia akan ketakutan karena untuk
pertamakalinya melihat borok luka yang memjijikan dari suaminya yang cacat…Wajahnya
mungkin langsung ditengkup rapat oleh kedua tangannya…Aku tidak tahu pastinya.
Karena itu hanya kemungkinan berdasarkan yang aku ketahui selama ini..”
Disana Dadang menggoreskan penanya. Disini barusan Amel
menjerit histris. Imam yang nyaris menggeledagkan kepalanya ke atas bantal, akhirnya
bangkit lagi dan menarik lagi selimbut yang barusan dilepasnya.
“Kenapa..?”
“Nggak, nggak, nggak…” Ames menepis tangan Imam yang mencoba menyentuhnya.
“Aku belum siap jadi istri aku yang seutuhnya ya?”
“Nggak, nggak, nggak…Jangan menyudutkanku” Amel tetap menelungkup wajahnya.
“Setiap orang itu ada kelebihan dan kekurangannya…”
Disana Dadang menggoreskan lagi penanya. “Aku harap dia mau
melihat sisi kelebihannya yang ada. Karena kalau tidak saling mengerti, aku
juga akan ikut merasa sedih”
Setelah Amel tetap menutup wajahnya, disini Imampun mulai
bercerita tentang kecelakaan maut itu. Sebelum bercerita, Imam juga sudah
memastikan selimbut yang sudah ditariknya kembali itu tidak dilepasnya lagi.
Dan tetap menutupi salah satu kekurangan yang ada pada dirinya selama ini.
“Akibat tambrakan mobil yang kita tumpangi dengan truk itu,
tunanganku langsung meninggal di tempat saking kerasnya…Ketika polisi
mengepakuasi, pahaku bawah ************ ini terjepet setir mobil yang
ringsek…Aku yang keadaan pingsan saat itu, dibawa petugas ke rumah
sakit…Nyawaku memang tetolong., tapi luka fisik dan bathin tidak bisa
hilang…Sejak saat itu akupun memutuskan menutup hati untuk semua wanita, karena
kupikir dengan kehadirinnya disiku, mungkin wanita-wanita itu hanya akan
menambah luka bathinku…Malam ini terbukti…Sekarang aku mau bertanya kepada
kamu, apakan kamu menyesal karena sudah menikah denganku…?”
Mendengar perkataan suaminya yang memelas dan penuh haru,
perlahan-lahan Amel menurunkan kedua tangannya. Ketika kedua matanya sudah
tidak tertutup, Amel melihat wajak suaminya yang tampan. Iya juga berpikir,
bahwa ibunya yang sedang sekarat, orang tampan inilah yang membantu
menyelamatknnya.
“Tidak...Aku samasekali tidak menyesal karena sudah menikah
denganmu mas…Aku bahkan bersyukur bisa
menikah dengan orang yang sudah menyelamatkan ibu aku”
“Malam ini begitu indah…”
Disana Dadang menggoreskan lagi penana. “Diluar cahaya bulan
purnapa memancarkan cahayana keseluruh langit yang gelap…Disekitarnya bintang
berkelap-kelip bak air mata yang keluar dari mata sang bidadari…Sebentar lagi
lewat tengah malam…Tgl sepuluh bulan Desember…Aku Dadang Baskoro telah resmi
melepas orang yang kucintai…’
“Terimakasih ya sayang…Aku pikir aku tidak akan bisa merasakan
indahnya malam pertama didalam hidup aku…Tapi ternyata ada seorang perempuan,
selain cantik, hatinya bersih bagaikan salju…Sekarang bidadari itu sedang
bersemayam dipelukanku..Dan selalu tersenyum seperti malaikat kecil dalam
dongeng anak-anak…Sekali lagi terimakasih ya sayang…?” Imam yang sudah terbius oleh cintanya Amel,
melambung ke awang-awang.
Kring..
Pukul setengah enam pagi Imam menelpon Dadang. Dadang yang
dihubunginya disana masih pulas dengan kepala nindih kertas di atas meja yang
tadi malam sudah ditulisi curahan hatinya.
“Kok, tidak diangkat-angkat…? Jangan-jangan Dadang belum
bangun?”
Kring…
Imam menelpon ulang. Ketika HP nya berbunyi, kali ini Dadang
menggelisik. HP nya yang terus bunyi diangkat.
“Mas Imam…?” Sebelum nge,klik, Dadang melhat dulu yang
menghubunginya.
“Asalamualaikum mas, ada apa…?” Dadang menjawab telpon kakaknya sambil
menguak.
“Dang kamu bangun kesiangan?”
“Iya mas, tadi malam begadang…”
“Eehh…anak muda jangan malas…Lihat tuh jam disana…Jam disini
sudah pukul setengah enam”
Mendengar kakaknya mengatakan sudah pukul setengah enam,
Dadang buru-buru bangkit. Ia belum solat subuh. Dan benar weker yang ada di
atas bupet, sudah menunjukkan pukul setengah enam.
“Mas…? HP nya aku tutup dulu ya ? Aku belum solat subuh…”
“Tuh kan benar kamu belum solat…? Untung mas nelpon kamu…”
“Iya mas, terimakasih…Asalamualaikum…”
“Wa’alaikumussalam…”
Sebelum turun kebawah, Dadang menyimpan dulu kertas dan
pulpen yang tadi malam sudah di isi curahan hatinya itu kedalam lemari tua.
Setelah pintu lemari itu ditutupkannya kembali sampai rapat, baru Dadang turun
dari lantai atas. Tapi selama menuruni anak tangga, ditelinganya mengiyang
terus suara kakaknya seperti yang sedang berbahagia.
“Suara mas Imam tadi sepertinya dia sedang bahagia
sekali…Aku tidak mengerti mengapa setelah mas Imam menikakah dengan Amel segala
sisinya terus kuperhatikan…? Apa ini artinya bahwa sebenarnya aku belum bisa
ikhlas melepas orang yang selama ini kucintai sekalipun itu kepada saudara
kandungku sendiri…? Seiring waktu semoga aku bisa melupakan tentang mereka
berdua…Meskipun sampai saat ini belum terfikirkan yang lain, kecuali malam
pertama mereka yang ku lukis dalam imajinasiku sendiri…”
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 81 Episodes
Comments
Siti Mariyam
Semañgat
2023-07-10
5
ilmi maulida
Raih mimpimu dikehidupan yg baru
2023-07-10
4
The Gamer
yang kuat dang
2023-07-10
4