Bab 3

"Harus mas ya yang pergi kesana? emang nggak ada karyawan lain yang bisa di tugaskan kesana selain mas?"

Rini terlihat sangat sedih begitu Angga memberitahunya bahwa malam ini dia akan berangkat keluar kota lagi. pasalnya baru dua hari Angga berada di rumah kini sudah harus keluar kota lagi.

"Ya harus aku Rin, kan aku yang nanganin proyek itu. Ya kamu harus tau posisi aku lah Rin, sebagai istri harusnya kamu berdoa agar urusan suamimu ini di permudah. Bukannya malah ngedumel gitu"

Angga berkata panjang lebar agar Rini tidak protes atas keberangkatannya kembali keluar kota.

"Aku bukannya ngedumel mas, tapi aku dan anak anak kan juga butuh kamu. Kamu baru dua hari di rumah, sekarang sudah harus pergi lagi. Dua hari dirumah aja kamu pulang malem terus, lembur terus. Kapan kamu punya waktu buat aku dan anak anak mas"

Rini berdiri di depan pintu kamar, tangannya bersedekap dengan muka di tekuk. Pandangannya lurus menatap Angga yang sedang menata sejumlah dokumen yang akan di bawa keluar kota.

"Ya kamu sabar dong Rin, nanti kalau urusannya sudah beres kan aku juga nggak akan sesibuk seperti sekarang ini lagi. Ini semua aku lakukan juga demi kamu dan anak anak. Demi masa depan anak anak, agar kebutuhan keluarga kita tercukupi. Siapa tau setelah ini, aku dipromosikan naik jabatan sama si bos"

Angga masih berusaha memberi pengertian pada Rini. Akhir akhir ini Rini memang agak banyak protes, Rini selalu protes bila ditinggal keluar kota oleh Angga. Padahal dulu, Rini hanya diam kalau Angga berpamitan akan keluar kota untuk urusan pekerjaan. Rini akan sabar walaupun Angga tidak pernah punya waktu untuknya.

"Aku tau mas, aku percaya kalau kamu melakukan itu semua untuk keluarga kita. Tapi mas, aku dan anak anak juga butuh perhatianmu, butuh waktu kamu untuk kami. Sekalipun kamu tidak naik jabatan, hidup kita tidak akan kekurangan mas. Bahkan penghasilan ku dari toko cukup untuk memenuhi kebutuhan kita sekeluarga. Aku dan anak anak bukan cuma butuh uang dari kamu mas, aku dan anak anak juga butuh perhatian dan waktu luangmu"

Rini mulai sedikit menggeram, menahan emosinya yang pelan tapi pasti menuju puncak.

"Itu kan penghasilan kamu Rin. Aku sebagai kepala keluarga, sebagai tulang punggung harus memenuhi nafkah kalian. Aku tidak mungkin menggunakan uang dari penghasilanmu, aku harus memenuhi nafkah kalian dari keringatku sendiri. Uang dari penghasilan tokomu yaitu uangmu sendiri"

"Nggak mau menggunakan uangku untuk kebutuhan keluarga katamu mas"

Bibir Rini terlihat meletot ke arah samping, dia mencibir suaminya yang perkataannya amat lebay menurutnya.

"Iya. Emang aku nggak mau pakai uang dari penghasilanmu untuk memenuhi kebutuhan keluarga kita, karena aku sanggup mencukupi kalian. Kan sudah pernah aku bilang sama kamu agar kamu tidak perlu bekerja, cukup di rumah ngurus anak dan suami"

Rini maju selangkah mendekati suaminya, tangannya yang tadinya bersedekap di dada kini berpindah ke pinggang. Sambil berkacak pinggang Rini berjalan maju mendekati suaminya.

"Mas, apa perlu aku buatkan list kebutuhan rumah tangga kita agar kamu tau berapa jumlah kebutuhan kita dalam sebulan. Agar kamu tau kira kira uang yang kamu berikan padaku itu sudah bisa mencukupi atau belum. Selama ini aku hanya diam mas, karena aku tidak mau terlalu membebanimu. Untuk itulah aku bekerja agar bisa membantu kamu untuk mencukupi kebutuhan keluarga kita mas. Selama ini aku diam walaupun uang yang kamu berikan padaku itu masih belum cukup. Aku tidak mau kamu memikul beban keluarga ini sendirian, aku kasian padamu mas. Untuk itulah aku bekerja"

"Kenapa kamu tidak bilang padaku kalau uang yang aku berikan belum cukup Rin? salahmu sendiri tidak jujur padaku, malah memilih bekerja untuk membantu kebutuhan keluarga. Seandainya kamu bilang padaku bahwa uang yang aku berikan padamu tiap bulannya masih kurang, pasti aku akan menambahkan lagi jumlahnya"

"Mas, bagaimana aku bisa jujur padamu tentang kebutuhan keluarga kita. Sedangkan aku tidak tau persis berapa jumlah gajimu. Kalau aku meminta tambah uang bulanan ternyata gajimu tidak mencukupi bagaimana? itu yang aku pikirkan mas, aku kasian padamu jika memikul beban keluarga ini sendirian. Maka dari itu aku diam, tidak meminta tambahan uang walaupun uang yang kamu berikan masih kurang dan memilih bekerja untuk menutup kekurangan. Kamu yang tidak terbuka padaku mas. Kamu tidak pernah jujur mengatakan seberapa besar gajimu"

"Lalu kenapa kamu tidak menanyakannya?"

Emosi Angga mulai ikut memuncak, pagi hari yang harusnya diawali dengan suasana yang menyenangkan untuk mengawali aktivitas malah diawali dengan perdebatan antar sepasang suami istri.

"Oke! sekarang aku tanya, berapa besar gajimu?"

Angga lalu terdiam seketika setelah Rini menanyakan berapa besar gajinya. Wajahnya terlihat pucat dan salah tingkah.

"Bukannya ada laporan masuk ke handphone mu lewat SMS setiap ada transaksi di rekening aku"

"Itukan nomor rekening pribadimu mas, yang nomor rekening dari kantor kan aku tidak tau menahu"

Rini memutar bola matanya malas, ia berjalan ke tempat tidur dan duduk disana. Rini berusaha meredam amarahnya agar tidak meledak kembali. Dia takut anak anaknya akan melihat atau mendengar pertengkarannya dengan Angga.

"Sudahlah dek, nggak usah emosi. Aku pergi untuk bekerja, doakan saja agar semuanya lancar biar cepet selesai"

Angga kembali berusaha memberi pengertian pada Rini, ia tekan intonasinya selembut mungkin agar istrinya tidak kembali marah marah.

"Trus, jadi jawab pertanyaanku nggak? berapa gajimu?"

Melihat Angga yang hanya diam, Rini memalingkan wajahnya ke arah lain sambil kedua tangannya meremat sprei kasur yang ia duduki. Dadanya terasa sesak melihat ketidak terbukaan suaminya.

Entah mengapa akhir akhir ini feeling Rini sebagai seorang istri merasa tidak nyaman. Dia merasa ada sesuatu yang sedang disembunyikan oleh suaminya, entah apa. Tapi perasaannya mengatakan jika cinta suaminya sudah berkurang, bukan hanya padanya tapi juga untuk anak anaknya.

******

Tiga hari sudah Angga berada diluar kota. Selama tiga hari itu Angga hanya sekali menghubungi Rini, memberi kabar bahwa dia sudah sampai di kota tujuan. Pada malam kedua Rini menghubungi suaminya melalui video call tapi tidak ada jawaban. Selang beberapa menit ada pesan masuk di handphone Rini dari suaminya, Angga meminta Rini agar tidak menghubunginya karena dia sedang sibuk siang dan malam. Rini hanya bisa menghela nafas panjang, dia hanya bisa tersenyum di kala anak anaknya menanyakan perihal ayahnya.

"Sabar ya sayang, ayah sedang sibuk bekerja. Nanti kalau ayah sudah tidak sibuk pasti ayah akan telpon kita"

Kalimat itu yang selalu Rini sampaikan pada anak anaknya ketika mereka menanyakan sang ayah yang berada diluar kota.

Dua hari sudah terlewat dari janji Angga untuk pulang. Angga bilang dia keluar kota selama tiga hari saat berpamitan, tapi sampai hari ini sudah genap lima hari Angga belum pulang. Pun tidak ada kabar telpon atau pesan yang dikirim untuk istrinya. Angga selalu menolak panggilan Rini saat Rini menelponnya.

Hari ini Rini bangun sangat pagi, ia menyiapkan sarapan untuk anak anaknya lebih awal di banding biasanya. Hari ini ia bertekad akan ke kantor Angga untuk menanyakan perihal suaminya yang berangkat keluar kota. Anak anak sudah selesai sarapan, Rini berniat mengantar anaknya sekolah lalu ke kantor Angga.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!