Lulus

Hari ini aku lulus dari sekolah, dihadiri papa, mama dan elvan.

Malam sebelumnya aku sudah meminta elvan agar jeno ikut serta, tapi saat acara selesai pun jeno tidak kunjung datang.

"Kan gue udah bilang, dia gak bisa datang karena ada pemotretan."

Kesal, tentu saja. Padahal aku ingin dia datang hari ini. Aku yang cantik karena dandan untuk acara perpisahan, ingin dilihat olehnya.

"Kenapa sedih sih anak papa? Kamu juara umum loh. Papa bangga sama kamu, Nak. Nama papa disebut di gedung hotel karena sebuah prestasi anaknya. Terimakasih, ya."

Papa menciumku berkali-kali, begitupun dengan mama. Mereka sangat bangga padaku karena nama mereka disebut dan disambut gemuruh tepuk tangan karena aku menjadi juara umum.

Ya, aku memang pintar dalam pembelajaran. Beda dengan elvan yang lemot tapi dia sukses karena di usianya sudah menjadi owner sebuah cafee yang sangat terkenal dan laris manis.

Ponsel elvan berdering saat kami hendak masuk ke dalam mobil.

"Nyil, Jeno telpon."

Tanpa basa basi aku langsung meraih ponsel Elvan.

"Halo."

"Selamat ya sudah lulus."

"Iya, makasih ya kak."

"Maaf tidak bisa datang soalnya lagi ada kerjaan. Tapi kakak sudah menyiapkan sesuatu di rumah kamu."

"Hadiah?"

"Hmm. Semoga kamu suka ya."

"Iya, apapun yang kakak kasih, aku pasti suka."

"Hueeeek!" Elvan mengejek.

Aku melotot.

"Ya sudah, kakak lanjut kerja dulu. Sekali lagi selamat ya, kakak bangga karena kamu jadi juara umum."

"Makasih, ya udah ya kak. Aku mau langsung pulang, soalnya gak sabar mau lihat hadiah dari kakak."

"Oke, bye."

Aku melempar ponsel elvan, beruntung dia begitu tanggap hingga ponselnya tidak mendarat di atas aspal.

"Unyiiiillll!"

Bodo amat, pokoknya aku harus segera pulang ke rumah dan melihat hadiah dari Jeno.

"Mbok ada hadiah buat aku gak?" tanyaku begitu sampai di rumah.

"Iya, Non. Ada di mobil hitam den Elvan."

Langkahku begitu cepat menghampiri mobil Elvan.

Melihat hadiah yang ada di dalam mobil, aku teriak histeris karena merasa sangat senang. Aku berjingkrak kegirangan.

"Wah, cokelat nih."

"Jangan!" aku memukul tangan Elvan yang hendak mengambil cokelat.

Meski susah karena boneka itu sangat besar, aku keukeuh berusaha sendiri karena tidak ingin orang lain menyentuh barang pemberian Jeno.

Begitu sampai kamar, aku dikejutkan oleh boneka lain.

"Waaaah, apa ini dari kak Jeno juga?"

"Ya ampun, Jeno baik banget sih sampai ngasih Rara hadiah banyak banget," ucap Mama.

"Bagi dia, ini cuma hal kecil. Tinggal telpon, semua beres."

"Apa dia anak orang kaya?"

"Banget, Pah. Kita sih gak ada apa-apanya dibandingkan dengan keluarganya."

"Tapi pas papa ketemu, dia kayak yang biasa aja."

"Dia emang sederhana, gak suka pamer."

"Bagus kalau gitu. Papa suka gayanya."

"Maaf, tuan. Ada kiriman untuk non Rara." si mbok datang membawa hadiah.

"Dari siapa, mbok?" tanyaku antusias.

"Irfan, tadi dia ngasih tau gue."

"Waaah cokelat."

"Nanti Feri juga ngirim."

"Iya?" tanyaku penuh dengen kebahagiaan. Tidak lama kemudian mbok kembali datang bersama munah.

"Itu dari kak Feri? Aaaah, aku suka banget."

Mama, papa dan Elvan terlihat bahagia saat banyak hadiah yang datang untukku. Mereka tersenyum melihat betapa bahagianya aku saat itu.

Malam pun tiba, aku berbaring di atas kasur dengan diapit dua boneka besar dari Jeno.

"Kira-kira kak jeno sedang apa ya?" tanyaku sambil memainkan hidung boneka darinya.

"Andai saja aku sudah punya ponsel, pasti aku udah kirim wa ke dia. Sayangnya papa dan mama belum ngizinin aku punya ponsel. Tapi gak apa-apa, saat aku masuk smp nanti mereka janji akan ngasih aku ponsel. He he he, jadi gak sabar pengen wa an sama kak Jeno."

Mataku mulai terasa berat setelah mama memberi aku segelas susu, dan aku meminumnya hingga habis seperti malam-malam biasanya.

Sepertinya sudah menjadi kebiasaan, sampai aku tidak akan bisa tidur sebelum meminum susu terlebih dahulu.

"Mau liburan ke mana, Nak?" tanya papa saat kami sarapan.

"Enggak ah, soalnya kan kakak gak bisa ikut. Lagi nyusun skripsi kan?" tanyaku pada Elvan.

"Iya, gue sibuk banget. Kalau lo mau pergi sama mama dan papa, gak apa-apa."

"Nanti aku berantem sama siapa dong?"

"Sama papa aja."

"Ih, masa sama papa? Durhaka dong. Enggak ah, aku gak mau liburan. Gak apa-apa kita sesekali pergi aja di sekitaran sini."

Mama dan papa tersenyum senang melihat betapa sayangnya aku pada Elvan.

"Minggu depan gue sidang, nanti lo ikut aja ke kampus. Selesai sidang kita nonton. Ads film transformer kayaknya."

"Beneran? Waaah, asiik."

"Nah, kalian akur dong tiap hari kayak sekarang, mama pasti seneng."

"Dia baik karena ada maunya aja, Mah."

"Iiiih, aku serius kok baik sama kak."

Elvan tersenyum mengejek.

"Ihhh, kakak!" Aku memukul punggungnya. Rupanya dia tidak mau kalah, Elvan menarik tanganku dan mulai menggelitik pinggang.

Aku yang gelian selalu kalah telak jika sudah seperti itu. Kami bahkan bisa berguling di lantai dan ujungnya selalu sama.

"Mamaa ...."

Aku menangis karena lelah dan kalah.

"Ya ampun, baru semenit mama merasa tenang dan bahagia karena kalian akur, ujungnya tetep sama."

Mama mendumel sambil memelukku dan menceramahi Elvan.

"Kamu itu ngalah dong, Van. Bukan udah gede lagi, kamu itu udah tua malah. Udah wayahnya menikah."

"Nikah sana sama kambing!"

"Tuh kan, Ma. Dia yang mulai kok."

"Adek kamu cuma becanda, ah."

"Belain aja terus, dasar unyil!"

"Kodok budug!"

"Roti unyil!"

"Cicak buntung."

"Anak pungut!"

"Elvan!"

"He he he. Iya, iya. Maaf, Mah. Maaf ya adek kecil yang imut, gemoy dan pintar."

"Gak mau, kakak jahat. Kakak gak sayang sama aku."

"Sssst, udah ya. Sekarang kamu masuk kamar. Mama dan papa mau berangkat kerja. Jangan nangis lagi, nanti jelek kalau matanya bengkak. Bisa-bisa kak Jeno gak suka sama kamu."

Mendengar ucapan mama, aku segera berhenti menangis.

"Jeno emang gak akan suka, kok. Masa suka sama roti unyil."

"Mamaaa."

Mama langsung memelukku yang hampir kembali menangis.

"Vaaan, sudah." Papa mulai bersuara setelah diam tanpa memperdulikan kegaduhan kami.

Elvan tertawa.

"Pah, jangan lupa isi rekening aku ya." Dia sedikit berteriak karena berbicara sambil berlari. Mungkin karena sudah hampir terlambat ke kampus.

Aku melihat papa hanya menggelengkan kepala sambil mengetik di layar ponselnya. Mungkin sedang mengirim Elvan uang.

Elvan emang bulit, meski dia sudah punya usaha sendiri, uang jajan dari papa tetap diminta.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!