RADEN ABINAYA AGRA

RADEN ABINAYA AGRA

AWAL PERASAAN SAKIT

...***...

Ini adalah kisah yang sangat menyakitkan bagi Raden Abinaya Agra. Masa lalu bagi yang sangat menyakitkan sekali. Bukan hanya keluarganya saja yang dibantai oleh rakyat, namun cacat fisik yang ia terima. Tangannya juga dipancung oleh mereka semua?. Hingga saat ini ia mendapatkan julukan budak puntung/buntung.

Malam itu, tidurnya sangat gelisah. Ia merasakan denyutan sakit pada tangan kirinya, apa lagi dalam tidurnya itu, bayangan penglihatannya saat itu menghantui dirinya.

"Tidak!. Sakit!. Jangan!. Kegh!." Dalam mimpinya itu, ia terus mencoba untuk menenangkan dirinya.

Namun saat itu Gayatri Sadubi melihat bagaimana kegelisahan yang dirasakan oleh Raden Abinaya Agra atau yang kini namanya adalah Budak. "Sakit!. Jangan lakukan!." Rintih Budak dalam tidurnya, bahkan keringat telah membasahi tubuhnya. Karena ia merasakan ketakutan yang sangat luar biasa.

"Sebenarnya mimpi seperti apa yang telah dia lihat?. Sehingga dia mengalami hal yang seperti itu?." Dalam hati Gayatri Sadubi sebenarnya sangat penasaran dengan mimpi seperti apa yang dialami oleh Budak. "Meskipun kau adalah suamiku?. Tapi aku sama sekali tidak mengakui itu." Dalam hatinya sangat heran dengan apa yang telah ia terima. "Bagaimana mungkin raka yang aku kasihi malah menikahkan aku dengan orang yang seperti ini?." Dalam hatinya masih tidak terima dengan itu. Apa lagi tatapan rakyat yang sangat menghina dirinya.

...***...

Sementara itu di istana. Meskipun malam telah larut, namun Prabu Maharaja Sigra Sadubi sedang berdiskusi mengenai masa depan kerajaan.

"Meskipun para pengikut setia raja kejam telah kita bunuh, tapi tetap saja kita harus waspada. Bisa jadi mereka di luar sana sedang merencanakan sesuatu yang dapat menggulingkan tahta yang telah kita dapatkan."

"Ya, Gusti Prabu benar. kita tidak boleh lengah. Jangan sampai tanah ini kembali dikuasai oleh orang-orang yang berhati binatang!. Kejam! Dan tidak manusiawi!."

"Ya. Tentu saja kita harus waspada dengan itu."

"Lalu bagaimana dengan nasib raden, ah maksud saya si budak itu gusti?. Apakah tidak sebaiknya kita bunuh saja dia?."

Mereka semua tampak sedang memikirkan apa yang telah dikatakan oleh Patih Dharma Aji.

"Hamba rasa benar yang dikatakan gusti patih. Untuk apa kita mempertahankan orang cacat itu Gusti?. Hanya akan membuat kita malu."

"Benar gusti prabu. Apa lagi budak itu menikahi nimas gayatri. Apakah Gusti Prabu tidak malu dengan apa yang telah mereka katakan tentang nimas gayatri?."

"Hamba pernah mendengar rakyat membicarakan nimas gayatri. Rasanya hamba sangat tidak tega mendengarnya Gusti."

"Masalah si budak. Kita tidak perlu memusingkan masalah itu. Si budak telah mengalami tekanan hidup yang sangat berat selama satu tahun ini. Aku sangat yakin, dia akan mati sendirinya dengan bunuh diri."

Mereka mencoba menimang dan memikirkan apa yang telah dikatakan Prabu Maharaja Sigra Sadubi.

"Jadi kita tidak perlu melakukan apapun hanya untuk menyingkirkannya. Lebih baik kita siksa dia secara lahir dan batin."

"Tentu saja gusti prabu."

Mereka semua sangat mengerti dengan apa yang telah dikatakan Prabu Maharaja Sigra Sadubi.

...***...

Deg!.

Raden Abinaya Agra/Budak saat itu terbangun dari tidurnya. Ia sangat terkejut dengan apa yang ia lihat dalam tidurnya. Hingg tanpa sadar saat itu ia menangis sesegukan saking takutnya dengan apa yang ia rasakan.

"Ibunda, ayahanda, yunda." Dalam hatinya sangat takut dengan apa yang ia rasakan. Perasaan sesak, dan perasaan sakit yang ia rasakan saat itu membuat ia tidak bisa bersuara dengan benar. "Ibunda, ayahanda, yunda, raka. Aku tidak sanggup untuk menghadapi ini." Dalam hatinya sangat sakit dalam keadaan yang seperti itu. "Sakit. Sakit sekali rasanya." Ia memperhatikan tangan kirinya yang tidak sempurna. Ketakutannya semakin melemah jika ia mengingat apa yang telah terjadi pada dirinya di masa lalu. 

"Mau sampai kapan kau akan menangis merengek seperti itu budak?. Apakah kau tidak melihat?. Ini sudah pagi, jadi kerjakan semua yang harus kau kerjakan!." Tatapan mata itu dipenuhi dengan kebencian yang sangat dalam.

"Baik gusti putri." Dengan suara yang sangat lemah itu mencoba menjawabnya. Setelah itu ia bangkit dari tempat tidur, tentunya ia akan mengerjakan semua pekerjaan yang ada di rumah itu.

"Dia itu sangat cengeng sekali. Bahkan kau tidak dapat merasakan penderitaan yang kami rasakan selama ayahandamu yang memimpin kerajaan ini." Dalam hati Gayatri Sadubi. Tidak ada rasa simpati yang ia rasakan saat itu. Hanya ada kebencian yang sangat dalam.

"Aku harus bisa mengerjakan ini semua. Tidak mungkin aku mengandalkan orang lain lagi. Sekarang posisiku tidak seperti dulu." Dalam hatinya harus menguatkan dirinya supaya tetap  bertahan di dunia yang menginginkan kesengsaraan baginya secara lahir dan batin.

Semua pekerjaan yang ada di rumah itu ia kerjakan. Mulai dari memasak, membersihkan kandang kuda kerjaan, membersihkan kebun. Dan bahkan mengambil kayu untuk memasak ia yang mengambilnya. Bahkan tak jarang ada orang-orang yang berpas-pasan dengannya menganiaya dirinya dengan sangat sadis.

Sama seperti waktu itu, ketika ia pulang dari mengambil kayu dari hutan. Ia dilempari dengan batu oleh rakyat yang merasa sangat benci pada keluarga kerajaan yang dipimpin oleh mendiang Prabu Maharaja Abinaya Bagaskara.

"Hentikan. Sakit." Suaranya hampir saja tidak terdengar lagi, akan tetapi  mereka tidak peduli dengan itu.

Karena saat itu hanya ada kebencian yang mendarah daging yang mendarah daging di sana.

"Mati saja kau keturunan laknat!. Jangan kau perlihatkan wajah kejam mu itu dihadapan kami!."

"Sebaiknya kau mati saja!. Kau hanya akan menambah beban kami saja!."

"Pergi saja kau dari dunia ini!."

"Kau itu hanyalah beban saja!. Dasar tidak berguna!."

Bukan hanya dilempari dengan batu saja, namun kata-kata mereka sangat menyakitkan hati. Budak sekuat tenaga menghindari itu semua, ia sekat tenaga menyeret tubuhnya untuk melakukan itu semua. Hingga ia sampai di rumah dengan keadaan yang sangat mengerikan.

"Aden." Seorang wanita setengah baya menangis melihat keadaan Budak.

Brukh!.

Ia jatuhkan tubuhnya, ia  merasa sangat lelah setelah apa yang ia alami. Nafasnya terlihat sangat berat sambil menahan suara tangisnya, dan perasaan sesak yang menghimpit dadanya dengan sangat kuat.

"Oh, aden."

Emban Arsih, adalah wanita yang telah mengasuh Raden Abinaya Agra dari kecil, hatinya sangat iba dengan keadaan tuannya itu. Ia peluk untuk menenangkan tuannya yang menangis tanpa suara, hanya tubuhnya yang bergetar menahan semua perasaan yang ada di dalam tubuhnya. "Keluarkan saja suara aden jika ingin menangis." Ia mencoba untuk menguatkan hati tuannya saat itu.

"Hiks. Hiks. Sakit bi, sakit sekali." Akhirnya ia keluarkan suara yang ia tahan tadi, dan ia tumpahkan semua rasa sakit dihatinya itu.

...***...

Terpopuler

Comments

Tetik Saputri

Tetik Saputri

jangan lupa pakai dayang- dayang juga kak

2023-07-04

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!