NovelToon NovelToon

RADEN ABINAYA AGRA

AWAL PERASAAN SAKIT

...***...

Ini adalah kisah yang sangat menyakitkan bagi Raden Abinaya Agra. Masa lalu bagi yang sangat menyakitkan sekali. Bukan hanya keluarganya saja yang dibantai oleh rakyat, namun cacat fisik yang ia terima. Tangannya juga dipancung oleh mereka semua?. Hingga saat ini ia mendapatkan julukan budak puntung/buntung.

Malam itu, tidurnya sangat gelisah. Ia merasakan denyutan sakit pada tangan kirinya, apa lagi dalam tidurnya itu, bayangan penglihatannya saat itu menghantui dirinya.

"Tidak!. Sakit!. Jangan!. Kegh!." Dalam mimpinya itu, ia terus mencoba untuk menenangkan dirinya.

Namun saat itu Gayatri Sadubi melihat bagaimana kegelisahan yang dirasakan oleh Raden Abinaya Agra atau yang kini namanya adalah Budak. "Sakit!. Jangan lakukan!." Rintih Budak dalam tidurnya, bahkan keringat telah membasahi tubuhnya. Karena ia merasakan ketakutan yang sangat luar biasa.

"Sebenarnya mimpi seperti apa yang telah dia lihat?. Sehingga dia mengalami hal yang seperti itu?." Dalam hati Gayatri Sadubi sebenarnya sangat penasaran dengan mimpi seperti apa yang dialami oleh Budak. "Meskipun kau adalah suamiku?. Tapi aku sama sekali tidak mengakui itu." Dalam hatinya sangat heran dengan apa yang telah ia terima. "Bagaimana mungkin raka yang aku kasihi malah menikahkan aku dengan orang yang seperti ini?." Dalam hatinya masih tidak terima dengan itu. Apa lagi tatapan rakyat yang sangat menghina dirinya.

...***...

Sementara itu di istana. Meskipun malam telah larut, namun Prabu Maharaja Sigra Sadubi sedang berdiskusi mengenai masa depan kerajaan.

"Meskipun para pengikut setia raja kejam telah kita bunuh, tapi tetap saja kita harus waspada. Bisa jadi mereka di luar sana sedang merencanakan sesuatu yang dapat menggulingkan tahta yang telah kita dapatkan."

"Ya, Gusti Prabu benar. kita tidak boleh lengah. Jangan sampai tanah ini kembali dikuasai oleh orang-orang yang berhati binatang!. Kejam! Dan tidak manusiawi!."

"Ya. Tentu saja kita harus waspada dengan itu."

"Lalu bagaimana dengan nasib raden, ah maksud saya si budak itu gusti?. Apakah tidak sebaiknya kita bunuh saja dia?."

Mereka semua tampak sedang memikirkan apa yang telah dikatakan oleh Patih Dharma Aji.

"Hamba rasa benar yang dikatakan gusti patih. Untuk apa kita mempertahankan orang cacat itu Gusti?. Hanya akan membuat kita malu."

"Benar gusti prabu. Apa lagi budak itu menikahi nimas gayatri. Apakah Gusti Prabu tidak malu dengan apa yang telah mereka katakan tentang nimas gayatri?."

"Hamba pernah mendengar rakyat membicarakan nimas gayatri. Rasanya hamba sangat tidak tega mendengarnya Gusti."

"Masalah si budak. Kita tidak perlu memusingkan masalah itu. Si budak telah mengalami tekanan hidup yang sangat berat selama satu tahun ini. Aku sangat yakin, dia akan mati sendirinya dengan bunuh diri."

Mereka mencoba menimang dan memikirkan apa yang telah dikatakan Prabu Maharaja Sigra Sadubi.

"Jadi kita tidak perlu melakukan apapun hanya untuk menyingkirkannya. Lebih baik kita siksa dia secara lahir dan batin."

"Tentu saja gusti prabu."

Mereka semua sangat mengerti dengan apa yang telah dikatakan Prabu Maharaja Sigra Sadubi.

...***...

Deg!.

Raden Abinaya Agra/Budak saat itu terbangun dari tidurnya. Ia sangat terkejut dengan apa yang ia lihat dalam tidurnya. Hingg tanpa sadar saat itu ia menangis sesegukan saking takutnya dengan apa yang ia rasakan.

"Ibunda, ayahanda, yunda." Dalam hatinya sangat takut dengan apa yang ia rasakan. Perasaan sesak, dan perasaan sakit yang ia rasakan saat itu membuat ia tidak bisa bersuara dengan benar. "Ibunda, ayahanda, yunda, raka. Aku tidak sanggup untuk menghadapi ini." Dalam hatinya sangat sakit dalam keadaan yang seperti itu. "Sakit. Sakit sekali rasanya." Ia memperhatikan tangan kirinya yang tidak sempurna. Ketakutannya semakin melemah jika ia mengingat apa yang telah terjadi pada dirinya di masa lalu. 

"Mau sampai kapan kau akan menangis merengek seperti itu budak?. Apakah kau tidak melihat?. Ini sudah pagi, jadi kerjakan semua yang harus kau kerjakan!." Tatapan mata itu dipenuhi dengan kebencian yang sangat dalam.

"Baik gusti putri." Dengan suara yang sangat lemah itu mencoba menjawabnya. Setelah itu ia bangkit dari tempat tidur, tentunya ia akan mengerjakan semua pekerjaan yang ada di rumah itu.

"Dia itu sangat cengeng sekali. Bahkan kau tidak dapat merasakan penderitaan yang kami rasakan selama ayahandamu yang memimpin kerajaan ini." Dalam hati Gayatri Sadubi. Tidak ada rasa simpati yang ia rasakan saat itu. Hanya ada kebencian yang sangat dalam.

"Aku harus bisa mengerjakan ini semua. Tidak mungkin aku mengandalkan orang lain lagi. Sekarang posisiku tidak seperti dulu." Dalam hatinya harus menguatkan dirinya supaya tetap  bertahan di dunia yang menginginkan kesengsaraan baginya secara lahir dan batin.

Semua pekerjaan yang ada di rumah itu ia kerjakan. Mulai dari memasak, membersihkan kandang kuda kerjaan, membersihkan kebun. Dan bahkan mengambil kayu untuk memasak ia yang mengambilnya. Bahkan tak jarang ada orang-orang yang berpas-pasan dengannya menganiaya dirinya dengan sangat sadis.

Sama seperti waktu itu, ketika ia pulang dari mengambil kayu dari hutan. Ia dilempari dengan batu oleh rakyat yang merasa sangat benci pada keluarga kerajaan yang dipimpin oleh mendiang Prabu Maharaja Abinaya Bagaskara.

"Hentikan. Sakit." Suaranya hampir saja tidak terdengar lagi, akan tetapi  mereka tidak peduli dengan itu.

Karena saat itu hanya ada kebencian yang mendarah daging yang mendarah daging di sana.

"Mati saja kau keturunan laknat!. Jangan kau perlihatkan wajah kejam mu itu dihadapan kami!."

"Sebaiknya kau mati saja!. Kau hanya akan menambah beban kami saja!."

"Pergi saja kau dari dunia ini!."

"Kau itu hanyalah beban saja!. Dasar tidak berguna!."

Bukan hanya dilempari dengan batu saja, namun kata-kata mereka sangat menyakitkan hati. Budak sekuat tenaga menghindari itu semua, ia sekat tenaga menyeret tubuhnya untuk melakukan itu semua. Hingga ia sampai di rumah dengan keadaan yang sangat mengerikan.

"Aden." Seorang wanita setengah baya menangis melihat keadaan Budak.

Brukh!.

Ia jatuhkan tubuhnya, ia  merasa sangat lelah setelah apa yang ia alami. Nafasnya terlihat sangat berat sambil menahan suara tangisnya, dan perasaan sesak yang menghimpit dadanya dengan sangat kuat.

"Oh, aden."

Emban Arsih, adalah wanita yang telah mengasuh Raden Abinaya Agra dari kecil, hatinya sangat iba dengan keadaan tuannya itu. Ia peluk untuk menenangkan tuannya yang menangis tanpa suara, hanya tubuhnya yang bergetar menahan semua perasaan yang ada di dalam tubuhnya. "Keluarkan saja suara aden jika ingin menangis." Ia mencoba untuk menguatkan hati tuannya saat itu.

"Hiks. Hiks. Sakit bi, sakit sekali." Akhirnya ia keluarkan suara yang ia tahan tadi, dan ia tumpahkan semua rasa sakit dihatinya itu.

...***...

TANPA RASA

...***...

Budak telah bangun pagi-pagi karena ia harus mengerjakan semua pekerjaan yang ada di sana. Meskipun pada saat itu, di rumah itu ada emban Arsih yang seharusnya mengerjakan semua pekerjaan itu.

"Selamat pagi aden." Sapanya dengan ramah.

"Selamat pagi bibi." Balasnya dengan senyuman ramah.

"Aden terlihat sangat bersemangat sekali pagi ini." Ia mengambil semua beberapa peralatan yang akan digunakan untuk memasak.

"Tidak apa-apa bibi, mencoba untuk menikmati hidup yang ada di depan mata saat ini." Dengan lapang dada ia mencoba untuk tersenyum.

"Pagi ini kita akan memasak apa Aden?."

"Masak seperti biasa saja bibi. Karena setelah ini aku akan membersihkan kandang kuda."

"Baiklah kalau begitu."

Setelah itu mereka mulai melakukan semua pekerjaan yang ada di rumah itu. Namun saat itu Gayatri Sadubi hanya memperhatikan apa yang telah mereka lakukan dari jarak yang cukup jauh.

"Setiap malam dia bermimpi buruk, dan paginya dia mencoba untuk tersenyum?. Benar-benar sangat malang sekali hidupnya." Setidaknya itulah yang ada di dalam pikiran Gayatri Sadubi. Akan tetapi pada saat itu suasana hatinya sangat buruk karena ia menikahi pemuda yang cacat, meskipun dahulunya dia adalah keturunan raja. "Rasanya aku tidak sedih menikahi keturunan Raja busuk itu." Entah bagaimana ia bisa mengalami kepahitan hidup seperti itu.

...***...

Sementara itu di istana.

Purwati Sadubi datang menemui Prabu Sigra Sadubi di ruang pribadinya. Saat itu wajahnya terlihat sangat gelisah, karena ia sedang memikirkan sesuatu.

"Raka prabu."  Ia memberi hormat.

"Ada apa rayi?. Kau terlihat sangat gelisah sekali. Apakah terjadi sesuatu kepadamu?."

"Ini mengenai raden abinaya agra." Ia terlihat sedikit ragu.

"Untuk apa kau menaruh hormat kepadanya?. Untuk apa kau membahas tentangnya?." Dari suaranya terdengar sangat jelas bahwa ia sangat tidak suka mengungkit masalah apapun yang berhubungan dengan Raden Abinaya Agra.

"Tidak apa-apa. Hanya penasaran saja, jika apa yang aku lihat padanya saat ini hanyalah penderitaan. Sangat berbeda sekali dengan apa yang kita rasakan pada saat itu."

"Sudahlah rayi. Kau tidak usah mengungkit masa lalu yang menyakitkan itu. Dan kau tidak usah membandingkan penderitaan yang kita rasakan dengan penderitaan yang dia rasakan."

"Baiklah raka Prabu. Kalau begitu aku hanya ingin mengatakan jika aku ingin melatih kembali ilmu kanuragan ku. Jadi aku meminta izin kepada raka Prabu untuk pergi ke desa tambang. Aku ingin melatih kembali ilmu kanuragan yang sempat aku lupakan beberapa tahun ini."

"Kalau begitu kau akan aku antar. Aku takut terjadi sesuatu kepadamu."

"Jika masalah itu raka Prabu tidak perlu khawatir. Karena pada saat ini aku memiliki banyak pengawal yang sangat tangguh. Jadi aku akan aman karena pengawalan mereka."

"Baiklah jika memang seperti itu. Jika terjadi sesuatu kepadamu di tengah jalan segeralah menghubungi kami."

"Sandika raka Prabu."

Setelah ia memberi hormat, ia pergi meninggalkan ruang pribadi raja. Namun saat itu ia sedang menaruh curiga kepada adiknya itu. "Aku tahu kamu memiliki perasaan cinta terhadap Raden ah, maksudku terhadap budak itu. Dari pancaran matamu itu aku dapat menangkap, jika kau sangat kasihan kepadanya. Atau lebih tepatnya bisa aku sebut dengan perasaan cinta yang sangat dalam terhadap orang yang telah menyengsarakan kita selama ini." Hatinya pada saat itu masih tidak terima dengan apa yang telah terjadi. Karena itulah sebisa mungkin dia menyiksa Raden Abinaya Agra. "Bagaimana mungkin adikku bisa jatuh hati kepada keturunan bangsawan kejam itu. Tapi setidaknya aku telah menikahkan dengan adikku gayatri. Sehingga melalui adikku itu aku bisa memberikan tekanan batin yang sangat luar biasa kepadanya." Ya, Prabu Sigra Sadubi sangat mengetahui bagaimana kondisi kedua adiknya.

Sedangkan Purwati Sadubi.

Pada saat itu hatinya benar-benar sangat sedih, karena keinginannya benar-benar tidak terkabulkan. Hatinya benar-benar sangat sakit ketika ia mengingat semua yang telah terjadi.

"Aku mohon kamu sabarlah Raden. Seandainya saja aku yang menikah denganmu?. Kau pasti akan aku lindungi dengan segenap hatiku. Karena aku mengetahui jika kau tidak mengerti apa yang telah terjadi kepada keluargamu." Tanpa sadar air matanya mengalir begitu saja membasahi pipinya. Hatinya sangat sakit mengingat bagaimana perlakuan mereka terhadap Raden Abinaya Agra. "Aku yakin kau telah menderita selama ini Raden. Aku mohon bersabarlah. Hingga suatu hari nanti aku akan membawamu pergi jauh dari hadapan mereka semua. Karena itulah aku akan melatih ilmu kanuragan ku dengan sangat baik. Sehingga suatu hari nanti aku bisa membawamu pergi dari tempat terkutuk ini." Dalam tangisnya yang penuh kepedihan itu, ia telah berjanji kepada dirinya akan melatih ilmu kanuragannya supaya bisa menandingi kakaknya suatu hari nanti. Ia telah bersumpah akan membebaskan penderitaan orang yang sangat ia cintai. "Aku mohon bersabarlah Raden. Tidak akan kubiarkan engkau menderita sendirian." Dengan perasaan yang sangat sedih dia mencoba untuk menguatkan dirinya, agar ia tidak melakukan hal-hal gila karena tidak sanggup melihat penderitaan orang yang ia cintai.

...***...

Budak atau Raden Abinaya Agra baru saja selesai membersihkan kandang kuda. Tubuhnya terasa lelah karena begitu banyak kuda yang ia mandikan hari itu. Belum lagi setelah ini ia akan mengambil rumput untuk makan kuda-kuda itu.

Duakh!.

"Kegh!."

Budak sangat terkejut ketika ada seseorang yang menendang pinggangnya dari arah belakang sehingga ia hampir saja terjajah jika ia tidak menyeimbangkan tubuhnya saat itu.

"Siapa suruh kau bersantai-santai?. Apakah kau telah mendapat izin dariku untuk beristirahat?."

"Mohon ampun Gusti putri. Hamba tidak berniat istirahat, akan tetapi hamba ingin mengambil karung bekas untuk mengambil rumput-rumput yang berada di tepian peraian sungai Gusti." Budak memberi hormat sambil menundukkan kepalanya.

"Kalau begitu lakukan dengan cepat. Karena ada beberapa pekerjaan yang harus kau selesaikan hari ini juga!. Jika kau tidak segera melakukannya maka kau akan aku cambuk!."

"Akan segera hamba laksanakan gusti putri."

Budak segera pergi sambil membawa gerobak besar itu. Gerobak yang dibuat khusus, yang memiliki pikulan pundak, supaya mudah di bawa. Karena tangan Budak hanya satu. Jadi tidak mungkin ia menyeret gerobak tempat rumput itu dengan cara orang normal. Memang sangat kejam jika dilihat dari orang yang normal.

"Dia ini memang sangat tahan banting. Hatinya masih tegar rupanya." Dalam hatinya sangat heran dengan sikap yang ditunjukkan oleh Budak atau Raden Abinaya Agra yang tidak melawan sama sekali jika diperlukan seperti itu?. "Heh!. Akan aku siksa dia sebagai tempat rasa kesalku pada raka Prabu yang telah menikahkan aku dengan orang cacat itu." Dalam hatinya sangat kesal.

Next.

...***...

PERASAAN YANG KUAT

...***...

Raden Abinaya Agra sedang mengambil rumput untuk makanan kuda. Meskipun hanya menggunakan satu tangan?. Ia dapat melakukan itu dengan sangat cepat, karena ia sudah terbiasa untuk melakukan itu semua. Akan tetapi pada saat itu ia dikejutkan dengan suara seseorang yang sangat ia kenali.

"Raden."

Deg!.

Raden Abinaya Agra sempat terpaku sejenak di tempatnya karena ia saat itu berharap seseorang yang memanggilnya adalah orang yang ingin ia lihat selama ini.

"Raden." Ia peluk dengan sangat erat Raden Abinaya Agra dari belakang. "Kenapa Raden melakukan pekerjaan itu?. Ini bukanlah pekerjaan yang harus Raden lakukan." Suaranya terdengar sesegukan.

Raden Abinaya Agra tersenyum kecil, meskipun hatinya terasa sangat sakit, sesak, dan sangat sedih. Ia berusaha untuk menahan perasaan itu agar tidak terlihat lemah.

"Kenapa nimas malah berada di sini?. nanti apa yang akan orang-orang itu lakukan kepada nimas jika melihat nimas bersama saya?. Mereka pasti akan mengadu ke istana." Ada perasaan sesaknya ia rasakan pada saat itu.

"Akan saya bunuh dia, sebelum dia sampai ke istana."

"Nimas jangan melakukan hal-hal yang berbahaya. Saya tidak ingin nimas mengalami kesulitan nantinya."

Pada saat itu mereka tidak dapat lagi menahan perasaan cemas yang ada di dalam diri mereka, serta air mata yang menetes begitu saja.

"Saya harus melakukan itu. Saya tidak tega melihat Raden diperlakukan seperti itu oleh mereka. Mereka berhati binatang, hanya karena Raden keluarga raja yang kejam. Tapi bukan berarti Raden juga merupakan orang yang kejam." Air matanya mengalir begitu saja ketika ia mengatakan kalimat itu. Hatinya benar-benar sangat, sehingga ia tidak dapat lagi menahan dirinya. Mereka saling melepaskan pelukan, saling bertatapan. Melihat air mata yang membasahi pipi mereka, tanda kesedihan telah melanda diri mereka.

"Terima kasih karena nimas selalu baik kepada saya." Raden Abinaya Agra sangat tersentuh dengan kalimat itu.

"Untuk sementara waktu Raden bersabarlah di sini." Ia usap air mata Raden Abinaya Agra dengan pelan. "Saya akan pergi belajar meningkatkan ilmu kanuragan yang lebih tinggi lagi, supaya saya bisa melindungi Raden."

"Nimas jangan terlalu memaksakan diri. Saya masih bisa melindungi diri."

"Tidak, itu masih belum cukup. saya bersumpah akan menjaga Raden dengan sepenuh hati."

Itulah janji Purwati Sadubi saat itu. Janji yang tidak akan pernah ia ingkari di dalam hidupnya, ia pasti akan melindungi orang yang sangat ia cintai.

...***...

Di istana.

Pada saat itu Prabu Sigra Sadubi sedang bersama Senopati Taksa Wursita. Mereka sedang membahas kepergian Purwati Sadubi yang akan mengasah kemampuan ilmu kanuragannya.

"Aku meminta paman Senopati untuk mengawasinya selama berada di sana. Aku takut dia berbohong kepadaku, aku takut dia menyamar menjadi orang lain hanya untuk mendekati budak itu."

"Gusti Prabu tenang saja. Hamba akan mengawasinya dengan."

"Ya, saya mohon bantuannya paman."

"Sandika Gusti Prabu."

"Aku tidak rela jika adikku malah membela keturunan kejam seperti itu. Kita harus menyiksanya terlebih dahulu, sebelum benar-benar kita memberi hukuman mati kepadanya."

"Ya. Hamba mengerti dengan perasaan Gusti prabu yang sangat dendam kepadanya. Kita semua telah kehilangan orang-orang yang kita cintai karena raja kejam itu."

"Ya. Mereka telah membunuh orang-orang yang kita cintai dengan sangat kejam. Maka kita akan membunuh siapa saja yang telah ikut dalam membela raja kejam sebelumnya."

Dendam telah membuncah di dalam hati mereka sehingga mereka tidak memberikan hati kepada Raden Abinaya Agra, satu-satunya keturunan raja yang masih tersisa. Sebelum mereka memberikan hukuman mati kepada Raden Abinaya Agra, mereka akan menyiksa yang terlebih dahulu secara batin.

...***...

Raden Abinaya Agra baru saja kembali dari mencari rumput, ia langsung memasukkan persediaan rumput itu ke dalam kandang kuda.

Duakh!.

"Kegh!."

Tubuh Raden Abinaya Agra pada saat itu terjajar beberapa langkah dan hampir saja tersungkur, jika saja ia tidak menyeimbangkan tubuhnya dengan cepat.

"Ke mana saja kau mencari rumputnya?. Aku telah mengatakan kepadamu agar cepat kembali!."

Deg!.

Raden Abinaya Agrasangat terkejut ketika mendengarkan suara bentakan keras itu. Tentunya ia mengenali suara Gayatri Sadubi yang sangat membenci dirinya.

Duakh!.

Bukan hanya sekali saja tendangan itu mendarat ke tubuhnya. Akan tetapi beberapa tendangan mendarat di tubuhnya sehingga ia merias kesakitan.

"Apakah kau sengaja ingin memancing amarahku?." Teriaknya dengan suara yang sangat keras.

"Oh, Gusti putri. Hamba mohon jangan perlakukan Aden seperti itu." Kebetulan emban Arsih melihat itu, dan ia sangat tidak tega melihat Raden Abinaya Agra yang selalu disiksa oleh Gayatri Sadubi.

"Kau tidak usah membelanya!. Kau akan aku bunuh jika aku berani membelanya!." Itulah ancaman yang layangkan pada saat itu.

"Maafkan hamba Gusti putri. Hambalah yang salah, hukum saja hamba."

"Tentu saja aku akan menghukum kau!." Saat itu suasana hatinya benar-benar dipenuhi oleh kemarahan yang sangat luar biasa.

Suasana hatinya benar-benar sangat panas, sehingga ia tidak memiliki hati nurani untuk menilai itu semua dengan perasaannya sebagai seorang manusia yang memiliki perasaan kepada manusia lainnya.

...***...

Purwati Sadubi saat itu hendak meninggalkan kota raja. Suasana hatinya saat itu sedang bergemuruh, ia sangat cemas meninggalkan kota raja.

"Nimas. Apakah nimas telah siap?."

"Ya, tentu saja paman."

"Kalau begitu masuk lah ke dalam bedati. kita harus segera berangkat supaya tidak bermalam di hutan."

"Baiklah pakan." Pada saat itu ia hanya mencoba untuk tersenyum. Walaupun sebenarnya hatinya sangat sakit untuk meninggalkan kota raja. "Raden, aku bersumpah akan belajar dengan sungguh-sungguh. Suatu saat nanti aku akan kembali dengan kekuatan baru. Aku bersumpah akan menggunakan kekuatan ini untuk melindungimu Raden." Itulah tujuannya belajar ilmu kanuragan.

Sementara itu Raden Abinaya Agra yang saat itu sedang merapikan semua gudang bahan makanan. Karena di sana banyak bahan yang akan digunakan untuk jualan. Bisa dikatakan mereka adalah pedagang makan, walaupun bukan mereka yang menjual itu, tapi ada anak buah lainnya yang akan melakukan pekerjaan itu. Namun saat itu Raden Abinaya Agra sedang memikirkan Purwati Sadubi yang katanya akan pergi meninggalkan kota raja.

"Semoga saja suatu hari nanti kita bisa melakukan hal yang kita inginkan nimas." Hanya itu saja harapan yang ada di dalam hatinya saat itu. Baginya pertemuannya dengan Purwati Sadubi adalah sebuah keajaiban yang patutnya syukuri. Karena wanita itu memiliki hati yang sangat lembut meskipun ia adalah keturunan raja yang kejam menurut mereka semua. "Aku pasti akan selalu menunggu kepulanganmu." Dalam hatinya mencoba untuk tersenyum, dan melupakan kesedihan yang melanda hidupnya. Apakah ia bisa bertahan?. Temukan jawabannya.

...***...

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!