...***...
Raden Abinaya Agra Pada saat itu masih memikirkan apa yang telah terjadi di dalam hidupnya. Hatinya masih sedih mengingat bagaimana masa lalu yang ia hadapi masa itu. Namun ia mencoba untuk mengingat apa yang telah ia lalui bersama kakak perempuannya itu.
Kembali ke masa lalu.
Saat itu di taman istana, ia sedang bermain kejar-kejaran dengan kakak perempuannya. Kakaknya yang memiliki paras yang sangat cantik, dan sangat anggun. Bahkan tak jarang banyak pangeran yang ada di luar sana ingin segera melamarnya, ingin menjadikan ia istri. Akan tetapi saat itu mereka bukan hanya main kejar-kejaran biasa, mereka sekalian melatih ilmu kanuragan yang mereka miki. Raden Abinaya Agra yang saat itu mengejar kakaknya, namun siapa yang menduga jika Putri Gantari Wardani berbalik arah dengan sangat cepat, menghadiahinya dengan tendangan yang sangat kuat.
Raden Abinaya Agra menyadari serangan tu, dengan sangat cepat ia menangkis tendangan itu dengan kedua tangannya.
"Ternyata sikap waspada mu sangat baik sekali rayi."
"Tentu saja yunda, aku ini adalah calon raja masa depan, jadi aku harus waspada dengan apapun serangan yang akan datang padaku."
"Hm." Putri Gantari wardani kembali bersikap biasa saja. Ia dekati adiknya dengan. baik. "Kalau begitu banyak-banyak lah belajar, supaya kelak kau menjadi raja yang baik." Ia senti kening adiknya itu.
"Yunda." Pipi Raden Abinaya Agra memerah mendengarkan apa yang diucapkan oleh kakaknya itu.
"Ahahaha! Kenapa kau malah tersipu malu rayi? Aku sedang tidak menggodamu." Tawanya begitu lepas, sehingga pada saat itu ia terlihat lebih anggun ketika tersenyum dan tertawa.
Kembali ke masa ini.
Itulah yang diingat oleh Raden Abinaya Agra ketika bersama kakak perempuannya. Begitu banyak kenangan indah yang ia lalu bersama kakaknya itu. Sehingga sangat sulit baginya untuk melupakan kenangan indah bersama kakak perempuannya.
"Jika yunda melihatku keadaan seperti ini? Apa yang akan yunda katakan kepadaku?." Ia mencoba untuk tersenyum walaupun terasa sakit. "Yunda, ibunda, ayahanda, raka, aku sangat merindukan kalian semua." Tanpa sadar saat itu air matanya mengalir begitu saja membasahi pipinya. "Rasanya aku ingin segera menyusul kalian, akan tetapi ada yang harus aku lakukan sebelum aku pergi meninggalkan dunia ini." Dalam hatinya sangat sedih mengingat nasibnya yang sangat malang. Rasanya ia tidak sanggup lagi untuk bertahan, akan tetapi pada saat itu masih ada dua orang yang mengharapkan dirinya untuk bangkit kembali.
...***...
Malam yang sama.
Purwati Sadubi yang sedang beristirahat di kamar yang telah disediakan di pondok itu. Ingatannya pada saat itu kembali ketika ia dan Raden Abinaya Agra masih dalam keadaan baik-baik saja. Ketika mereka sedang berada di tenda untuk melakukan persiapan perang.
"Apakah Raden yakin tidak akan ikut dengan kami? Bagaimana kalau raka dan yang lainnya akan curiga dengan apa yang telah Raden lakukan?." Ada perasaan cemas yang menyelimuti dirinya saat itu.
"Nimas tenang saja, saya akan melakukannya dengan baik, mereka tidak akan curiga dengan apapun yang akan aku lakukan." Terlihat senyuman yang ramah terpampang begitu saja di wajahnya yang tampan itu.
"Saya hanya khawatir dengan keselamatan Raden, mereka sangat membenci keluarga Raden dan juga Raden, mereka menganggap Raden adalah orang yang akan mereka bunuh, karena Raden adalah keturunan raja yang sangat kejam." Perasaan suasana hatinya saat itu tidak bisa dibohongi sama sekali.
"Berdoalah kepada sang hyang Widhi, semoga semuanya akan baik-baik saja."
"Ya, saya akan selalu berdoa yang terbaik untuk Raden."
Kembali ke masa ini.
Setelah percakapan itu, mereka sama-sama berpisah karena keadaan yang membuat mereka seperti itu. Hatinya sangat pedih mengingat apa yang telah terjadi, ia telah berusaha untuk mencegah semuanya.
"Andai saja pada saat itu kau mau mendengarkan aku Raden, mungkin saja kondisimu tidak akan seperti itu." Hatinya sangat perih mengingat apa yang telah menimpa Raden Abinaya Agra.
"Saat ini aku mencemaskan keadaan yundaku, aku takut terjadi sesuatu kepadanya." Itulah yang dikatakan oleh Abinaya Agra pada saat itu. Ia tidak mau meninggalkan kakak perempuannya yang pada saat itu dalam keadaan terdesak.
"Jika saja kau mau mendengarkan aku untuk kabur dari sana, mungkin saat ini kondisimu tidak akan separah ini." Penyesalan itulah yang ia rasakan hingga saat ini, karena ia sama sekali tidak bisa membantu orang yang sangat ia cintai keluar dari masalah yang sangat besar.
...***...
Di Istana.
Prabu Sigra Sadubi saat itu sedang termenung di kamar pribadi raja. Ingatannya masih kusut mengenai adik perempuannya yang mencintai musuhnya.
"Sebenarnya apa yang terjadi pada saat itu? Bagaimana mungkin adikku mencintaimu suku begitu saja? Bahkan pada saat itu ia berusaha untuk melindungi Raden abinaya agra dari tanganku." Dalam hatinya pada saat itu mengingat dengan sangat baik bagaimana kondisi pertarungan mereka. "Bagian mana yang tidak aku ketahui? Sehingga adikku itu memiliki perasaan yang sangat dalam terhadap musuhku?." Dalam hatinya masih belum menerima apa yang terjadi sebenarnya.
...***...
Raden Abinaya Agra saat itu terlihat sangat gelisah di dalam tidurnya, ia baru saja terlelap, akan tetapi pada saat itu ia disambut dengan mimpi buruknya. Mimpi buruk yang sangat tidak ia inginkan, di mana ingatannya ketika ia hendak dihukum pancung oleh mereka semua. Setelah mereka semua berhasil membunuh keluarganya di hadapannya, dan sekarang ia menerima hukuman pancung?. Saat itu ada seseorang yang menyarankan kepada pihak keluarga Sadubi agar tidak membunuhnya.
"Bagaimana kalau kita potong saja tangan kirinya itu, biar dia merasakan bagaimana penderitaan yang kita rasakan selama ini akibat tangannya itu."
"Kenapa tidak dihukum mati saja? Jangan sisakan satupun keluarga raja yang kejam itu."
"Ya! Hukum mati saja mereka semua! Jangan sisakan satupun dari mereka di dunia ini."
"Tapi dengan hukuman pancung tangannya, kita dapat membuat dia trauma seumur hidupnya."
"Ya, benar itu, kita siksa terlebih dahulu dia! Kalau dia mati dengan cara seperti itu?! Rasa sakit hati yang kita rasakan kepada keluarga Raja kejam itu hanya sampai di sini saja! Biarkan saja dia menanggung penderita terlebih dahulu! Baru setelah itu kita habisi dia."
Pada saat itu mereka bersama-sama memikirkan apa yang akan mereka lakukan terhadap Raden Abinaya Agra. Pada saat itu mereka telah memutuskan untuk melakukan hukuman pancung tangan saja, sehingga Raden Abinaya Agra dapat merasakan bagaimana penderitaan dan sakit hati yang mereka rasakan selama ini. Tapi apakah itu semua kesalahan yang dilakukan oleh Raden Abinaya Agra?. Kenapa ia harus menanggung perasaan sedih itu?. Sungguh sangat miris sekali hidupnya.
...***...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 33 Episodes
Comments