Jangan sekarang, pikir Rambo liar, berusaha sekuat tenaga mengusir amarah yang membanjiri kepalanya saat ini. Biasanya, Rambo dapat mengatasi perasaan itu dengan santai. Tapi kini berbeda, ia tak mampu berdiam apalagi bila ingat barusan ia telah bertemu kembali dengan Marwah, yang menurutnya adalah cinta sejatinya yang pertama dan terakhir.
"Apa Mas? kenapa diam? walaupun tidur aku tidak tuli Mas!" Erin menatapnya dengan tatapan curiga sembari mengangguk sekilas. "Oh, Jangan bilang kamu di luar sana suka jajan, Kamu tidak sedang bandingkan aku dengan wanita lain kan?"
"Kamu terlihat marah Erin, memangnya apa yang membuat kamu peduli?" Rambo balas menatapnya dingin.
"Dengar jawaban kamu ini, berarti aku benar kan?! kenapa Mas? coba jelaskan bagaimana rasanya nikmatin cewek jalanan? enak?"
Rambo hanya diam. Tentu, Ia mulai memainkan mata, memandang ke pergelangan tangannya; Gelang Pragma terindah pemberian Marwah. Memang cuma kamu tempatku berteduh, meski aku belum bersama denganmu.
Belum selesai mematung, sebuah lemparan maut menuju ke arah Rambo. Bantal tidur yang tadi dibawa Erin melayang tepat mengenai wajahnya, membuatnya sadar dari lamunan.
Tak sampai situ, pukulan susulan datang pula dari kepalan tangan Erin yang baru saja datang mendekat.
"Kamu jahat ya Mas. Jahat kamu! pernikahan kita baru seumur jagung, tapi kamu tega main belakang dari ku! aku ini masih istri kamu Mas! kenapa tidak bisa tahan napsu?!"
"Cukup!!!" Rambo menaikkan nada bicaranya. "Aku tidak jajan seperti yang kamu tuduhkan!"
Sambil menelan ludah dengan susah payah, Rambo akhirnya berhasil menyentak tangan Erin yang membabi buta. Ia berhati-hati untuk tidak salah mengucap kata, kalau tidak semua bakal berantakan dengan kacau.
Erin membutuhkan satu-dua menit untuk berkonsentrasi. Memaksakan diri untuk mengambil napas dalam-dalam, perlahan-lahan. Perasaan panik yang tiba-tiba menemani hatinya malam ini, melingkari relung dadanya dan menggeram mengancam, baru kali ini Erin merasa takut.
"Dengar ya Mas, jangan pernah kamu coba-coba untuk mengkhianati aku. Aku kerja di kantor penyiaran, kamu bakal lihat bagaimana akhirnya kalau semua orang tahu seorang perwira Polisi melakukan perselingkuhan! hancur kamu, camkan itu Mas!"
Rambo hanya tersenyum tipis, namun dia tetap berusaha tenang. "Kamu kerja di kantor penyiaran, bagaimana kalau semua orang tahu kalau presenter ramah di luar rupanya sangat pembangkang? kamu terlalu naif Erin, suami mana pun belum tentu bisa sesabar aku menghadapi istri yang manja dan kurang ajar seperti kamu!"
"Kamu marah karena aku tolak permintaan kamu tadi? cuma perkara kopi dan air panas?" Jawab Erin dengan pertanyaan balik.
"Sudahlah, aku mau mandi. Kamu tidurlah di kamar lain seperti keinginan kamu tadi."
Rambo mengambil celah di samping Erin dan pergi ke kamar mandi. Tak ada waktu baginya untuk berdebat, ia harus berpikir untuk mencari tahu perkara kekerasan yang di alami Marwah dalam kehidupan rumah tangganya. Harus mencari cara untuk membebaskan Marwah dari jerat suami setan yang Berani-beraninya buat tanda merah yang telah menghiasi wajah wanita yang dicintainya itu.
"Andai itu memang terbukti, aku berani bersumpah untuk ambil kamu lagi dari orang itu." Rambo bergumam di bawah kucuran air shower.
Rambo tahu betul ia pasti sekarang terlihat setengah sinting saat ini. Tuhan tahu seperti itulah perasaannya sekarang, kehabisan napas, kalut, gelisah, dan bingung. Rumah tangganya yang sudah kacau balau, bahkan hampir terasa seperti neraka dunia walau baru berjalan beberapa bulan saja. Kini, ia juga harus memikirkan Marwah, wanita yang paling dicintainya, meski belum kesampaian.
Demi Tuhan, kenapa garis takdirnya begitu sulit?
Apa yang harus dia lakukan?
Tentu, pikir Rambo frustasi. Ia memandang langit-langit kamar mandi kemudian ke arah ventilasi untuk menatap langit. Aku bakal ceraikan Erin, kalau tiba waktunya nanti.
Kini dia telah mantap. Kali ini ia tak akan melepaskan Marwah, setelah penantian panjang selama bertahun-tahun, Rambo siap memastikan bahwa cintanya tak akan lagi tertunda untuk kedua kalinya.
Besok dia akan kembali ke perkampungan kecil itu untuk bertemu lagi dengan Marwah. Sementara sekarang dia harus beristirahat dan pergi tidur. Nyaman sekali tak ada Erin di sampingnya, meski memang mereka belum pernah melakukan hubungan intim.
Rambo ingat betul, bagaimana Erin membangun reputasinya dalam bekerja agar sempurna. "Aku belum bisa hamil sekarang, Mas! Karirku sedang naik daun, sayang kalau harus mengandung dalam waktu dekat." Begitu Erin menegaskan dulu saat malam pengantin pertama mereka.
Besoknya, alarm ponsel Rambo kembali berbunyi. Rupanya hari sudah pagi, ia terpaksa bangkit meski kesadarannya belum datang secara penuh.
Setelah beres siap-siap, rupanya ia telah disambut oleh wanita yang menjadi teman ributnya semalam, Erin berdiri di depan pintu tepat saat Rambo keluar kamar.
"Maaf," Erin menjaga kepalanya tetap menunduk dan bahu membungkuk, dengan pandangan bahwa ia telah menyadari sesuatu.
"Bodoh," gumam Rambo sambil menghela napas. "Jika ada barangmu di dalam ambil lah, aku mau pergi kerja. Tapi kalau bukan, apa pun yang kamu pikirkan sekarang tolong minggir lah sedikit, aku mau lewat." Ucapnya.
"Tidak, maaf," jawab Erin dan memaksakan diri untuk menatap Rambo, meskipun ia yakin bahwa mata Rambo akan sama menakutkannya dengan perasaannya sekarang. "Aku hanya ingin menyuarakan pikiranku sekarang, bisa beri aku kesempatan bicara sebentar sebelum kita sama-sama berangkat kerja?"
"Baiklah." Rambo menatap sekilas arlojinya baru kemudian menyandar di bibir pintu. Mata coklatnya mengamati Erin untuk waktu yang cukup lama, sebelum akhirnya bertanya, agar Erin segera bicara. "Apa yang mau dibicarakan?"
"Pertama, aku minta maaf soal keributan semalam. Aku sungguh tak bermaksud membangkang atau melawan, tapi kamu tahu sendiri dan aku sudah mengatakannya dari awal kita menikah, aku memang tidak pernah sentuh dapur dan pekerjaan rumah tangga lain Mas. Bukan tidak mau, tapi memang aku tidak tahu." Kata Erin, dan berusaha untuk tenang setelah akhirnya mendapati sorot mata Rambo kembali.
"Kedua, karena aku sibuk kerja dan berkarir, jadi untuk mencegah kejadian semalam terulang lagi, aku mau kamu cari asisten rumah tangga di rumah ini."
Rambo menarik napas dan memandangi lantai-lantai depan kamar yang putih berdebu. Ia senyum-senyum tipis dengan permintaan Erin kali ini. Beruntung dulu dia selalu menolak, tapi kini nampaknya ia bersyukur dengan permintaan kedua itu.
Dulu, sengaja agar Erin bisa belajar. Tapi sekarang lain lagi, ide itu bisa menjadi jalan agar bisa melancarkan aksinya.
Melakukan hal yang sama, seperti saat pertama kali aku bertemu dia, bagaimana jika aku kembali memperkerjakan kamu Marwah? dengan begitu kita bisa kembali dekat, dan aku tak perlu susah payah mendatangi kamu. Pikir Rambo sedikit liar.
Apakah ini akan membuatnya semakin terjerat pada dahsyatnya rasa cinta? Tapi bukankah sejak pertemuan malam itu ia sudah siap untuk terperangkap? Rambo tak perduli dengan semua itu, yang terpenting kini ia mendapatkan celah untuk kembali bersama Marwah.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 88 Episodes
Comments
@E𝆯⃟🚀BuNdAιиɑ͜͡✦⍣⃝కꫝ🎸🇵🇸
marwah bukan babu, rambo.
2024-01-11
0
copai
Jangan pekerjakan Marwah, kasihan
2023-09-11
0
baby eunhyuk / Xoblisss
Rambo aku dukung bgt kamu sama Marwah, tapi ga tau aku takut sama pilihan kamu untuk selingkuh 😭
2023-07-05
2