Perangkap Eni

Nita yang sebetulnya sudah sangat letih dan lemas, akhirnya berhenti bekerja dan segera mengangkut hasil panennya ke gubug yang sengaja disediakan buat para pekerja untuk beristirahat.

Juragan Permadi memberi isyarat kepada istrinya agar memberikan Nita makan. Bersyukur mereka adalah orang kaya yang dermawan dan sangat peduli dengan orang lain terutama kepada orang-orang yang bekerja di tempatnya.

"Nita, ayo sini. Kebetulan saya bawa makanan banyak, sayang kalau dibuang mending kita makan." Imas mengajak Nita untuk makan bareng dirinya. 

"Tidak usah Juragan, saya sudah makan tadi di rumah," jawab Nita.

"Itukan di rumah, Nit. Di sini kan belum," sahut Imas sambil menuangkan makanan ke dalam sebuah piring dan diberikan kepada Nita.

Karena dipaksa, walau dengan malu-malu akhirnya Nita menerima makanan itu dan mulai makan dengan lahap. Namun tiba-tiba ia teringat kepada adik dan ibunya yang pastinya belum dapat makan dari pagi. Rasanya Nita tidak sanggup lagi untuk memasukan makanan itu kedalam mulutnya.

"Nita, kok berhenti. Makanannya tidak enak ya?" tanya Imas.

"Maaf juragan. Apa boleh saya membungkus makanan ini. Saya sudah kenyang, makanannya enak banget. Di rumah adik saya sedang sakit, dia paling suka banget makanan yang dibawa dari sawah," ujar Nita.

Seketika dada Imas terasa sesak. Tidak menyangka, gadis polos yang usianya baru belasan itu, memiliki hati yang sangat baik. Selama ini di rumahnya banyak makanan yang terbuang, sementara masih ada tetangga yang ternyata untuk makan saja sangat kesulitan.

"Jadi Adik kamu lagi sakit? Pantas Ibu kamu tidak datang. Sekarang kamu habiskan makanan itu. Buat Adik kamu nanti saya ambilkan dari rumah," ujar Imas.

"Tidak usah Juragan. Ini juga sudah cukup." Nita menolak.

"Pokoknya kamu habiskan itu. Nanti saya suruh orang untuk mengantar makanan ke rumah buat Adik kamu.

Tidak terasa air mata Nita menetes dengan tidak tertahan. Ia sangat bersyukur punya majikan yang sangat baik dan peduli. Nasi yang bercampur air mata itu akhirnya habis.

"Nita, kenapa kamu menangis. Ada masalah apa, Nit?" Imas mendekati dan mengusap punggung Nita.

"Juragan. Anda adalah orang yang sangat baik. Terimakasih selama ini sudah banyak membantu kami. Semoga Juragan dan keluarga selalu diberikan rezeki yang berlimpah dan kesehatan." Suara Nita putus-putus akibat menahan tangis agar tidak pecah.

"Bukan, Nita. Kamulah orang yang sangat baik. Saya yang sudah setua ini. Belum tentu bisa seperti kamu. Sekarang bereskan semua hasil panen kamu dan pulang. Besok pagi datanglah ke rumah. Kamu tidak usah lagi kerja di sawah dan ladang. Saya akan tugaskan kamu untuk bekerja di toko saya."

"Apa juragan. Bekerja di toko? Tapi saya ini tidak bisa bekerja di toko." 

"Sudah, pokonya besok pagi kamu datang ke rumah." 

Akhirnya selesai makan, Nita gegas menyelesaikan pekerjaannya dan pulang dengan membawa sebagian hasil panen sebagai upah.

Saat tiba di rumah. Tampak adik-adiknya tengah berkumpul sambil menikmati makanan yang cukup banyak. Melihat putrinya pulang, Marni gegas menyambutnya dan mengatakan kalau ada utusan Juragan Permadi dan istrinya mengantar makanan. 

Nita Pun menceritakan apa tadi yang terjadi saat di sawah. Ia meminta maaf kepada ibunya, bahwa dirinya tidak ada maksud untuk mengumbar kekurangan keluarganya dan mempermalukan ibunya.

"Tidak Nak. Kamu tidak salah. Kamu adalah anak yang sangat baik, jadi sudah sepantasnya kamu mendapatkan balasan dengan kebaikan." Marni memeluk putrinya itu.

Sementara Eni yang pergi untuk menemui pemuda itu. Randy mengajak Eni untuk pergi ke sebuah tempat yang biasa dijadikan tempat untuk ngobrol dengan tenang. Tentu saja Eni sangat senang bisa berduaan dengan pemuda tampan dan kaya dan menaiki mobil mewah. Karena menjadi orang kaya adalah impian terbesarnya.

"Melisa. Tadi aku lihat kamu berjalan kaki. Memang mobil kamu ke mana?" tanya Randy 

Karena tidak mungkin kalau Melisa tidak punya mobil.

"Anu, mobil aku--mobil aku ada di rumah," jawab Eni yang mengaku bernama Melisa.

"Selain cantik, kamu itu sangat rendah hati, ya. Aku sangat suka dengan gadis yang  lembut dan sederhana," puji Randy.

"Ah kamu bisa saja. Aku hanya ingin menikmati suasana pedesaan saja," jawab Melisa dengan wajah bahagia di sanjung oleh pemuda setampan dan sekaya Randy. Bukannya merasa malu malah semakin besar kepala.

"Ngomong-ngomong, gimana kuliah kamu, sudah semester berapa?" imbuh Randy. 

Ditanya seperti itu, Eni mendadak bingung. Apa yang harus dijawab. Untuk menghindari kecurigaan, Eni mengalihkan obrolan dan berdalih kalau dirinya lagi tidak ingin membicarakan hal itu.

"Aduh, kamu ini masih aja bertanya hal tentang kuliah. Udah kita bicara yang lain saja. Aku bosen tiap hari menghadapi masalah kuliah dan kuliah," kilah Eni.

"Oh iya ya. Ngapain ngomongin itu. Lis, apa kamu sudah punya pacar?" Sungguh tidak menduga kalau Randy akan bertanya hal itu dan secepat itu. 

"Pacar? Belum, kok. Mana ada waktu untuk pacaran sih," jawab Eni. 

"Kalau kamu jadi pacar aku, mau tidak? Aku tidak memaksa kamu. Jujur aku sangat tertarik dengan wanita seperti kamu. Walau terlahir dari keluarga kaya raya, tapi kamu sangat rendah hati dan sederhana. Bukan gadis yang hobinya berpoya-poya dengan uang orang tua." Randy tidak henti-hentinya memuji Eni.

"Aku hanya ingin belajar mandiri saja. Aku tidak ingin seperti yang lain yang kerjanya menghabiskan uang orang tuanya." Eni memang sangat pandai membuat cerita. 

Randy semakin tertarik dan jatuh hati kepada gadis itu yang dianggapnya sangat luar biasa. Selama ini kebanyakan gadis yang mendekatinya dia yang ingin uangnya saja. 

"Lis. Bagaimana jawaban kamu? Kalau kamu bersedia, liburan depan aku lamar kamu," ujar Randy.

"Ya Ren, aku mau kok jadi pacar kamu. Tapi jangan bicara soal lamaran  dulu deh. Kita jalani aja. Aku harus cari kerja dulu untuk biaya kuliah. Karena aku tidak mau harus meminta dari orang tua," ucap Eni, ia mulai memasang prangkap 

"Lho memangnya kenapa?" Randy menatap wajah Eni.

"Mungkin menurut orang, keluargaku memang kaya raya. Tapi orang tidak ada yang tau bagaimana kerasnya aturan dalam keluargaku. Kami dituntut untuk mencari dan membiayai kuliah sendiri. Kalau tidak kami pinjam dan setelah itu harus bekerja untuk mengembalikan uang tersebut. Aku tidak mau meminjam, karena nantinya, tidak akan bisa bebas untuk menentukan hidupku." Mendengar hal itu Randy sampai tercengang. Ia tidak menyangka, di balik pujian orang-orang tentang keluarga itu, terselip aturan yang sangat mengejutkan.

"Masa iya sampai segitunya sih, Lis? Pantas saja, kamu berbeda dari orang kaya lainnya. Penampilan kamu sangat sederhana. Lis, jangan khawatir. Biar aku yang bantu semua itu." Hati Randy merasa sangat tersentuh. 

"Tidak usah Ran, aku tidak ingin merepotkan siapapun. Aku sudah terbiasa kok, hidup dan berjuang sendiri." Eni memang sangat pandai membuat Randy semakin jatuh hati.

"Lis, tolong jangan menolak. Mulai sekarang, aku yang akan membantu semuanya. Kamu fokus saja kuliah agar lulus dan menjadi istriku. Ini kamu pegang." Randy mengambil dompet dari tas kecilnya dan memberikan sebuah kartu ATM lengkap dengan menyebutkan nomor PIN nya.

"Di dalam ini. Ada uang sebanyak dua puluh juta. Kamu pakai untuk biaya kuliah juga kebutuhan kamu di Jogja. Nanti setiap bulannya aku akan kirim kamu uang." Rendy meletakan kartu itu di atas telapak tangan Eni. 

"Ren jangan. Aku tidak enak kalau kaya gini." Eni memaksa mengembalikan kartu itu kepada Randy

"Kalau kamu menolak ini. Itu berarti kamu menolak aku." Wajah Randy menunjukan rasa kecewa, dan itu juga yang diharapkan oleh Eni. Randy memaksa dirinya agar menerima kartu ATM itu

"Baiklah Ran. Aku terima ini. Terimakasih, semoga aku bisa menjadi seseorang sesuai harapan kamu." Eni mengambil kartu itu.

Dalam hatinya bersorak dan sudah tidak sabar rasanya ingin segera menarik uang sebanyak dua puluh juta. Sudah terbayang, apa saja yang akan ia beli dengan uang itu.

'Dengan uang ini. Aku akan pindah dan menyewa rumah di kota. Aku sudah tidak sanggup tinggal di gubuk reyot itu' batin Eni.

"Lis, kok melamun." Randy menepuk pundak Eni.

"Oh, iya. Maaf aku bingung, harus dengan cara apa mengucapkan terimakasih kepada kamu." Eni berbohong. 

"Kamu ini ngomong apa sih? Udah, yang penting kamu jangan pikirin itu. Wajar dong, aku membantu calon istri aku." Rendy mengusap wajah putih Eni dengan lembut.

Tidak terasa, waktu sudah semakin siang. Randy teringat pesan ibunya harus pulang cepat, karena sorenya akan ada rapat di kantor untuk pengangkatan dirinya menggantikan posisi ayahnya sebagai seorang Manajer di perusahaan.

"Lis, aku pulang dulu, ya. Sore ini akan ada rapat di kantor untuk pengangkatan aku menggantikan posisi Ayah sebagai Manajer di perusahaan. Walau sebenarnya aku tidak tertarik tapi mau gimana lagi. Aku anak tunggal di keluarga itu." Mendengar itu, Ena kembali membayangkan, segimana kaya rayanya Randy.

Lamunannya langsung terbang, andai saja ia bisa menjadi istri Randy. Mungkin dirinya akan sangat dihargai dan dihormati orang lain. Ia tidak akan lagi menginjakan kakinya di kampung itu.

"Baiklah Ran. Kamu hati-hati, ya. Besok aku berangkat lagi ke Jogja. Nanti aku kabarin kamu kalau mau berangkat," tutur Eni.

"Iya sayang. Kamu hati-hati di sana. Jangan nakal, ya." Randy mengusap rambut Eni yang panjang dan hitam.

Sungguh Eni gadis yang sempurna menurut Randy, membuat dirinya ingin segera melamar dan menjadikan Eni sebagai istrinya.

Randy kembali mengantar Eni sampai jalan yang sama saat mereka awal bertemu. Setelah Randy pergi. Eni tidak jadi pulang ke rumah, ia gegas mencari ojek untuk bisa mengantarnya ke kota. Tidak sabar untuk segera belanja.

Sesampainya di depan sebuah mesin ATM. Eni malah terdiam kebingungan, karena seumur hidup belum sekalipun ia mengambil uang dari tempat seperti itu. Untung ada seorang sekuriti yang menjaga tempat itu. Eni gegas memanggilnya dan meminta bantuan untuk membantunya menarik yang dari ATM tersebut.

Setelah diajarin dan menarik uang sebanyak lima juta. Eni memberikan upah dua lembar uang peecahan seratus ribu kepada sekuriti tersebut. 

"Terimakasih Nona. Lain kali kalau butuh bantuan tinggal cari saya saja," ucap sekuriti tersebut.

Selesai mengambil uang, Eni gegas mencari toko yang menurutnya cocok dan komplit. Dengan sombongnya, Eni belanja barang-barang yang selama ini selalu ia impikan. Selesai Belanda pakaian, tas dan barang lainnya. Eni mencari kosan. Tidaklah sulit mencari kosan di jaman sekarang. Eni dengan mencari yang agak bagus dan mahal. Agar dirinya tidak lagi membawa barang karena semuanya sudah tersedia lengkap, dari mulai tempat tidur, lemari dan yang lainnya.

Terpopuler

Comments

Lembayung jingga🥀🍃

Lembayung jingga🥀🍃

gatau knp ya, aku curiga nanti yg justru bakal jadi istri tau yg disukai Randy malah sih Nita. trs si Eni malah kebongkar rahasianya

2023-09-02

1

Neng Noni

Neng Noni

Lanjut thor

2023-08-03

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!