Bab 3
Terlihat seorang pria dewasa sekelas om-om mendekati mereka bertiga, lalu berbisik, "Mau tiket nggak?"
Tentunya Tia menggelengkan kepalanya dan menunjukkan tiket mereka ke hadapan pria yang tak dikenal itu. Pria itu segera berlalu, dan berjalan ke arah gerombolan orang lainnya. Dia kembali menawarkan tiket kepada orang-orang yang tak mendapatkan tiket untuk menonton film ini. Tampak di ujung sana, pria itu dan orang lain yang ditawari tiket terlibat tawar-menawar.
Dani melihat tiket yang dipegang Tia dengan pandangan tipu daya muslihat yang dimilikinya. "Wah, kita bisa untung banyak kalo jadi calo, loh. Kaya bapak tadi."
Tia melotot ke arah temannya itum Dia memberikan masing-masing tiket kepada mereka berdua. "Nih! Terserah lo berdua deh mau nonton atau enggak," ujarnya lagi.
Pintu theater satu telah dibuka....
Gaung suara perempuan memberikan pengumuman kepada para penonton di ruangan lobi bioskop pas di pukul sebelas tiga puluh pagi menjelang siang.
Tia berjalan masuk duluan tanpa mengajak kedua sahabatnya yang tepat berdiri di belakangnya. Dani dan Yoga lantas saling bertukar pandangan merasa aneh dengan sikap dadakan Tia yang meninggalkan mereka berdua untuk masuk ke dalam ruangan theater.
"Kenapa, sih dia? Galak banget," bisik Yoga ke arah Dani.
"Yah elo..., kayak baru kenal Tia aja, sih?" Dani berbisik di telinga Yoga, "lo inget nggak tanggal berapa sekarang?"
Yoga langsung melihat tanggal di jam tangannya, "PMS?"
Dani mengangguk mengiyakan sebagai jawaban pertanyaan dari Yoga.
Tia menengok ke belakang melihat kedua sahabatnya jauh di belakangnya. "Eh, pada ngapain, sih? Ngomongin gue, ya?" tuduhnya kepada kedua orang itu.
Kedua temannya itu buru-buru menggeleng.
"Ya udah, pada lelet banget sih jadi cowok! Ayo cepetan masuk," lanjutnya lagi dengan gerutunya. Tak pakai waktu lama, Yoga dan Dani bergegas menyusul Tia untuk masuk ke dalam theater.
Theater bioskop itu berangsur-angsur dipenuhi oleh para penonton yang lambat laun mereka masuk dari pintu dengan segera mencari tempat duduk masing-masing sesuai dengan nomor yang tertera di tiket mereka.
Yoga, Dani, dan Tia, sudah duduk di baris O dengan nomor dua belas, tiga belas, dan empat belas. Tia yang duduk dengan tenang di antara Yoga dan Dani, namun dua sahabat cowoknya itu tetap dengan gelisah dengan bangku mereka. Tia menyilangkan tangannya di depan dada dan memandang tajam ke arah Yoga dan Dani.
Yoga tak sadar diperhatikan oleh sahabat ceweknya, begitu pula dengan Dani sampai Dani menurunkan tubuh jangkungnya agar dapat mendapatkan posisi yang enak ketika menonton. "Tau gini kita bawa bantal dari rumah!" keluhnya.
"Yee... gue bilang juga apa kan?" ujar Yoga sambil menurunkan lagi badannya. "Apa kita sekalian selonjoran aja di depan layar?"
Tia melempar pop corn ke arah Dani dan Yoga. "Berisik lo berdua, ye! Udah pada dateng telat. pake cerewet lagi kaya ibu kompleks kebanyakan!" Tia menunjuk ke layar. "Paling nggak, lo bisa liat duluan hantunya dari sini."
"Duluan? Emang hantunya balapan, ya?" canda Yoga sambil cekikikan.
Tia langsung cemberut mendengar ledekan dari Yoga itu.
Dani yang langsung mencowel pipi cewek itu dengan jarinya, "Diihh... Pake ngambek!"
Tia segera menepis tangan Dani yang berada di pipinya. Ia begitu kesal dengan temannya itu. Tetapi ia tidak bisa berlama-lama untuk kesal ataupun marah terhadap temannya itu.
Kursi-kursi di theater itu berangsur-angsur terisi penuh dengan sendirinya. Yoga menengok ke atas melihat barisan yang dimaksud. Di barisan B tepatnya nomor tiga belas memang tak ada yang menduduki. Tia dan Dani pun bersamaan menengok ke bagian atas. Begitu juga dengan beberapa penonton lainnya. Mereka menatap bangku itu dengan pandangan seram dan takut. Kata "tumbal" kembali terngiang bahkan sesekali terdengar samar di telinga masing-masing mereka yang ada di sana.
Tiai lantas berbisik, "Itu... Di sebelah sana itu kursinya...."
Yoga terus saja memandang barisan itu. Dia memandang lekat-lekat sebuah kursi yang berada di tengah. Kursi itu bagaikan menghipnotis Yoga untuk segera pindah dan menduduki kursi itu. Kendati Yoga menarik napas panjang dan menatap kedua sahabatnya dengan bergantian.
Kedua sahabatnya itu seakan bisa membaca pikiran Yoga..
"Ga, Lo jangan macem-macem dan berbuat nekat! Jangan, Ga! Lo mau penyakit Lo kambuh lagi?" ujar Tia khawatir dugaan mereka benar. Sejak awal dia sudah berpikir sebaiknya Yoga tak pernah tahu soal baris kursi kosong itu sejak awal.
Dani berpikiran lain lagi. Dia menganggap kalau Yoga hanya sekadar bercanda dan sok berani dengan keadaan itu. Ia pun langsung tertawa mengejek ke arah Yoga.
Melihat Dani tertawa sambil mengejek dirinya, ia langsung menegakkan tubuhnya. Ia mengabaikan kekhawatiran dari Tia yang menatapnya dengan cara memohon dengan melakukan hal yang tak seharusnya ia lakukan.
"Nih ya... Lo tuh yang nggak punya jiwa petualang, Dan! Lo liat dong, di sini banyak orang. Masa cuma gegara kursi kosong di sana, lo pada berpikir yang aneh-aneh, sih. Udah deh, gak usah parnoan. Nih, gue kasih tau, mungkin aja filmnya bakal lebih serem buat gue kalau gue duduk di sana," ujar Yoga sambil mengibaskan baju kausnya.
Dani menanggapi ucapan Yoga, "Idih, Ha ha ha anak TK itu biasanya penakut, Bro."
Yoga yang masih berdiri tetap pada posisi tegaknya. Tia dan Dani bertukar pandangan. Tetapi Dani tetap pada pendiriannya kalau Yoga gak akan berani untuk duduk di kursi kosong itu.
"Udah, gak usah khawatir. Dia gak akan berani duduk di sana," celetuk Dani sembari menepuk lengan Tia.
Yoga menggelengkan kepalanya. Sahabat-sahabatnya itu sungguh meremehkan dirinya. Ia lantas mengambil popcorn beserta minumannya dan melangkahkan kakinya untuk menaiki tangga menuju kursi yang di maksudkan. Dia benar-benar beranjak pergi dari bangku pertamanya. Ia bahkan tak peduli dengan pandangan orang-orang di sekitarnya yang menatap dirinya dan berbisik-bisik membicarakan keberanian dirinya bahkan ada yang mencela dirinya. Tia hanya memandang punggung Yoga yang berjalan menaiki tangga. Sebenarnya Tia agak khawatir dengan apa yang dilakukan Yoga, namun Dani memandangnya, seakan mengatakan tak perlu mengkhawatirkan Yoga.
"Ga..," Tia memanggil Yoga dari jarak yang lumayan jauh. Yoga pun sayup mendengar teriakan itu, lalu menghentikan langkahnya dan berbalik ke arah belakang di mana teman-temannya memandang dirinya. Dia langsung tersenyum mengatakan bahwa dirinya tidak apa-apa dan jangan mengkhawatirkan dirinya.
Tia tetap memancarkan kekhawatiran di matanya, "Kalo Lo takut, jangan pulang duluan ya, Ga. Gue nggak ada tebengan, nih," ujar Tia yang berbeda dengan Dani malah tertawa cekikikan.
Yoga merasa sebal sahabatnya itu, langsung saja bergegas berlari menaiki tangga. Dia sampai ke baris B nomor tiga belas. Tak butuh pikiran panjang, Yoga langsung menduduki kursi itu. Meletakkan minumannya dan makan popcorn dengan santainya. Yoga yang masih melihat ke bawah, ke baris O. Dia melambaikan tangan ke arah kedua temannya lalu mengejek kedua sahabatnya. Lampu meredup. Yoga bergegas membetulkan dudukannya dengan tenang.
Lampu mati. Proyektor mulai memancarkan gambar ke layar.
Yoga melihat ke atas. Ke partikel-partikel udara yang terlihat di pancaran cahaya proyektor. Sebuah pancaran sinar yang keluar dari senter kecil tiba-tiba menerpa tepat di wajah Yoga. Ada suara yang menegur dirinya dengan wajahnya yang tak terlihat,
"Mas, dilarang duduk di situ."
"Saya udah bangun pagi-pagi, Mbak, kena macet ke sini, dan ngantri lama... bayar mahal pula. Saya duduk di sini biar nonton enak, Mbak. Masa gak boleh, sih?" jawab Yoga dengan santai.
Si Mbak tidak ingin berdebat dengan orang sebelahnya. Malas untuk melanjutkan percakapan itu. Dia mematikan lampu yang menyinari kegelapan itu dan langsung beranjak pergi meninggalkan Yoga.
...****************...
Bersambung....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Comments
ayu nuraini maulina
kyk sih yoga mudah bget d masukin arwah tak kasat mata
2023-08-29
0
ayu nuraini maulina
g usah d omongin jg kali entar jailangkung nya dtng Lg
2023-08-29
0
PORREN46R
seram Tia.
2023-08-05
1